Agrarian Resource Center (ARC) berharap dapat menciptakan model pertanian yang lebih seimbang dan ramah lingkungan.

Lahan gambut. (Foto: Agrarian Resource Center)
Lahan gambut. (Foto: Agrarian Resource Center)

Sejak beberapa tahun terakhir, topik agroekologi semakin mendapat perhatian, khususnya dalam konteks pengembangan pertanian di wilayah pedesaan Indonesia yang masih didominasi oleh model agroindustri. Melalui serangkaian penelitian lapangan yang dilakukan pada Agustus 2024, tim peneliti dari Agrarian Resource Center (ARC) berupaya mendorong penerapan agroekologi sebagai model alternatif untuk pertanian berkelanjutan.

“Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, dan Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi serta tantangan dalam mengembangkan agroekologi di kawasan gambut, yang selama ini mengalami degradasi akibat praktik pertanian konvensional dan ekspansi industri,” demikian keterangan resmi Agrarian Resource Center (ARC) diakses Kamis, 10 April 2025.

Penelitian ini melibatkan sejumlah peneliti dari Agrarian Resource Center, termasuk Pandu Sujiwo, Fikri Fauzi, Miqdad Fadhil, Dianto Bachriadi, Ratu Tammi, dan Agung Dwi, yang melakukan fieldwork pengumpulan data di dua lokasi tersebut. Kunjungan lapangan kali ini merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya tim peneliti ARC, yang terdiri dari Pandu Sujiwo dan Miqdad Fadhil, bersama Prof.

Kosuke Mizuno dari Sekolah Ilmu Lingkungan UI, melakukan eksplorasi awal pada akhir tahun 2023. Penelitian ini juga didukung oleh beberapa peneliti senior ARC, seperti Dianto Bachriadi dan Hilma Safitri, serta para dosen dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), termasuk Yudi Bachrioktora dan Maria Regina.

Sebagai bagian dari penelitian ini, tim peneliti juga mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan pemerintah desa dan perwakilan warga lokal. Diskusi ini bertujuan untuk mengonfirmasi temuan-temuan awal serta menggali potensi dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat setempat dalam mengembangkan kawasan agroekologi gambut.
Pendekatan ini memungkinkan terjadinya dialog yang lebih terbuka antara peneliti dan masyarakat lokal, yang sangat penting untuk memastikan bahwa model agroekologi yang diusulkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kearifan lokal.

Apa itu agroekologi?

Agroekologi adalah sebuah konsep yang menggabungkan pengetahuan lokal dan ilmiah dalam upaya mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan, berkeadilan sosial, dan ramah lingkungan.

Menurut Dianto Bachriadi (2023), agroekologi tidak hanya mengandalkan praktik pertanian yang berbasis pada kearifan lokal, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat yang bergantung pada tanah dan lingkungan hidup mereka.

Praktik agroekologi bersifat politis karena berupaya menggantikan dominasi model pembangunan pertanian yang bercorak kapitalis atau agrarian capitalist-developmentalism, yang lebih mengutamakan keuntungan ekonomi semata tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan.

Di Agrarian Resource Center, agroekologi merupakan topik yang intensif dibahas dalam setahun terakhir. Selain berupaya mengisi kekosongan dalam dunia akademik dan gerakan sosial di Indonesia, ARC juga ingin mendorong agroekologi sebagai model alternatif dalam pengembangan corak pertanian yang lebih berkelanjutan, terutama di wilayah pedesaan yang masih sangat bergantung pada model agroindustri.

Arkeologi dan lahan gambut

Lahan gambut di Indonesia memiliki karakteristik unik yang sangat penting bagi keberlanjutan ekosistem global. Selain berfungsi sebagai penyerap karbon yang efektif dalam memitigasi perubahan iklim, lahan gambut juga kaya akan keanekaragaman hayati yang mendukung kehidupan banyak spesies.

Namun, sejak lama, lahan gambut di Indonesia, termasuk di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Sambas, telah mengalami kerusakan parah akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan kegiatan pertanian lainnya.

Kegiatan pengolahan lahan gambut yang dilakukan secara meluas, baik oleh pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat setempat, seringkali mengabaikan keberlanjutan ekosistem gambut itu sendiri. Praktik seperti pembakaran lahan untuk membuka kebun atau pembangunan infrastruktur menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem gambut yang sudah rentan.

Melalui penelitian ini, ARC berupaya menawarkan solusi dengan memperkenalkan model agroekologi sebagai upaya untuk mengembalikan keseimbangan antara produktivitas ekonomi dan kelestarian ekologis. Dalam konteks ini, agroekologi bukan hanya soal memperkenalkan cara bertani yang lebih ramah lingkungan, tetapi juga soal menciptakan model pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, dengan mengoptimalkan potensi lokal tanpa merusak daya dukung alam.

Tim peneliti ARC melihat adanya potensi besar untuk mengembangkan kawasan agroekologi gambut di kedua lokasi yang diteliti. Namun, proses pengembangan ini tidak tanpa tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perubahan pola pikir masyarakat yang sudah terbiasa dengan model pertanian konvensional, yang sering kali lebih mudah diterima karena dianggap lebih menguntungkan dalam jangka pendek.

Selain itu, regulasi pemerintah terkait dengan pengelolaan lahan gambut yang masih belum sepenuhnya mendukung penerapan agroekologi juga menjadi hambatan. Oleh karena itu, penting bagi peneliti dan praktisi untuk terus berkolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat lokal untuk menciptakan kebijakan yang mendukung pengembangan kawasan agroekologi, terutama di wilayah yang kaya akan sumber daya alam seperti gambut.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi yang berguna untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak kepada keberlanjutan ekosistem gambut, serta mendukung masyarakat untuk beralih ke model pertanian yang lebih ramah lingkungan. Rencana ke depan, hasil dari penelitian ini akan dipublikasikan oleh Agrarian Resource Center dalam berbagai bentuk publikasi, seperti policy brief, artikel jurnal, buku bunga rampai, dan working-paper.

Mengarah pada masa depan agroekologi

Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kabupaten Sambas ini merupakan bagian dari upaya yang lebih besar untuk mendorong penerapan agroekologi sebagai solusi bagi ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan di Indonesia. Melalui pendekatan berbasis masyarakat, diharapkan agroekologi dapat menjadi model alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat ketahanan ekosistem gambut yang sangat vital untuk masa depan bumi.

Dengan terus melibatkan masyarakat lokal, pemerintah, dan berbagai pihak terkait dalam proses pengembangan kawasan agroekologi gambut, ARC berharap dapat menciptakan model pertanian yang lebih seimbang dan ramah lingkungan. Agroekologi bukan hanya tentang bertani, tetapi tentang menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara manusia dan alam.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.