Koalisi organisasi masyarakat sipil menemukan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Seruyan melanggar HAM.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Progress Kalteng, WALHI Kalteng, YMKL, YBBI, dan TuK INDONESIA memaparkan sejumlah fakta atas praktik buruk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah. Pemaparan ini disampaikan dalam rangka merespons pencapaian penyusunan dokumen Sertifikasi Yurisdiksi di Kabupaten Seruyan.
Laporan berjudul “Sertifikasi Berbasis Yurisdiksi di Kabupaten Seruyan untuk Siapa?” ini memuat sejumlah temuan penting dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di kabupaten tersebut. Yaitu, masih ditemukannya sawit di dalam kawasan hutan, pengabaian pembangunan kebun plasma dan sejumlah kasus pelanggaran HAM.
Kabupaten Seruyan menjadi contoh pengelolaan perkebunan kelapa sawit monokultur yang sangat buruk bagi lingkungan hidup. Menurut Janang Firman Palanungkai selaku Manager Advokasi, Kampanye, dan Kajian WALHI Kalteng, perluasan perkebunan kelapa sawit telah berkontribusi terhadap kawasan hutan di kabupaten tersebut.
“Berdasarkan pengolahan data dan analisis spasial WALHI Kalteng, kami menemukan luas perkebunan kelapa sawit Kabupaten Seruyan seluas 312,450 ha dengan total 33 perusahaan swasta besar (PBS), 30 perusahaan diantaranya diduga menanam sawit di dalam kawasan hutan dengan total luas 132,207 ha”, ujarnya, dikutip dari laman resmi.
Janang juga menyampaikan bahwa agenda Sertifikasi Yurisdiksi jangan sampai berujung pada agenda untuk menghapus dosa atau greenwashing bagi perusahaan yang dalam aktivitasnya diduga masih melanggar hukum.
“Berdasarkan hasil analisis kami masih banyak ditemukan aktivitas perusahaan yang diduga melanggar hukum serta berpotensi merugikan negara dan lingkungan. Ini dibuktikan dengan adanya aktivitas pada konsesi yang berstatus dalam kawasan hutan. Harusnya carut-marut perizinan ini dibereskan dulu baru memikirkan usulan sertifikasi berbasis yurisdiksi ke RSPO”, tambahnya.
Temuan ini sejalan dengan laporan Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara pada tahun 2023 yang menyebutkan bahwa setidaknya 632.133,96 ha kelapa sawit telah terbangun di dalam kawasan hutan Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada aspek sosial juga ditemukan bahwa tuntutan masyarakat atas plasma, jaminan pekerjaan dan upah yang layak serta jaminan kesehatan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat masih belum sepenuhnya dipenuhi dan konflik yang muncul tidak diselesaikan secara tuntas.
Kartika Sari, Direktur PROGRESS menyebutkan bahwa dalam periode tiga tahun terakhir ini isu plasma semakin memanas karena masih banyak masyarakat merasa belum hidup sejahtera meskipun tinggal di sekitar Perkebunan Sawit selama bertahun – tahun. Masyarakat juga merasa harusnya dengan hadirnya investasi mereka bisa hidup sejahtera.
Sayangnya, tidak hanya plasma yang tidak diberikan tetapi sebagian dari masyarakat justru menjadi buruh harian lepas yang di upah di bawah UMK, tidak diberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Masyarakat yang merasakan dampak secara langsung atas kehadiran perkebunan sawit.
Maka pendekatan yurisdiksi akan tepat sasaran jika didasarkan atas persoalan – persoalan nyata yang muncul di masyarakat dan pelibatan masyarakat secara aktif baik dalam prosesnya maupun dalam pelaksanaannya.
Abdul Haris Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA menyebut bahwa ada sejumlah kasus konflik yang kerap berulang di Seruyan yang melibatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan warga.
“Warga yang tanahnya diambil oleh pihak perusahaan tanpa proses FPIC di masa lalu, terlibat konflik berkepanjangan. Pada akhirnya konflik berulang seperti itu, akan berakhir dengan penangkapan petani oleh kepolisian dan paling buruk adanya korban jiwa seperti yang terjadi pada Almarhum Gijik di Desa Bangkal pada Oktober 2023 yang lalu”.
Abdul juga menyoroti peran lembaga keuangan yang lemah dalam pengawasan pembiayaan yang beresiko dari sisi lingkungan dan pelanggaran HAM.
“Sektor perkebunan kelapa sawit adalah sektor memiliki peran besar dalam menyumbang percepatan perubahan iklim. Jika sektor pembiayaan tidak memiliki pengawasan yang lebih baik maka kasus, seperti di Kabupaten Seruyan dapat terjadi ditempat lain,” ujarnya.
Serupa dengan itu, dia juga menekankan bahwa perusahaan pembeli minyak sawit di Seruyan juga memiliki risiko tinggi keterpaparan produk mereka dari kelapa sawit yang diduga melanggar lingkungan hidup dan kasus-kasus pelanggaran ham.
Memahami kerja perkebunan kelapa sawit berkelanjutan tidak dapat dipisahkan dengan peran lembga sertifikasi RSPO. Terbaru mereka membuat uji coba sertifikasi yurisdiksi yang mengabaikan peran serta masyarakat Djayu dari YMKL menyampaikan, prinsip dan Kriteria RSPO dalam sistem sertifikasi sawit sejauh ini tidak menunjukkan efektifitasnya dalam melindungi hak hidup masyarakat adat dan komunitas lokal.
“Konflik baru bertambah sementara konflik lama tak kunjung tuntas karena P&C tak mampu memberikan dampak bagi perubahan perilaku sektor bisnis perkebunan sawit. Perampasan hak atas tanah dan ruang hidup serta kerusakan lingkungan masih terus terjadi”, katanya.
- Dampak lingkungan dan sosial food estate MeraukeProyek food estate di Merauke memiliki sejarah kegagalan dalam mencapai tujuannya, bahkan menyebabkan kerusakan lingkungan dan sosial.
- Cukai carbon kendaraan bermotor solusi berkelanjutan, dibanding PPN 12% yang mencekikCukai Carbon dapat menjadi alternatif yang lebih kreatif dan smart dibandingkan menaikkan PPN jadi 12%
- Mahasiswa ITB kaji solusi ramah lingkungan untuk pertanian kelapa sawitMahasiswa ITB meneliti pemanfaatan bakteri ramah lingkungan untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit.
- Amanat pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan di IndonesiaIndonesia menjadi anggota penuh IOTC, harus berkomitmen sebagai penghasil tuna regional dan atau internasional yang beradab.
- Di balik sertifikasi RSPO, kepastian hak masyarakat Kabupaten Seruyan TerabaikanKoalisi organisasi masyarakat sipil menemukan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Seruyan melanggar HAM.
- BPKN berharap galon bebas BPA kian marak 2025Badan Perlindungan Konsumen Nasional meminta pemerintah untuk mendorong produsen air minum dalam kemasan (AMDK) terutama galon guna ulang, untuk beralih ke kemasan bebas Bisphenol A (BPA) mulai tahun depan.