Jakarta, Ekuatorial – Dinilai merusak lingkungan dan tidak memiliki Amdal, Komunitas Ciliwung Condet (KCC) menggugat proyek pembetonan Sungai Ciliwung ke Pengadilan Tata Usaha Negara, di Jakarta.

Komunitas Ciliwung Condet (KCC) menggugat Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 365 Tahun 2014, Joko Widodo tentang penetapan lokasi untuk normalisasi Ciliwung dari Jalan TB Simatupang sampai dengan Kampung Melayu. Mereka mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada tanggal 9 Juli 2014.

Proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang dilakukan di sepanjang 19 km mulai dari Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan sampai dengan Manggarai, Jakarta Timur, akan dilakukan pengerukan pelebaran sungai dan pembangunan turap beton di sisi kanan-kiri bantaran sungai. Proyek yang telah dimulai pada desember 2013 silam ini ditaksir akan menelan biaya 5,8 Triliun rupiah.

Lebih parahnya, proyek yang diprakarsai Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan pemerintah daerah Jakarta yang telah berjalan itu tanpa mengantungi izin AMDAL. Berdasarkan informasi yang diterima, Dinas PU dan BPLHD Jakarta mengatakan bahwa proses AMDAL proyek betonisasi ini masih dalam rancangan. Artinya proyek ini berjalan tanpa legalitas AMDAL.

“Hal ini sungguh meresahkan, AMDAL dan administrasinya belum selesai tapi proyeknya sudah berjalan,” ujar Istohari Sukur, Kuasa Hukum KCC saat dihubungi Ekuatorial, Kamis (21/8). Ia dan komunitasnya menginginkan proyek itu dibatalkan karena akan memberi dampak terhadap ekosistem dan sosial warga di sekitar bantaran sungai Ciliwung.

Proyek normalisasi Sungai Ciliwung dengan betonisasi dinilai bukan merupakan langkah yang tepat dalam pengendalian banjir di Jakarta. KCC menyebut proyek tersebut malahan mempercepat terjadinya banjir di Jakarta dan menimbulkan berbagai permasalahan baru. “Proyek ini tidak tepat untuk pengendalian banjir, tapi ini akan memindahkan banjir,” tambahnya.

Lebih lanjut ia menerangkan proyek betonisasi Sungai Ciliwung kali ini berbeda dengan pembetonan aliran Ciliwung Lama yang mempunyai kontur lebih landai. Turap betonisasi kali ini memiliki kontur yang lebih curam. “Dengan proyek betonisasi ini laju air menjadi semakin cepat dan justru membuat banjir datang lebih cepat di daerah hilir,” ungkap Istohari.

Sementara itu, Abdul Kodir Ketua KCC mengatakan bahwa wilayah Condet telah ditetapkan sebagai wilayah Cagar Budaya dan kawasan buah-buahan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia menilai dengan adanya proyek ini, kegiatan masyarakat yang memanfaatkan wilayah bantaran sungai dalam kesehariannya akan merasakan dampaknya. “Ekosistem sudah dipastikan akan berubah jika proyek ini berjalan. Keanekaragaman hayati di Ciliwung bisa jadi akan punah, dan budaya masyarakat Condet juga akan hilang,” ujar Ketua KCC yang berdiri sejak tahun 1990-an itu.

Ia juga mengatakan pembangunan proyek ini juga akan mengancam area hijau sepanjang TB Simatupang – Manggarai yang masih di dominasi kebun-kebun warga dan mengganggu proses resapan air.

Sampai berita ini dibuat, gerakan melalui petisi sudah ditandatangani oleh 484 orang yang mendukung agar proyek ini dihentikan. Sementara itu proses gugatan sudah memasuki sidang kelima. Pada proses selanjutnya, agenda persidangan akan menghadirkan keterangan saksi ahli untuk memberikan keterangan terkait dampak yang ditimbulkan akibat proyek ini, yaitu pada 27 agustus mendatang. Januar Hakam.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.