Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang membahas peegalan kembali sejumlah alat tangkap yang sebelumnya dilarang. Salah satunya, adalah cantrang. Asosiasi nelayan menilai pembahasan ini janggal dan tidak melibatkan nelayan tradisional dan skala kecil yang akan sangat terdampak oleh kebijakan ini.

Oleh May Rahmadi

Kritik keras muncul kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Edhy Prabowo menyusul rencana pelegalan alat tangkap ikan, yang sebelumnya ilegal ketika Susi Pudjiastuti masih menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.

Alat tangkap ikan yang bakal diperbolehkan itu adalah:

  1. Cantrang
  2. Pukat cincin pelagit kecil dengan dua kapal
  3. Pukat cincin pelagit besar dengan dua kapal
  4. Payang
  5. Pukat hela dasar udang
  6. Pancing berjoran
  7. Pancing cumi mekanis (squid jigging)
  8. Huhate mekanis

Ini merupakan tindak lanjut dari kajian Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan. Melalui Forum Konsultasi Publik yang terdiri dari penasihat menteri, perwakilan pengusaha, dan beberapa perwakilan nelayan, pada Selasa (9/6).

Pemerintah menyampaikan pelegalan tersebut dengan cara merevisi Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.71/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI.

Ketua Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) yang juga Ketua Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN) Sutrisno menilai, forum tersebut aneh karena dilaksanakan di masa pandemi Covid-19. Bahkan, pelaksanaannya tidak melibatkan nelayan tradisional dan nelayan skala kecil.

“Pada saat yang sama, nelayan-nelayan di Indonesia tak dilibatkan. Kebijakan ini sebenarnya jelas bukan untuk nelayan tradisional dan nelayan skala kecil,” kata Sutrisno, Rabu (10/6).

Karena itu, pembahasan revisi Permen No. 2 Tahun 2015 dan Permen No. 71 Tahun 2016 yang akan memberikan izin kapal-kapal cantrang di perairan Indonesia, menurut Sutrisno, adalah cacat secara prosedur. Selain itu, secara substansi, pemberian izin akan alat tangkap ikan yang sebelumnya ilegal ini akan bermasalah.

“Akan menghancurkan masa depan sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” katanya.

Nelayan perikanan tangkap di laut menurut propinsi untuk tahun 2012-2016. Sumber: Laporan Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2018 Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sutrisno menjelaskan, penggunaan cantrang akan mengeruk seluruh sumber daya kelautan dan perikanan. Sebab, cantrang bakal mengakibatkan overfishing, menghancurkan terumbu karang, merusak ekosistem dan biota laut, dan membuat nelayan kecil kesulitan menangkap ikan.

Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Trian Yunanda dalam forum tersebut berdalih, upaya legalisasi delapan alat tangkap ilegal itu bermaksud untuk pengendalian alat tangkap. Nantinya, ada standar yang ditetapkan untuk penggunaan alat tangkap tersebut.

“Tentunya ada standar SNI yang ditetapkan, memenuhi standar keramahan lingkungan. Nanti dengan pengaturan-pengaturan, kuota, dan termasuk pengawasannya kita bisa kendalikan semuanya,” kata Trian.

Trian menyebut, selama ini, cantrang dianggap merusak terumbu karang. Namun dia memandang, itu tidak benar. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan pengalamannya ikut mobilisasi kapal bercantrang di Natuna Utara.

“Orang bilang cantrang merusak. Malah cantrang hasil tangkapannya agak sulit di sana. Itu terpengaruh dengan arus yang kuat. Ini membuktikan cantrang itu beda karakteristiknya dengan trawl,” kata dia.

Menurut Manajer Program Kelautan EcoNusa Wiro Winardi, cantrang memang tidak efektif untuk menangkap ikan di Natuna Utara. Itu karena karakteristik lautnya. Di sana, lautnya sangat dalam sehingga penangkapan ikan menggunakan cantrang bukanlah hal tepat.

Namun, dia menegaskan, kapal yang menggunakan cantrang itu bisa jadi beroperasi di tempat lain. Ini yang perlu diperhatikan.

“Apakah KKP bisa memastikan cantrang itu tidak digunakan di tempat lain?” kata Wiro kepada Ekuatorial. “Bagaimana bentuk pengawasannya?”

Penyusunan aturan pelegalan delapan alat tangkap ikan terlarang termasuk cantrang itu, KKP mengklaim, telah melalui hasil kajian karakteristik alat untuk menangkap ikan dan sifat alat-alat tangkap tersebut. Nantinya, jika aturan tersebut sudah terbit, kapal-kapal dengan alat penangkap ikan yang dimaksud bisa segera beroperasi di laut.

Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati, rencana pemberian izin kepada kapal-kapal cantrang yang dilakukan KKP menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada pengusaha kapal bercantrang.

Susan memandang, pemberian izin itu bakal mendorong konflik antara kapal-kapal besar di atas 10 GT (Gross Tonnage) dengan kapal-kapal nelayan tradisional dan nelayan skala kecil dengan ukuran di bawah 10 GT.

“Jika KKP sudah tak berpihak kepada nelayan tradisional dan nelayan skala kecil, lebih baik KKP dibubarkan,” kata dia. “Kebijakan KKP ini akan memantik konflik antara nelayan tradisional dan skala kecil sebagai rights holder laut dan perairan di Indonesia, dengan para pengusaha pemilik kapal cantrang. Ini adalah kebijakan yang sangat berbahaya.”

Jumlah perahu/kapal perikanan laut menurut kategori dan ukuran kapal untuk tahun 2012-2016. Hingga 2016, jumlah kapal berukuran <5 GT masih yang tertinggi, yaitu 115.814, diikuti dengan jumlah kapal 5-19 GT sebanyak 35.988. Sumber: Laporan Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2018 Kementerian Kelautan dan Perikanan

Rencana kebijakan tersebut, menurut Susan, juga akan membuka kembali praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Dia menyoroti kapal-kapal besar, khususnya di atas 200 GT yang akan diizinkan KKP.

“Ini adalah pintu masuk praktik IUU Fishing dan eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia. Dampaknya jelas, nelayan tradisional dan nelayan skala kecil akan kehilangan ruang perairannya,” kata Susan.

Itu sebabnya, Susan mendesak KKP membatalkan rencana pemberian izin kapal-kapal cantrang karena akan merugikan jutaan rumah tangga perikanan di Indonesia. “Demi keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan serta kehidupan jutaan nelayan tradisional dan nelayan skala kecil, kebijakan pemberian izin untuk kapal cantrang harus dibatalkan,” kata dia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan sebelumnya mengukuhkan pelarangan cantrang dan tujuh alat tangkap lainnya kala Susi Pudjiastuti masih menjabat sebagai menteri. Waktu itu, Susi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.

Menurut Susi, cantrang dan tujuh alat tangkap lainnya itu membahayakan ekosistem laut. Sebab, semuanya akan menjaring seluruh biota laut tanpa terkecuali bahkan merusak terumbu karang. Dengan dua peraturan yang dibuat Susi tadi, dia ingin mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggungjawab, optimal, dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.

Sebenarnya, penggunaan alat tangkap serupa cantrang sudah dilarang sejak masa Orde Baru. Pemerintah Orde Baru mengeluarkan Kepres No.39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Isinya, melarang penggunaaan alat tangkap trawls secara bertahap, di hampir seluruh wilayah Indonesia. Alat tangkap menjadi persoalan serius, khususnya bagi nelayan skala kecil pada masa itu, karena nelayan kecil tidak mampu berkompetisi dengan kapal-kapal trawls yang mana adalah usaha skala besar. Ekuatorial.

Distribusi sebaran produksi perikanan Indonesia menurut propinsi dan sub sektor perikanan tahun 2017. Sumber: Laporan Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2018 Kementerian Kelautan dan Perikanan
There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.