m.islah (kiri)- sudaryono KLH (tengah)

Jakarta, Ekuatorial — Isu kekeringan di Pulau Jawa sudah ramai dilaporkan, krisis air bersih pun menjadi isu yang kian terdengar. Sementara itu, Kota Batu, Malang, Jawa Timur, sedang terancam mata airnya sebagai sumber air bersih utama oleh pembangunan Hotel The Rayja. Walikota Kota Batu sudah mengeluarkan surat perintah, Kementerian Lingkungan Hidup-KLH pun telah mengeluarkan surat rekomendasi penghentian pembangunan dan perintah pengkajian Analisis Dampak Lingkungan-AMDAL, namun pihak hotel membangkang dan melanjutkan pembangunan.

Sejak 2011 Kota Batu khususnya desa Bulukerto, Bumiaji, Pandan Rejo, dan Sidomulyo di Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Batu, telah tiga tahun melakukan penolakan pembangunan Hotel The Rayja. Pembangunan Hotel milik PT. Panggon Sarkarya Sukses Mandiri itu mengancam sumber air Gemulo yang menjadi satu-satunya sumber air yang digunakan di empat desa dengan lebih dari 1500 keluarga.

“Masalah utamanya ada dua, pertama sumber daya air yang sudah kritis. Hak atas air yang semakin langka kerap memicu konflik. Kedua, proses AMDAL tidak jelas, KLH pun sudah minta aktivitas di-pending, tapi malah dicuekin. Terjadi pembangkangan oleh koporasi,” ujar Muhammad Islah, campaigner pangan dan air Walhi di Konferensi Pers Penyelamatan Lingkungan Kota Batu di Kantor Walhi Jakarta Selatan (24/9).

Pembangunan Hotel The Rayja telah melanggar PP No. 38 Tahun 2011 dan Kepres No. 32 Tahun 1990 yang menjelaskan bahwa jari-jari mata air sebagai Kawasan Lindung minimal 200 m, sedangkan jarak pembangunan hotel ke mata air Gemulo 150 m. Universitas Brawijaya pun telah diminta melakukan penelitian Konservasi Mata Air Gemulo, hasilnya menunjukkan bahwa pembangunan dapat dilakukan asal tidak menggali lebih dari 5 m terkait dengan akuifer yang terdapat pada kedalaman itu. Akuifer yang telah terganggu akan memutus jaringan sumber air bersih ke area di bawahnya. Namun, sebagian pembangunan hotel yang telah dilaksanakan menunjukkan kedalaman galian lebih dari 5 m.

Walhi juga menduga ijin pembangunan Hotel The Rayja (IMB) terdapat indikasi mal administrasi seperti salah tanda tangan, perbedaan luasan area, dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang sampai adanya indikasi pemalsuan surat dan tindak pidana lingkungan hidup karena izin dikeluarkan tanpa adanya dokumen lingkungan. Selain itu, telah keluar dua IMB pada waktu yang berbeda namun tidak saling menghapuskan.

“Kalau hotel sudah jadi, nanti satu hari akan mengambil air sejumlah air yang dikonsumsi empat desa. Selain itu, kami mencurigai ijin yang dikeluarkan ada nuansa korupsi dan hubungan dengan antek politik,” ujar Muhnur Satyahaprabu, Manajer Pembelaan Hukum Walhi, sembari menunjukkan dokumen-dokumen bukti yang menjadi dasar kecurigaannya.

Berdasarkan hal-hal itu, surat rekomendasi pun telah dikeluarkan oleh KLH pada 28 Agustus 2013 yang lalu untuk mendorong walikota bertindak, walaupun walikota telah mengeluarkan surat peringatan juga sebelumnya pada 21 Juni 2012, namun pembangunan terus berjalan. Pihak KLH sangat menyayangkan Walikota Batu untuk tidak melaksanakan perintah secara tegas terhadap perusahaan. Pihak KLH juga memerintahkan waikota untuk mendorong  pemilik hotel untuk melaksanakan AMDAL, saat pembangunan dihentikan.

“Kami akan tunggu satu bulan, memberi walikota kesempatan untuk bertindak tegas. Setelah itu, tanggal 28 Septermber kami akan menyurati walikota mengenai surat rekomendasi 28 Agustus yang lalu. Jika setelah itu tidak ada tindak tegas juga, baru secondhand enforcement, menurunkan tindakan langsung dari Jakarta,” jelas Sudaryono, Deputi V Bidang Penataan Hukum Lingkungan KLH, saat ditanya apa rencana KLH selanjutnya. (Ratih Rimayanti)

Foto: Ratih Rimayanti

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.