Bandar Lampung, Ekuatorial – Pembuatan kompos dan arang berikat menjadi salah satu cara untuk mengurangi kebakaran hutan. Pelebaran dan pembakaran lahan bisa dikurangi, karena kompos mampu meningkatkan produksi tanaman perkebunan yang sudah ada sebelumnya.

“Kelompok tani masyarakat kami beri pelatihan bagaimana menanggulangi sedini mungkin kebakaran hutan. Salah satu kegiatannya adalah membuat kompos dan arang berikat,” ujar Dumanika Gultom, Koordinator Kebakaran Hutan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung, Rabu (10/9).

Lebih lanjut ia mengatakan kelompok yang terus berkelanjutan membuat kompos dan arang berikat ada di Desa Sukapura, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat.

“Kompos yang mereka produksi sudah dimanfaatkan untuk pemupukan tanaman kopi, yang mana kopi organik yang dihasilkan mampu meningkatkan nilai jual,” katanya.

Dengan nilai jual yang tinggi, maka petani akan mengurungkan niat untuk melebarkan lahan, dan melakukan pembakaran hutan. Sekarang ini sudah ada 12 kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) di Lampung dengan masing-masing kelompok terdiri atas 30 warga. Mereka tersebar di Kabupaten Tulangbawang, Lampung Barat, Lampung Utara, Pesawaran, Waykanan, Lampung Selatan, Tulangbawang Barat, Tanggamus, Pesawaran, Lampung Tenggah dan Lampung Timur.

“Kami lebih menitikberatkan bahwa peningkatan produksi kopi dapat dicapai melalui kompos tidak perlu melebarkan lahan,” tambah Duma menjelaskan.

Iyan Nurdiansyah (29) petani kopi di Desa Sapukura, Lampung Barat menjelaskan bahan baku kompos banyak didapat dari kotoran ternak dan sampah perkebunan.

“Mulanya warga enggan membuat kompos tapi karena seringnya sosialisasi menjaga hutan dan nilai ekonomis yang terkandung melalui kompos, lambat laun petani mulai beralih dari pupuk kimia ke kompos,” terang Iyan, ketua kelompok MPA di Lampung Barat ini.

Sosialisasi dan uji coba mulai dijalankan sejak tahun 2010 dan ternyata, dari kompos justru hasil produksi kopi warga meningkat. “Semula satu karung hanya memiliki bobot 12 kilogram kopi kering, sekarang sejak menggunakan kompos bobot kopi kering meningkat menjadi 15 kilogram,” ujar dia.

Apalagi sekarang negara tujuan ekspor menerapkan standar kualitas kopi tak hanya kadar air dan rendemen, tapi sekarang juga berlaku residu kimia. “Negara Jepang sebelumnya menutup ekspor kopi dari Indonesia lantaran tingginya residu kimia yang terkandung dalam kopi yang diproduksi Lampung, sekarang mereka membuka akses itu terbuka lagi,” kata dia.

Kini, kualitas kopi Lampung Barat cukup bergengsi. Setiap tahunnya terus mengalami peningkatan harga jual karena memiliki kualitas yang terbaik dibandingkan hasil produksi kopi daerah lainnya di Indonesia. Namun sayang pupuk organik yang dihasilkan saat ini belum dipasarkan secara maksimal, kompos yang diproduksi masih digunakan perkebunan pribadi pribadi lantaran keterbatasan alat yang mereka miliki. “Kami masih terkendala dengan mesin pencacah rumput yang belum kami miliki,” keluhnya.

Sejauh ini tercatat dari Bulan Januari sampai September ditemukan 161 titik api yang tersebar di seluruh hutan dan perkebunan di Lampung. Sedangkan untuk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNNBS) hanya ditemukan dua titik api. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.