Pengadilan Negara Manokwari mengadili kasus kekerasan terhadap pembela HAM, Sulfianto Alias. Keadilan harus ditegakkan.

Pengadilan Negara (PN) Manokwari menggelar sidang perkara kekerasan dan penyiksaan yang dialami korban Pembela HAM Lingkungan Hidup Sulfianto Alias, Direktur Perkumpulan Panah Papua, Kamis, 27 Mei 2025 lalu.
Pengadilan Negara (PN) Manokwari menggelar sidang perkara kekerasan Pembela HAM Lingkungan Hidup Sulfianto Alias. (Pustaka Bentala)

Pengadilan Negara (PN) Manokwari menggelar sidang perkara kekerasan dan penyiksaan yang dialami korban Pembela HAM Lingkungan Hidup Sulfianto Alias, Direktur Perkumpulan Panah Papua, Kamis, 27 Mei 2025 lalu. Organisasi masyarakaat sipil mendesak negara mewujudkan keadilan bagi Pembela HAM Lingkungan dan meminta hakim PN Manokwari untuk membuat keputusan yang adil.

Diketahui, kekerasan yang menimpa Sulfianto Alias dilakukan oleh sekelompok orang di Teluk Bintuni. Kejadian kekerasan berulang kali terjadi di dua lokasi di Teluk Bintuni pada 20 Desember 2024.

“Aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup Sulfianto Alias tidak mengenal pelaku dan sebab musabab tindakan kekerasan dan kejadian penyerangan. Diduga tindakan kekerasan terjadi karena aktivitas advokasi Sulfianto dan bagian dari upaya melemahkan, mengintimidasi, dan menghalang-halangi aktivitas Sulfianto dan organisasi Perkumpulan Panah Papua,” demikian pernyataan resmi organisasi masyarakat sipil, diakses Selasa, 10 Juni 2025.

Organisasi masyarakat sipil tersebut terdiri dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat,
Perkumpulan Panah Papua, LP3BH Manokwari, Perkumpulan Nayak Sobat Oase, Perkumpulan Mey Mongka Papua, Himpunan Pemuda Moskona, Koalisi Pangan Lokal Teluk Bintuni, Yayasan Mem Papua, Perkumpulan Kowaki Tanah Papua, Komunitas Mahasiswa Peduli alam Papua (KOMPAP), YLBHI LBH Papua Merauke, PIONER Tanah Papua, LBH Papua, PPMA Papua, Perkumpulan Belantara Papua, Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua.

“Kasus ini menjadi peringatan bagi aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup masih adanya upaya kekerasan dan ancaman keamanan, serta pengabaian terhadap hak bebas dan hak hidup aktivis Pembela HAM Lingkungan Hidup oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, aparatus negara dan nonnegara,” terang organisasi masyarakat sipil.

Organisasi mendesak negara mewujudkan keadilan bagi Pembela HAM Lingkungan dan meminta hakim PN Manokwari untuk membuat keputusan yang adil dan berpihak kepada korban Sulfianto Alias, serta memberikan sanksi hukum kepada pihak pelaku seadil-adilnya.

Serangan terhadap Kebebasan Berekspresi dan Pembela HAM Meningkat

Sepanjang 2024, Amnesty International mencatat terjadi 123 kasus serangan terhadap 288 pembela HAM, termasuk jurnalis, aktivis, masyarakat adat, petani, nelayan, advokat, akademisi, dan mahasiswa. Bentuk serangan meliputi pelaporan ke polisi, kriminalisasi, penangkapan sewenang-wenang, intimidasi, serangan fisik, hingga percobaan pembunuhan.

Rinciannya: 12 kasus pelaporan ke polisi (27 korban), 11 kasus penangkapan sewenang-wenang (87 korban), 7 kasus kriminalisasi (24 korban), 6 kasus percobaan pembunuhan (7 korban), 78 kasus intimidasi dan kekerasan fisik (129 korban), dan 9 serangan terhadap lembaga pembela HAM.

Jurnalis menjadi kelompok paling banyak diserang dengan 62 kasus terhadap 112 jurnalis selama 2024. Serangan terus berlanjut hingga 2025, dengan 23 kasus terhadap 26 jurnalis per 11 April. Terdapat pula dua kasus serangan digital terhadap tiga jurnalis.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena, menegaskan negara wajib melindungi jurnalis dan mengadili pelaku kekerasan.

Pemilu 2024 menjadi pemicu tambahan, dengan 19 kasus serangan terhadap 37 pembela HAM. Termasuk di dalamnya 5 laporan ke polisi (8 korban) dan 14 kasus intimidasi dan kekerasan fisik (29 korban).

Sepanjang 2024, terdapat 8 kasus peretasan digital terhadap akun pribadi dan lembaga pembela HAM dengan 11 korban. Jenis serangan meliputi doxxing, peretasan WhatsApp, Twitter, dan Instagram.

Pada 17 Juli 2024, pengacara HAM Yan Christian Warinussy ditembak usai menghadiri sidang korupsi di Manokwari. Kasus belum diusut tuntas. Hal serupa terjadi pada 16 Oktober, saat kantor redaksi Jubi di Jayapura dilempari bahan peledak. Kantor dan dua kendaraan rusak terbakar, pelaku belum diproses hukum.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.