Eksploitasi hutan di Siberut diawali dengan dikeluarkan nya Hak Pengusahaan Hutan kepada 6 perusahan besar untuk penebangan kayu di Mentawai. Empat primata endemik Mentawai, flora dan fauna lainnya, dan suku asli Siberut terancam punah.

BARISAN pohon-pohon bertajuk tinggi di hutan campuran memagari pantai Desa Saibi Samukop, Siberut Tengah, Pulau Siberut Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Laut di depannya biru kehijauan. Hutan itu berada 500 meter di belakang pantai yang berpasir putih. 

Pohon meranti tegak lurus menjulang setinggi 30 meter di selingi pohon-pohon lainnya seperti kruing, benuang, durian hutan, terap dan nangka hutan. Juga terdapat tanaman jenis palma, pandan dan rotan yang melilit di dahan pohon. Tumbuhan melekat di batang pohon.

Lantai hutan basah dan berlumpur. Semakin ke dalam, pohon-pohonnya semakin besar dan rapat. Seekor burung berbulu hitam dan kuning keemasan terbang ke dahan yang lebih tinggi. Sepasang burung elang terbang dari arah hutan ke arah pantai. Burung-burung lain hanya terdengar kicauannya.

“Kalau cuaca cerah, akan terdengar suara monyet mentawai, dan kadang mereka menampakkan diri di atas pohon durian, tetapi kalau hujan seperti sekarang mereka bersembunyi,” kata Rinto Robertus Sanene, warga Saibi Samukop, minggu lalu.

Siberut masih menyimpan  keragaman hayati flora dan faunanya. Yang paling menonjol adalah empat  jenis primata endemik Mentawai yang juga hidup di Siberut yaitu bokkoi (Macaca Pagensis), joja atau lutung mentawai (Presbytis potenziani siberu), bilou (Hylobates klosii), dan simakobu (Nasalis concolor siberu).

Semakin ke hulu Sungai Saibi hutannya semakin lebat dan pohon-pohonnya semakin rapat. Lebih banyak lagi pohon meranti, keruing, terentang, balam, bayur, medang, garau, nyatoh, terap, durian, rambutan hutan, dan beberapa pohon berkayu keras lainnya. 

Empat primata endemik dan beragam jenis burung akan semakin banyak dijumpai. Di Melewati muara Sungai Saibi tumbuh mangrove jenis  rhyzopora dan juga nipah.

Di kiri kanan sungai  tumbuh subur pohon sagu yang menjadi makanan pokok masyarakat. Di belakangnya ada ladang-ladang yang ditanami keladi, pisang, pinang dan di atas bukitnya dirimbuni oleh pohon  cengkeh. 

Pulau Siberut – 135 kilometer dari daratan Sumatera – adalah pulau terbesar di Kepulauan Mentawai yang terletak paling barat Indonesia bersama rangkaian pulau-pulau kecil lainnya yang memanjang di sebelah barat Pulau Sumatera. 

Rangkaian gugusan pulau tersebut terdiri dari 107 pulau kecil dan empat pulau utama yang berpenghuni, yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. 

Sejarah geologis Kepulaun Mentawai juga unik. Selama zaman Pleistocene atau Zaman Es, yaitu kira-kira satu juta hingga 10 ribu tahun silam, permukaan laut di kawasan Asia Tenggara lebih rendah 200 meter dari sekarang, daratan menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan benua Asia. 

Saat itu terjadi perpindahan bebas jenis-jenis binatang. Tidak heran kalau terdapat persamaan fauna di ketiga pulau besar tersebut. Pulau-pulau Kepulauan Mentawai tetap terpisah dari daratan Pulau Sumatera saat yang lain menyatu masa Pleistocene Tengah. 

Eksploitasi hutan sejak 1970

Kepulauan Mentawai diperkirakan merupakan pulau-pulau asli sejak 500 ribu tahun yang lalu yang membuat flora-faunanya terpelihara dari perubahan-perubahan evolusi dinamis seperti yang terjadi pada lempengan daratan Sunda lainnya seperti di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Keterpisahan ini menyebabkan Kepulauan Mentawai memiliki keunikan pada flora dan fauna yang menjadikan kepulauan ini kaya dengan keragaman hayati. 

Diperkirakan 65 persen dari binatang menyusui di Mentawai dan 14 macam burung adalah endemik, yang hanya ditemukan di Mentawai.Yang paling istimewa adalah empat primata endemik yaitu bokkoi (Macaca pagensis), joja atau lutung mentawai bilou dan simakobu Kekayaan hayati yang tidak ada duanya di dunia. 

Keunikan juga terlihat pada budaya Mentawai. Seperti sikerei, ahli tanaman obat di Mentawai yang bisa meramu tumbuhan obat. Kekayaan pengetahuan tanaman obat sikerei sangat banyak.

Sikerei menggunakan lebih 200 jenis tumbuhan obat yang diketahui khasiatnya, yang diambil di sekitar pemukiman dan di hutan. Karena keunikan alam dan budayanya, Pulau Siberut ditetapkan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO pada 1981.

Sayangnya eksploitasi hutan sudah lama terjadi di Siberut dan tiga pulau lainnya sejak 1970 lalu. Dimulai pada 1971 dengan dikeluarkannya Hak Pengusahaan Hutan  (HPH) kepada 6 perusahan besar untuk penebangan kayu di Mentawai. Empat diantaranya di Pulau Siberut. 

Eksploitasi hutan Siberut sempat terhenti pada 1992 setelah Pulau Siberut bagian barat ditetapkan sebagai Taman Nasional Siberut pada 1993 seluas 190.500 hektar. Pada saat itu ada program konservasi di Siberut dengan kucuran pinjaman dari Asian Development Bank sebesar 24,5 juta dolar Amerika Serikat untuk program selama 6 tahun hingga 1999 yang mensyaratkan penghentian eksploitasi hutan. 

Setelah program selesai pemerintah kembali mengeluarkan dua izin HPH besar di Siberut yaitu HPH PT Salaki Summa Sejahtera di Siberut Utara seluas 49.440 ha serta HPH Koperasi Andalas Madani milik Universitas Andalas seluas 49.650 ha. Pada 2007 HPH Koperasi Andalas Madani berhenti beroperasi dan kini yang masih aktif adalah HPH  Salaki Summa Sejahtera.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baru saja mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) untuk PT Biomass Andalan Energi  seluas 19.876,59 ha di Pulau Siberut pada Desember 2018.

Izin untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) ini hingga tahun 2051 di lahan bekas konsesi HPH Koperasi Andalan Madani.

Desa Saibi Samukop adalah salah satu desa yang masuk dalam konsesi Hutan Tanaman Industri PT Biomass Andalan Energi. Hutan lebat yang memagari Saibi akan berganti menjadi hutan tanaman industri.

Wilayah yang akan menjadi hutan tanaman industri berada di Kecamatan Siberut Tengah dan Siberut Utara yang meliputi 6 desa yang terdampak yaitu Desa Saibi Samukop, Cempungan, Sirilogui, Saliguma, Bojakan dan Sotboyak.

Bagaimana nasib hutan lebat penuh keragaman hayati Siberut ketika PT Biomass Andalan Energi menebang semua pohon-pohon besar dan kecil? Hilang sebagian tempat tinggal empat primata endemik Siberut itu. Hilang juga berbagai keragaman tanaman obat dan tumbuhan lainnya.

Tanah Siberut terkelupas ketika hujan turun karena tidak ada tajuk-tajuk tanaman melindunginya. Perlahan-lahan di tanah terbuka itu akan ditanam tiga jenis pohon cepat tumbuh. Ke mana binatang-binatang mencari makan dan ke mana sikerei mencari obat, ketika hutannya hilang diganti tanaman industri? 

Energi biomasa versus kekayaan flora-fauna

Direktur PT Biomass Andalan Energi  Syamsu Rizal Arbi mengatakan perusahaannya akan segera beroperasi di Siberut mulai awal tahun ini.

Pembukaan hutan tanaman industri ini bertujuan untuk menghasilkan kayu pertukangan dan bahan baku energi baru terbarukan dalam bentuk wood chips dan wood pellet yang akan menggantikan batu bara sebagai energi tidak bisa terbarukan. Wood pellet yang dihasilkan akan dipasarkan di dalam negeri sebagai bahan baku untuk pembangkit listrik tenaga biomasa.

“Kami mendukung program pemerintah dalam penyediaan energi baru terbarukan,  yang ramah lingkungan dan mengurangi pemanasan global,“ kata Syamsu Rizal Arbi.

Ia mengatakan, dari seluruh luas areal konsesi HTI, hanya seluas 9.356 hektar yang akan ditanami untuk hutan tanaman industri dengan kaliandra, gamal dan lamtoro. 

Selebihnya untuk areal buffer zone dengan kawasan Taman Nasional Siberut, DAS dan hutan lindung seluas 4.282 ha, pengelolaan sistem tebang pilih tanam jalur seluas 2.133 ha dan sisanya untuk keperluan lain, untuk jalan produksi dan base camp.

 “Hutannya yang ada di lokasi penanaman tanaman hutan tanaman industri akan di-land clearing secara bertahap, jadi tidak ada penggundulan besar-besaran. Kayunya bisa dimanfaatkan untuk pembuatan wood chips dan sebagian kayu gelondongan akan dijual untuk kebutuhan pertukangan, mungkin untuk Kawasan Ekonomi Khusus Mentawai yang akan segera dibangun di Siberut,” kata Syamsu Rizal Arbi, 9 April 2018.

PT Biomass Andalan Energi akan berinvestasi lebih Rp1 triliun di Siberut. Dalam dokumen Analisa Dampak Lingkungan Hidup-nya, PT Biomass Andalan Egergi pada tahun kedua akan membangun pembangkit listrik tenaga biomasa (PLTBm) dengan kapasitas 10 MW dan pabrik wood pellet di Siberut dengan kapasitas produksi 200.000 ton per tahun. 

“Pembangunan PLTBm ini untuk kebutuhan listrik pabrik dan juga untuk listrik masyarakat di sekitarnya,” kata Syamsu Rizal Arbi.

“Kami beroperasi di hutan produksi, dan izinnya ada, kalau ada dampak lingkungannya kami akan tanggulangi sesuai dengan kajian di Andal,” katanya.

Ahli primata Mentawai Rizaldi  dari Jurusan Biologi Universitas Andalas, Padang, mengatakan pembukaan hutan tanaman industri akan mengubah rona lingkungan di Siberut.

“Bila hutannya ditebang, diganti hutan tanaman industi sudah pasti kekayaan hutan Siberut di lokasi itu hilang, keragaman hayati Siberut yang tidak ternilai akan hilang, termasuk empat priamata endemik Mentawai yang hidup di sana ya habis semua, tidak ada harapan untuk hidup di sana,” kata Rizaldi.

Keempat primata endemik itu menurutnya sangat terkait erat dengan hutan yang menjadi habitatnya. Mereka hidup di atas pohon, dan makan dari berbagai jenis tumbuhan di hutan dari daun hingga buah.

“Dua spesies primata utama yg paling kena dampak adalah bilou dan simakobu, selanjutnya berurutan joja dan bokoi. Bilou sangat tergantung pada tegakan pohon, karena tidak pernah turun ke lantai hutan seperti tiga primata lainnya. Kalau tegakan hutan dibuka, akan menghambatnya untuk berpindah ke pohon lain mencari makanan. Sementara simakobu semakin mudah diburu,”

Ia mengingatkan kalau pengelolaan pulau-pulau kecil di Mentawai harus berhati-hati karena semakin kecil pulaunya akan semakin rentan. Kepulauan Mentawai adalah daerah terkecil dan terendemik di dunia, karena untuk ukuran pulau-pulau yang kecil memiliki empat primata endemik.

“Kalau primata itu habis ya punah, tidak bisa kita ketemukan lagi di belahan dunia lain,” kata Rizaldi. 

Direktur Yayasan Citra Mandiri Mentawai Rifai Lubis menuding masuknya HTI ini lebih banyak untuk mengincar kayu yang masih banyak tumbuh. 

“Ini bukan menghutankan, tetapi membabat hutan yang ada,” kata Rifai Lubis. 

Ia mengatakan sebagai pulau yang muda Siberut adalah pulau yang rapuh, tidak ada batuan sehingga sedikit saja kerusakan lingkungan di Siberut akan merusak daur hidrologi. Bila kelestarian lingkungan di Siberut rusak, kelestarian budaya Mentawai juga akan rusak karena semua prosesi budaya terkait dengan hutan.

Pengurangan tutupan hutan di Pulau Siberut untuk perkebunan monokultur hutan tanaman industri akan mempertinggi risiko bencana banjir sebab ada wilayah tiga sungai yang masuk dalam lokasi HTI.

“Banjir telah menjadi bencana rutin di Pulau Siberut termasuk di Saibi, di mana sungai-sungai yang meluap merupakan sungai-sungai yang daerah hulu dan daerah tangkapan airnya telah mengalami eksploitasi logging pada kurun waktu yang belum terlalu lama,” kata Rifai.

“Dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap ekologi di Pulau Siberut dan terhadap masyarakat, kami meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mesti mencabut  IUPHHK-HTI PT Biomass Andalan Energi,” lanjutnya.

Masyarakat masih awam tentang HTI

Warga Desa Saibi Samkop, yang akan terdampak oleh aktivitas PT Biomass Andalan Energi, mengatakan belum banyak tahu tentang rencana HTI, ketika diwawancara 4 April 2019 lalu.

“Pernah datang warga kita juga di Saibi juga yang mewakili perusahaan untuk sosialisasi tentang rencana hutan tanaman industri yang akan dibuka di sini. Pihak perusahaan menjanjikan akan memberi bantuan bibit untuk warga, bantuan beasiswa dan akan membuka tenaga kerja, serta ganti rugi untuk tanaman yang terkena HTI,” kata Binsar Saririka, Kepala Desa Saibi Samukop.

Ia mengatakan, untuk tanaman  HTI ini menurut perusahaan akan ditanam di areal kosong di Saibi. Hutan-hutan lebat di sepanjang pantai di Saibi juga akan ditebang dan ditanami tanaman HTI oleh perusahaan.

“Di sini areal kosong itu hampir tidak ada, semunya jadi kebun masyarakat, ada cegkeh, pinang, sagu, keladi, pisanng, kalau hutan di sepanjang pantai itu dalam aturannya juga tidak untuk ditebang, karena untuk kawasan penyangga pantai yang rawan tsunami, jadi saya juga bingung ini,” kata Binsar.

Ia berharap pemerintah memberi kejelasan tentang hutan tanaman industri serta apa dampaknya kepada masyarakat.

“Jangan kami dibiarkan saja langsung berhadapan dengan perusahaan, di sisi lain perusahaan itu sudah dapat izin dari Menteri Lingkungan dan Kehutanan dan berada dalam hutan produksi,” kata Binsar.

Warga Saibi lainnya Melki Sanene, Kepala Suku Sanene, mengatakan sukunya pemilik tanah terluas di lokasi areal hutan tanaman industri di Saibi dan walaupun berada di hutan produksi namun sudah dimiliki suku nya sejar dulu.

“Lebih dulu tanah itu milik kami yang diatur secara adat oleh nenek moyang kami ratusan tahun lalu, dan akan diwariskan ke generasi yang akan datang,” katanya di Saibi.

Ia mengatakan rencana perusahaan hutan tanaman industri  yang akan beroperasi itu sangat kejam, karena mengambil hutan, tanah dan merampas lahan untuk kehidupan masyarakat.

 “Hidup kami masyarakat  Mentawai itu dari  tanah hutan, diwariskan untuk diolah turun temurun, setiap generasi tentu butuh lahan untuk mereka hidup. Di Mentawai, satu-satunya kekayaan itu adalah tanah. Karena sumber apa pun yang kita lakukan itu hidupnya di tanah,” lanjut Melki.

Wewenang gubernur dan KLHK

Rencana hutan tanaman industri  ini bagi Melki Sanene seperti mimpi buruk lama yang kembali hadir: masuknya perusahaan kayu ke tanah mereka. 

Pemerintah Kepulauan Mentawai pernah menyurati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena mengeluarkan SK tentang peta dan arahan pemanfaatan hutan di Siberut untuk Hutan Tanaman Industri pada 29 Mei 2015.

Surat Bupati Kepulauan Mentawai Yudas Sabagalet kepada Kementerian LHK itu memohon peninjauan ulang peta arahan pemanfaatan hutan produksi di Siberut sebagai hutan tanaman industri.

Dalam surat itu Yudas Sabagalet menuliskan kebijakan mengalokasikan hutan tanaman industri di Pulau Siberut sangat bertentangan dengan upaya mitigasi perubahan iklim. Apalagi Pulau Siberut telah dicanangkan sebagai salah satu Cagar Biosfer oleh UNESCO. Selain itu beberapa tahun terakhir wilayah Siberut sering mengalami banjir bandang akibat tingginya curah hujan dan kondisi DAS dengan sungai yang banyak dan berbelok-belok.

Wakil Bupati Mentawai Kortanius Sabeleake mengatakan walaupun sebelumnya Bupati Mentawi sudah menolak kehadiran hutan tanaman industri PT Biomasa Andalan Energi di Siberut tetapi Pemerintah Kepulauan Mentawai tidak bisa berbuat apa-apa karena kawasan konsensi hutan tanaman industri  itu berada dalam hutan produksi dan menjadi kewenangan Gubernur Sumatera Barat dan Menteri KLHK.

“Sampai sekarang kami tetap menolak. Tetapi apa kewenangan kami? Ada otonomi daerah, tapi kewenangan tidak ada lagi pada kita, tanah di Mentawai 85 persen adalah hutan Negara, kewenangannya ada pada gubernur dan menteri,” kata Kortanius.

Ahli konservasi pesisir dan kelautan Laut dari Universitas Bung Hatta, Harfiandri Damanhuri mengatakan hutan tanaman industri juga akan berdampak ke perairan laut di Siberut karena berada di sebagian pantai di Desa Saibi. 

“Dalam pembukaan lahan untuk HTI mulai dari penebangan, kalau itu di-land clearing akan ada pembukaan lahan, buldoser, pendataran lahan, ada penimbunan, ini akan meningkatkan sedimentasi ke Sungai Saibi, akan mengendap di sungai, akan terbawa ke laut dan ini akan mematikan karang karena sedimen itu akan menutup polip karang,” kata Harfiandri.

Akibatnya terumbu karang akan mati karena tidak bisa berfotosintesa karena tertutup dari sinar matahahari akibat tingginya sedimentasi. Kematian karang juga mengakibatkan ekosistemnya mati dan ikan-ikan juga akan mati. 

“Pengaruh sedimentasi tinggi itu akan menggangu siklus rantai makanan di kawasan yang terdampak, mulai dari produktifitas fitoplanton yang akan terkait dengan makanan ikan kecil,” kataya.

Ia mengatakan, perairan Saibi adalah daerah yang kaya dan produktifitas perairannya tinggi. Menjadi zona perikanan tangkap demersal (ikan-ikan dasar) dan ikan pelagis, ikan permukaan. 

Di pantai Saibi juga terdapat kawasan lindung vegetasi mangrove. Ia mengingatkan, hutan di Kepulauan Mentawai dengan kelembaban tinggi dan kandungangan air yang tinggi juga berfungsi untuk menstabilkan suhu di daratan Sumatera. 

Pertanyaannya: apakah sebanding dan etis, mengorbankan kekayaan keragaman hayati Siberut untuk energi terbarukan biomasa kayu?

Bukan empat primata endemik Siberut atau siekerei yang harus menjawab pertanyaan itu. PT Biomass Andalan Energi dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang harus menjawab dengan penuh kejujuran.

Liputan ini di danai program fellowship yang dilaksanakan atas kerjasama antara Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), Conservation International Indonesia dan Kedutaan Besar Amerika Serikat, dan pertama kali terbit di Beritagar.id pada tanggal 23 April 2019.

About the writer

Febrianti

Febrianti is a journalist who lives in Padang, West Sumatra. Currently, Febrianti is a contributor for Tempo in West Sumatra and the Editor-in-Chief of an online environmental and travel site, Jurnalistravel.Com....

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.