Demikian dikemukakan Deputi bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Arief Yuwono, dalam rapat koordinasi Program Adaptasi Perubahan Iklim di Hotel JW Marriot Jakarta, Senin (26/5). Menurut Arief, selama ini implementasi keduanya masih berlangsung terpisah.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa kejadian bencana selama kurun waktu 1982-2012 didominasi banjir (4.121 kejadian), tanah longsor (1.983), puting beliung (1.903), dan kekeringan (1.414). Adapun bencana seperti banjir terjadi karena curah hujan ekstrem dalam waktu singkat, akibat terjadi ganguan cuaca. Fenomena perubahan iklim juga menimbulkan masa kekeringan yang lebih panjang.
Lebih lanjut, Arief mengatakan apabila langkah adaptasi perubahan iklim bisa disatukan dengan penanggulangan bencana saat perencanaan pembangunan maka anggaran pelaksanaan juga lebih efisien. Penyatuan tersebut juga akan menguatkan kerjasama antarsektor dalam implementasi Rencana Aksi Nasional untuk Adaptasi Perubahan Iklim. “Keduanya bisa berjalan bersama-sama, tidak terpisah dan terkesan terkotak-kotak.”
Kementrian Lingkungan Hidup yang bertemu dengan BNPB, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Kementrian Pekerjaan Umum, dan United Nations Development Programme, menyebutkan ada tiga aspek utama yang menjadi titik berat penyatuan langkah adaptasi perubahan iklim dan penanggulangan bencana. Yakni teridentifikasinya peluang dan tantangan dalam penyatuan adaptasi dan penanggulangan bencana, teridentifikasi area yang menjadi fokus utama, dan terbentuk peta jalan untuk penyusunan kerangka kerja. Januar Hakam.