Temuan mikroplastik di Kepulauan Seribu mencerminkan buruknya pengelolaan sampah, sementara pembakaran tetap berdampak pada kesehatan dan lingkungan.
Kelompok Ecoton menemukan kandungan mikroplastik yang mencemari lingkungan dan berisiko terhadap kesehatan manusia di Pulau Untung Jawa, Pulau Onrust, dan Pulau Cipir, Kepulauan Seribu. Pengujian dilakukan dengan metode rapid test menggunakan mikroskop di luar laboratorium.
Hasil pengujian menunjukkan keberadaan mikroplastik jenis fiber, plastik film, dan lainnya dengan jumlah partikel yang bervariasi.
“Jika mikroplastik sudah masuk ke tubuh atau lingkungan, mereka akan sulit atau bahkan tidak terurai,” kata Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton, Rafika Aprilianti, di Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/2/2025).
Mikroplastik Menyusup ke Kehidupan Sehari-hari
Jumlah dan jenis mikroplastik yang ditemukan bervariasi tergantung pada tingkat paparan dan aktivitas manusia di lokasi tersebut. Ketiga pulau yang dijadikan sampel berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah tercemar.
“Untuk mengetahui jenis polimer plastiknya, diperlukan uji FTIR (Fourier Transform Infrared),” ujar Rafika.
Sampel diambil dari objek yang berpotensi besar terpapar mikroplastik, seperti daun dari pohon di sekitar tempat pembakaran dan penampungan sampah, air laut dari permukaan pantai dan dermaga, serta usapan kulit manusia dari responden yang telah membasuh tangan dengan air sebelum dilap menggunakan tisu kering.
Hasil pengujian di Pulau Untung Jawa menunjukkan bahwa petugas kebersihan pertama memiliki 68 partikel mikroplastik, petugas kebersihan kedua 30 partikel, dan warga biasa 21 partikel.
Di Pulau Onrust, terdapat 35 partikel mikroplastik per 10 liter air laut, 19 partikel di usapan kulit warga, dan 7 partikel di daun. Sementara di Pulau Cipir, ditemukan 44 partikel mikroplastik per 10 liter air laut, 25 partikel di usapan warga, dan 17 partikel di daun.
Dampak Pembakaran Sampah terhadap Polusi dan Kesehatan
Di sisi lain, Kepulauan Seribu juga menghadapi tantangan lain terkait pengelolaan sampah. Ahmad Sofyan (34), petugas dari Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, mengungkapkan bahwa salah satu metode pengelolaan sampah organik di wilayah tersebut adalah melalui pembakaran menggunakan sistem Lahan Bakar Organik Kendali (LBOK).
Metode ini telah diterapkan sejak 2019, namun tidak lagi beroperasi sejak pertengahan 2024 akibat fasilitas yang sudah usang dan belum mengalami peremajaan.
Menurut Ahmad Sofyan, proses pengolahan sampah dimulai dari pengumpulan oleh warga dan petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Setelah itu, sampah dipilah menjadi organik dan anorganik. Sampah organik kemudian dibakar hingga menjadi abu yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
“Setelah dipilah, sampah organik kami bakar. Abunya dipisahkan dan bisa digunakan untuk tanaman,” ujar Sofyan.
Namun, pembakaran ini menimbulkan dampak polusi udara. Asap pekat di awal proses pembakaran sering kali menimbulkan keluhan warga, meskipun berkurang setelah api besar menyala. Untuk mengurangi dampak polusi, sistem penyaringan asap melalui sirkulasi air digunakan, meski masih ada risiko kesehatan bagi petugas yang terpapar.
“Walaupun pakai masker, tetap ada efeknya. Biasanya di awal-awal terasa sesak, tapi setelahnya berkurang,” ungkap Sofyan. Untuk menjaga kesehatan paru-paru, petugas dianjurkan mengonsumsi susu beruang secara berkala.
Dari sisi ekonomi, Ahmad Sofyan menerima gaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Ia telah berkeluarga dan memiliki tiga anak. Dengan sistem pengelolaan yang kini terhenti, petugas berharap adanya peremajaan fasilitas agar sistem pengelolaan sampah bisa lebih efektif dan ramah lingkungan di masa mendatang.
Ancaman Mikroplastik bagi Kesehatan Masyarakat
Ecoton menilai bahwa mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh dapat mengganggu homeostasis dan memicu berbagai gangguan kesehatan.
“Mikroplastik yang menempel di kulit bisa masuk ke dalam jaringan dan mengganggu keseimbangan pH, yang dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan penuaan dini,” kata Rafika.
Ia menambahkan bahwa mikroplastik berukuran sangat kecil dapat menembus sel dan masuk ke dalam aliran darah, sehingga berisiko mengendap di organ vital seperti ginjal, jantung, dan hati.
“Mikroplastik juga dapat bertindak seperti magnet yang menarik zat berbahaya lainnya, seperti logam berat dan senyawa kimia beracun, yang berpotensi menyebabkan gangguan metabolisme dan hormon,” tuturnya.
Respons Pemprov DKI Jakarta
Kepala Subkelompok Pemantauan Kualitas Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rahmawati, mengapresiasi upaya Ecoton dalam mendeteksi mikroplastik di Kepulauan Seribu.
Namun, ia menekankan bahwa hasil rapid test tidak dapat mewakili keseluruhan kondisi setiap pulau. Menurutnya, metode pengujian yang dilakukan Ecoton belum memiliki standar yang jelas, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup pada musim kemarau dan hujan.
“Meski belum ada standar khusus, temuan ini tetap menjadi perhatian karena menunjukkan adanya mikroplastik di lingkungan sekitar kita,” ujar Rahmawati saat ditemui di Ancol.
Mendesak Kebijakan Zero Waste
Ecoton merupakan salah satu dari sembilan organisasi yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Delapan organisasi lainnya adalah YPBB, Dietplastik Indonesia, Nexus 3 Foundation, PPLH Bali, Nol Sampah, Greenpeace Indonesia, Gita Pertiwi, dan Walhi.
AZWI mengampanyekan implementasi konsep zero waste sebagai langkah konkret dalam mengatasi pencemaran plastik. Mereka mendorong kebijakan pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia dengan mempertimbangkan hierarki pengelolaan sampah, siklus hidup material, dan prinsip ekonomi sirkuler.
Temuan ini menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius menangani pencemaran mikroplastik dan meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan.
Meningkatnya kesadaran dan aksi nyata berbagai pihak membuka peluang Kepulauan Seribu dan wilayah lain di Indonesia terbebas dari ancaman pencemaran plastik di masa depan.
- Laut, Identitas yang Terancam Tambang Emas di SangiheAktivitas tambang emas yang mulai beroperasi di pulau kecil Sangihe mengubah kehidupan masyarakat. Pola hidup warga terganggu.
- Menanti keberhasilan rehabilitasi macan tutulPredator terbesar di Pulau Jawa, macan tutul jawa (Panthera pardus melas) masih dalam status ‘terancam punah’
- Menguatkan pemenuhan hak atas tanah warga Sulawesi Tenggara melalui pendidikanKPA dan ForSDa Gelar Pendidikan Kader di Kolaka, Sulawesi Tenggara di tengah ketimpangan kepemilikan tanah.
- Persidangan gugatan warga terhadap perusahaan pemicu kabut asap terus bergulirHakim persidangan didesak tidak hanya menghukum para tergugat, tetapi memerintahkan pemulihan lahan gambut yang rusak karena terbakar.
- Menangkarkan kodok darah: upaya menambah indikator kesehatan lingkunganTaman Safari Indonesia menangkarkan kodok darah. Amfibi ini masuk dalam kategori kritis atau critically endangered menurut lembaga konservasi alam internasional, IUCN.
- Pergerakan magma dan kaitannya dengan bencana vulkanikDiperlukan metode analisis kimia beresolusi tinggi untuk memahami pergerakan magma dari dalam bumi hingga menimbulkan bencana vulkanik.