Sorong, Ekuatorial – Setelah melalui proses panjang, akhirnya spesies ikan baru dari Papua, Cirrhilabrus marinda dipublikasikan secara resmi pada pekan pertama Mei 2015. Publikasi itu baru pertama kali dilakukan oleh penemunya Mark Erdmann.

Menurut Mark Erdmann ikan ini ditemukan di Ayau, Raja Ampat oleh dirinya dan Gerry Allen.

“Sebenarnya ikan itu ditemukan pada bulan Oktober 2014, baru kemudian kami foto ikan ini, lalu kami bawa pulang untuk dilakukan penelitian dan membandingkannya dengan Cirrhilabrus condei yang memiliki kemiripan dengan ikan tersebut. Tapi setelah diteliti lebih seksama, ternyata sirip punggung ikan Cirrhilabrus condei lebih merah dan kurang tinggi termasuk dengan Cirrhilabrus condei yang dari Papua Nugini”, urai Erdmann.

Setelah dilakukan penelitian, akhirnya kedua ahli ini menyadari bahwa ikan temuan dari Ayau tersebut adalah spesies baru. Kemudian mereka langsung memutuskan untuk memberi nama Cirrhilabrus marinda, sebagai bentuk penghargaan bagi bupati Markus Wanma, serta wakil bupati Inda Arfan (marinda-red) dari Kabupaten Raja Ampat.

“Setelah kami menyadari bahwa ikan ini merupakan spesies baru, Februari 2015 lalu bersama masyarakat, kami melakukan penyelaman kembali di Ayau untuk mengambil beberapa spesimen untuk dideskripsikan lebih jauh,” tambah Erdmann.

Lalu hasilnya Cirrhilabrus marinda telah di publikasikan dan tercatat dalam “International Code of Zoological Nomenclature”, selain itu juga telah di publikasikan di jurnal international “Journal of the Ocean Science” pada tanggal 3 Mei 2015.

Erdmann sendiri merupakan seorang peneliti biologi laut, sekaligus Asia Pasifik Field Division – Vice President Marine Program dari Conservation International.

Menanggapi hasil temuan yang telah diakui secara internasional ini, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, di Waisai Raja Ampat menyatakan bahwa pemberian nama “marinda” bagi species baru ini merupakan tantangan besar bagi kedua pemimpin daerah tersebut dan masyarakat Raja Ampat secara keseluruhan untuk tetap menjaga Raja Ampat.

“Nama yang disandang ikan ini menuntut tanggungjawab besar dari kedua pemilik nama tersebut. Partisipasi dalam menjaga ketenaran keindahan alam serta ekosistem Raja Ampat haruslah tetap bisa dijaga, sekalipun nantinya sudah tidak memimpin lagi, karena itu butuh kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, antara pemimpin dan rakyatnya”, kata Susi Pudjiastuti.

Di sisi lain Ketut Sarjana Putra, Vice President Conservation International (CI) Indonesia justru menyoroti kurangnya ahli toksonomi Indonesia yang mampu membuat deskripsi ilmiah terhadap spesimen baru yang ditemukan, sehingga tidak heran bila pendiskripsian masih dilakukan secara kolaborasi.

Sementara itu menurut data dari CI Indonesia, Cirrhilabrus marinda merupakan jenis ikan “wrasse” (Family Labridae) yang di dalam kelompok disebutkan “fairy wrasse” karena kecantikannya. Memiliki ukuran panjang rata-rata 40 – 46 milimeter (mm), secara umum jantan lebih besar dibanding betina.

Sama seperti semua ikan wrasse lainnya, setiap individu C.marinda menetas dari telur sebagai betina, tapi saat mencapai ukuran panjang sekitar 40 mm, ikan ini berubah menjadi jantan dengan warna yang lebih menarik dan sirip lebih panjang. Sedangkan sebagai betina, C.marinda memiliki warna merah muda dengan garis kuning di bagian atas tubuhnya dan sebuah bintik hitam di ekor. Sedangkan jantan, bagian atas tubuhnya berwarna merah terang dan putih dibawah. Sirip punggung ikan ini lebih panjang dan hitam dengan garis kuning di bagian belakang, dengan ekor kuning dengan warna merah di tengah.

C.marinda hanya diketahui dari Kepulauan Ayau dan hanya suka terumbu karang yang tumbuh di laut bersih dan jernih, serta jauh dari pengaruh sungai dan sedimentasi. Bisa ditemui di kedalaman 25 hingga 40 meter dengan arus yang kuat untuk “menari” dan menarik perhatian betina. Selain itu ikan ini dapat ditemukan dalam kelompok 10 hingga 20 individu dan mampu berenang cepat melawan arus.

Menariknya dalam beberapa bulan terakhir ini C.marinda yang awalnya ditemukan di Ayau Raja Ampat, diketahui juga didapatkan dari Halmahera, Pulau Manus di PNG serta di Kepulauan Vanuatu. Jadi boleh dikatakan Cirrhilabrus marinda adalah “endemik Melanesia”. Niken Proboretno

Artikel Terkait :
Penyu Hijau Raja Ampat Rentan Punah
Raja Ampat Terancam Perburuan Hiu
Nelayan Sorong Makin Jauh Melaut

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.