Rare Indonesia menyatakan mereka telah berhasil mendorong perubahan perilaku nelayan untuk mendukung perikanan berkelanjutan di Indonesia. Caranya, dengan mempromosikan zona larang tangkap. Program ini berjalan atas kerjasama yang berkesinambungan dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan beberapa lembaga lainnya.

Program yang disebut Pride itu telah dilakukan sejak 2001 oleh Rare Indonesia dan para mitranya. Untuk isu perikanan berkelanjutan, Rare sudah bekerja bersama mitra di enam kawasan Taman Nasional (TN), satu Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN), dan sembilan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Program Pride babak kelima ini dilakukan di 12 kawasan konservasi perairan di Indonesia dengan 38 daerah sasaran seluas 110.276 hektar.

“Dari pendataan pasca kampanye, rata-rata peningkatan perubahan perilaku nelayan di keduabelas lokasi meningkat 34 poin persentase, atau naik dari 31 persen menjadi 65 persen. Mereka sudah mematuhi zona larang tangkap,” ujar Wakil Presiden Rare Indonesia, Taufiq Alimi pada perayaan Program Pride di Hotel Aryaduta, Jakarta (26/6).

Zona larang tangkap umumnya sudah diatur dalam kebijakan zonasi masing-masing wilayah konservasi di bawah koordinasi Kemenhut, misalnya Balai Taman Nasional. Namun, kesadaran masyarakat untuk menaatinya dirasa masih perlu dorongan. Disitulah Rare berperan untuk memberikan pemahaman pada masyarakat yang hidupnya bergantung pada laut untuk sadar mengenai perikanan berkelanjutan. Menetapkan zona larang tangkap misalnya dilakukan dengan pemasangan tanda batas, membuat peraturan di kampung nelayan, mendirikan koperasi kredit, dan mengoptimalkan fungsi kelompok masyarakat pengawas.

Kepala Balai TN Komodo Sustyo Iriyono, yang juga hadir mengakui bahwa taman nasional merasa sangat terbantu oleh adanya Program Pride dari Rare. “Program itu sangat membantu. Taman Nasional sudah tetapkan ruang-ruang, mana yang untuk wisata, permukiman, pemanfaatan, penelitian, dan perlindungan. Namun, kemudian kan butuh kesadaran dari masyarakat. Itulah peranan Rare untuk mempercepat pemahaman masyarakat melalui pembinaan dan penyuluhan bersama TN,” terang Sustyo pada Ekuatorial (27/6).

Keberhasilan lainnya disebutkan oleh Taufiq Alimi seperti di Marimabuk dan Tolandono di Pulau Tomia Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara. Kini tidak ada nelayan yang memancing di zona larang tangkap dari yang semula dijumpai enam kapal nelayan per hari. Jumlah ikan kakap merah (Lutjanus gibbus) juga mengalami peningkatan sebanyak 52 persen. Demikian pula di Yaan, Kawasan Konservasi Perairan Daerah Misool, Raja Ampat, Papua Barat, dimana biomassa ikan di zona larang tangkap meningkat sebanyak 100 persen. Ratih Rimayanti

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.