Di tengah gemerlap Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP 30) di Belém, Brasil, delegasi Indonesia hadir dengan kekuatan besar. Sebanyak 450 orang, dipimpin langsung oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusuma, membawa isu utama Transisi Energi dan perdagangan karbon. Komitmen untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan digaungkan oleh delegasi yang dipimpin adik Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Namun, sebuah ironi tajam datang dari Kalimantan Timur, jantung produksi batubara negeri.
Saat para diplomat membahas masa depan energi bersih di Brasil, data di lapangan menunjukkan cerita yang sama sekali berbeda. Kelompok lingkungan Extinction Rebellion Kalimantan Timur (XR Kaltim Bunga Terung) menyoroti kegagalan proyek transisi energi untuk menghentikan kecanduan Indonesia terhadap batubara.
Faktanya, isu transisi energi yang didefinisikan sebagai perubahan dari energi fosil ke energi bersih, dinilai “hanya bagus di konsep namun nol ditindakan”. XR Kaltim menuding bahwa di tengah kucuran dana jumbo yang berkisar $25-30 miliar USD hingga 2030, proyek transisi energi justru kerap dijadikan alasan untuk menghancurkan hutan.
“Alih-alih beralih, eksploitasi sumber daya alam seperti mineral, nikel, pasir silika, dan bahkan batubara itu sendiri, justru meningkat,” kata aktivis XR Kaltim Bunga Terung, Yuni. (16/11/2025).
Kalimantan Timur adalah bukti nyata dari kontradiksi ini. Provinsi ini tetap tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan batubara dan kokoh sebagai penghasil terbesar di Indonesia.
“Alih-alih menurun seiring janji transisi, produksi batubara Kaltim justru melonjak tajam dari 268 juta ton pada tahun 2020 menjadi 368 juta ton pada tahun 2024. Angka ini mencakup sekitar 44% dari total produksi nasional,” papar Yuni.
Dampaknya terhadap lingkungan sangat nyata. Angka deforestasi atau penghancuran hutan di Kaltim tercatat masih yang tertinggi di Indonesia, mencapai 44.483 hektare pada tahun 2024. Kabupaten Kutai Timur menjadi daerah dengan laju deforestasi terparah, yakni seluas 16.578 hektare, di mana perluasan produksi batubara menjadi penyebab utamanya.
Extinction Rebellion Kaltim (XR Kaltim Bunga Terung) mendesak pemerintah untuk mengakhiri apa yang mereka sebut sebagai proyek ilusi. “Kami mendesak Pemerintah segera menghentikan Proyek Tipu-Tipu atas nama Transisi Energi,” ujar Yuni.
Kelompok ini menuntut agar ketergantungan negara dan Kalimantan Timur pada bahan bakar fosil dihentikan, termasuk menyetop pasokan batubara ke smelter-smelter nikel yang seringkali didengungkan sebagai bagian dari ekosistem kendaraan listrik.
“Proyek ini harus dilakukan dengan cara yang adil dan berkelanjutan,” lanjut Yuni, “dengan memberi perlindungan terhadap Lingkungan dan hak-hak masyarakat dalam proses Transisi energi.”
Bagi mereka, transisi energi yang sejati harus mengedepankan partisipasi publik dan menjamin adanya hak veto masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak pada ruang hidup mereka.
- COP 30 menghadapi pertarungan sengit soal uang, minyak, dan keadilan iklim
- Senyum petani perempuan Bengkulu di kebun kopi tangguh iklim
- Produksi batubara Kaltim melonjak, XR Kaltim sebut transisi energi “Proyek Tipu-Tipu”
- Krisis air di lumbung nikel, warga Kawasi blokade jalur produksi Harita
- Ngaseuk, cara Sarongge mengamalkan apa yang dinegosiasikan di Belém
- Sandiwara hijau dari Indonesia di panggung COP 30
