Perambahan hutan membuat habitat Owa Jawa (Hylobates Moloch) menciut. Dan primata ini pun terancam punah. Tapi ada seorang perempuan yang berjuang menjadi ibu asuh bagi mereka.
Sejak tahun 2014 silam, perempuan tangguh asal Kampung Cimaranginan, Desa Lengkong, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ini berjuang menjaga dan melestarikan Owa Jawa. Perempuan pecinta hewan tersebut adalah Tini Kasmawati. Sosok yang berusia 48 tahun ini adalah penjaga habitatdan sahabat bagi Owa Jawa (Hylobates Moloch) di hutan Lengkong.
Menurut Tini, semakin berkuranganya cadangan makanan di hutan membuat kawanan Owa Jawa ini mencari makan ke luar hutan. Alhasil, tak jarang Tini pun harus berurusan dengan petani yang marah. Lantaran kebun buah para petani diserang oleh segerombolan Owa Jawa yang dikenal dekat dengan Tini.
Memang kawanan Owa Jawa tersebut telah menjadi keluarga besar Tini yang selalu ia perhatian keberadaannya. Bahkan ikatan batin antara Tini dan sekawanan Owa Jawa itu sudah sangat kuat. Ia adalah ibu asuh bagi sekawanan primata di hutan itu. Hewan primata yang saat ini sudah diambang kepunahan akibat pembalakan hutan itu benar-benar berada dalam pengawasan dan pengasuhan Tini.
Selain dimusuhi warga sekitar, bertahun-tahun kepedulian Tini Kasmawati pada Owa Jawa tak mendapat dukungan dari siapapun. “Setelah lebih dari lima tahun saya konsen dan mengabdikan diri pada konservasi Owa Jawa, satu kali saya mendapat bantuan. Itu pun dari pemerintah desa, bukan dari pemerintah pusat atau balai penelitian,” tegasnya.
Tapi konsistensi perjuangan Tini membela para Owa Jawa menuai apresiasi. Dia yang awalnya hanya bergerak sendiri ini kemudian diapresiasi warga di sekitarnya. Warga sekitar yang awalnya memusuhi Tini, kini ikut menjadi bagian pecinta hewan. Para warga membantu Tini yang lima tahun terakhir mengalami kebutaan. Mereka bersama-sama menyediakan makanan untuk Owa Jawa yang habitatnya tergusur pembalakan liar.
“Awalnya agak susah memberi penjelasan pada warga dan menumbuhkan kepedulian mereka terhadap Owa Jawa ini. Namun lambat laun mereka pun mengerti bahwa kelangsungan hidup satwa di sekitar mereka akan berdampak pada lingkungan mereka dan dan sumber kehidupan kita,” tuturnya.
Inspirasi dari Belanda
Ada kisah menarik awal ketertarikan Tini pada mamalia dengan nama latin Hylobates Moloch yang sudah sejak lama menjadi salah satu satwa endemik hutan Lengkong sebagai habitatnya itu. Menurut Tini, dia terinspirasi dari orang Belanda. Pada tahun 2014 silam ada mahasiswi dari Belanda yang berkunjung ke kampungnya. Pelancong dari Negeri Kincir Angin itu meminta Tini Kasmawati untuk menjadi guide (pemandu) dalam penelitian Owa Jawa di Kecamatan Lengkong.
“Saya malu, karena orang Belanda yang jauh saja peduli dengan kelangsungan hidup binatang yang berada di daerah ini. Namun kami sebagai warga Lengkong tak pernah ingin tahu dan peduli pada Owa Jawa yang harusnya menjadi kebanggaan warga Lengkong,” ungkap Tini.
Padahal, Tini yang terlihat gagah ini mengalami kebutaan sejak tahun 2014 lalu. Kedua matanya tak berfungsi, pandangannya kabur saat ia sedang menyusuri hutan. Kendati mengalami keterbatasan penglihatan, Tini tetap mendedikasikan hidupnya untuk menjaga dan melestarikan Owa Jawa di Lengkong.
“Hidup saya saat ini untuk mereka, karena saya tidak punya siapa-siapa lagi selain owa-owa ini,” tutur Tini.
Selain penglihatannya yang terbatas, Tini juga bukan orang berada. Penghasilan Tini hanya dari berjualan makanan di sebuah warung kecil yang juga menjadi tempat tinggalnya. Penghasilannya kecil, tapi setiap harinya ia menyisihkan uang hasil jualan sebesar Rp20 ribu untuk membeli pisang sebagai makanan sekelompok Owa Hutan di hutan. Dan jarak rumahnya dengan para sahabatnya itu juga tak dekat. Kawanan Owa Jawa asuhannya itu hidup di hutan yang berjarak sekitar tiga kilometer dari tempat tinggal pecinta hewan ini.
“Sudah lima tahun ini, saya setiap hari memberi makan mereka di ujung hutan. Biasanya saya jalan kaki setiap jam 14.00 WIB dan mereka selalu menyambut saya dengan sukacita,” sambung Tini penuh haru.
Tak lagi Sendiri
Tini Kasmawati, kini tak lagi merasa sendiri dalam upaya menjaga kelangsungan hidup Owa Jawa di hutan lindung Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Beberapa waktu lalu, dihelat aksi penanaman bibit pohon buah bagi Owa Jawa. Gelaran yang dilakukan para aktivis peduli lingkungan dan pelajar serta pemerintah itu membuat wanita pecinta hewan berusia 48 tahun ini semakin bersemangat.
Terlihat senyuman kebahagian terpancar dari wajah wanita penjaga Owa Jawa tersebut. Ia berterima kasih kepada aktivis, para pelajar serta pihak pemerintah yang terlibat dalam kegiatan penanaman 1.000 bibit pohon buah yang diinisiasi oleh Komunitas Jampang Peduli (Jampe).
“Saya mengucapkan terima kasih pada semua yang sudah datang dan menunjukan kepeduliannya. Dan semua ini membuat saya lebih kuat lagi untuk melestarikan dan menjaga Owa Jawa di hutan Lengkong ini,” ungkap Tini.
Semua pihak antusias dengan aksi penanam bibit pohon itu. Sebab pesertanya tak hanya pelajar dan aktivis peduli lingkungan dari Kecamatan Lengkong saja. Banyak komunitas dan pelajar dari daerah-daerah lain terlibat diantaranya aktivis Doa serta pelajar Cidahu dan Cicurug, aktivis Semut Ibrahim Ciracap, Jampala Jampang Kulon, komunitas Icikibung Cibitung, siswa Darul Amal Cibitung, dan Discover Jampang.
Aksi penanaman bibit pohon ini tentu saja mafaatnya bukan hanya bagi Owa Jawa saja. Selain menyediakan makanan alami bagi kawanan primata itu, buah-buahannya juga bias dipetik warga sekadarnya. Dan pastinya, ekosistem lingkungan Hutan Lengkong akan kembali lestari serta memberi sumber kehidupan bagi warga sekitar.
Dalam pelaksanaan ini Tini mendampingi Camat Lengkong Utang Suratman, Ketua Jampe Eka Widyaman dan Danramil Lengkong Kapten Inf Agus Rahman untuk melihat Owa Jawa di hutan lindung Cimaranginan.
“Saya sangat bahagia karena ternyata saya tidak sendiri. Banyak yang masih sangat peduli dengan habitat Owa Jawa dan hutan disini,” imbuhnya.
Tini yang saat ini menjadi bagian dari Komunitas Jampe ke depannya akan membuat rumah informasi bagi Owa Jawa di Hutan Lengkong, dan membuat kotak amal untuk kelangsungan Owa Jawa ini.
Dengan adanya pusat informasi, kondisi dan perkembangan Owa Jawa akan mudah diketahui semua pihak. Sehingga bisa menjadi lebih banyak yang tahu dan peduli terdapat hewan yang terancam punah ini.
“Biar warung saya ini dijadikan juga tempat pusat informasi. Jadi buat yang mau buat obeservasi atau sekadar melihat bisa berkumpul di tempat saya,” pungkasnya.***
- Menanti Pencabutan Izin PLTU Ombilin SawahluntoPLTU Ombilin di Sawahlunto menuai kritik akibat pencemaran lingkungan dan dampak kesehatan sejak awal 2000-an. LBH Padang dan Trend Asia menggugat KLHK untuk mencabut izin PLTU ini, dengan sidang putusan dijadwalkan pada 21 Januari 2025. Kasus ini menjadi simbol desakan transisi energi bersih di Indonesia.
- Pengembangan pangan dan energi di Merauke berpotensi melanggar HAMBukan kemakmuran bersama yang dirasakan di Merauke dengan adanya program Pangan dan energi di Marauke, melainkan segudang persoalan baru.
- Mimpi swasembada pangan minus kesejahteraan petaniSetelah kejatuhan Orba, importasi pangan merajai pangan nasional. Indonesia mengandalkan impor sebagai pemasok pangan nasional.
- Bagi masyarakat adat Aara, wilayah adat adalah identitasPengusulan wilayah adat masyarakat adat Aara bukan hal mudah. EcoNusa melakukan pendampingan kepada masyarakat adat ini sejak Juni 2024.
- Usulan revisi Undang Undang Pembaruan Agraria 1960 adalah pengingkaran konstitusiUndang Undang Pembaruan Agraria merupakan panduan dalam mengelolah kekayaan agraria secara berkeadilan. UUPA adalah amanat konstitusi.
- Pertanian food estate bukan jawaban pemenuhan pangan nasionalMenurut Food Estate dikhawatirkan hanya bertujuan mengganti produsen pangan dari tangan petani ke tangan korporasi.