Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 mewajibkan produsen AMDK dalam tenggat empat tahun harus sudah mencantumkan label peringatan BPA.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menilai perlu adanya sanksi tegas terhadap produsen air minum dalam kemasan (AMDK) dalam penerapan label Bisphenol A. Hal ini sejalan dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 6 Tahun 2024 yang mewajibkan produsen AMDK dalam tenggat empat tahun harus sudah mencantumkan label peringatan BPA pada kemasan galon.
“Bila tidak ada sanksi atau paksaan, maka bisa saja peraturan BPOM ini pada tahun depan dianggap sudah longgar dan akhirnya pelaksanaan peraturan ini tidak berjalan,” kata Ketua BPKN Muhammad Mufti Mubarok saat dihubungi pekan lalu.
Kendati sosialisasi pelabelan BPA sudah dimulai, Mufti melihat industri kurang respek karena banyak dari mereka yang belum bebas BPA. Hal ini yang dinilai BPKN perlu ada paksaan untuk industri ini cepat melakukan perubahan atau transisi pelabelan BPA.
Bila perlu, ada instruksi dari pemerintah kepada produsen untuk tarik peredaran produknya sehingga ada komitmen yang jelas. Selain itu, bisa berupa peringatan dulu ke produsen, dengan syarat jika sampai tahun kedua dan ketiga tidak dilaksanakan, maka operasional usaha dapat dibekukan atau izin usaha dicabut.
“Pengawasan harus ekstra, sanksinya juga harus melekat. Ketika misalnya dia tidak menerapkan aturan ini, sanksinya apa. Kalau enggak ada sanksi yang tegas, akhirnya santai-santai saja. Kalau cuma peraturan-peraturan begitu aja, hanya peraturan biasa,” singgungnya.
BPKN khawatir pelaksanaan Peraturan BPOM No. 6/2024 berjalan lambat seiring adanya kemungkinan perusahaan air minum berkemasan polikarbonat untuk menekan pemerintah agar melonggarkan kebijakan wajib pelabelan BPA.
Karena itu, Mufti menegaskan BPKN akan tetap menyuarakan UU Perlindungan Konsumen yang mengutamakan pada keamanan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.
“Makanya, kami dorong terus supaya ke depannya Indonesia bebas BPA. Saya di mana pun akan menyampaikan hal yang sama,” tandasnya.
Mufti menegaskan bahwa BPA dalam kemasan polikarbonat merupakan senyawa berbahaya yang bisa sewaktu-waktu mudah larut dalam air kemasan. Hampir banyak temuan, penelitian, jurnal yang mengatakan banyak penyakit yang timbul dari BPA ini. Apalagi, jumlah konsumsi air minum di Indonesia luar biasa besarnya, terutama air kemasan dan non kemasan, galon-galon isi ulang.
Karena itu, BPKN terpanggil untuk di garis depan dalam mendorong BPOM, Kementerian Kesehatan, dan kementerian/lembaga terkait lainnya untuk bisa menerapkan aturan pelabelan bebas BPA. Sebab, konsumen merupakan bagian hilirnya yang dapat menjadi korban dari BPA. []