Bandarlampung, Ekuatorial – Peneliti dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di provinsi Lampung berhasil mengatasi ketersediaan cadangan air dengan menggalakkan program lubang resapan biopori.

“Sejak tahun 2012, kami membuat proyek percontohan sebanyak 20 ribu lubang resapan biopori, di Kelurahan Langkapura. Daerah ini adalah salah satu penyerapan air hutan di Kota Bandarlampung,” kata Direktur LSM Mitra Bentala Bandarlampung, Mashabi, Selasa (14/10).

Proyek tersebut berjalan dengan melibatkan pemerintah setempat. Warga Langkapura setiap hendak mengurus administrasi kependudukan, mereka harus memenuhi syarat pembuatan lubang biopori, minimal lima titik di sekeliling rumahnya.

Kini program itu telah berkembang di empat kecamatan lainnya di Kota Bandarlampung seperti Kemiling, Tanjungkarang Pusat, Kedaton dan Tanjungsenang dengan target lubang biopori 100 ribu titik.

Dari hasil uji coba di Kelurahan Langkapura, Bandarlampung kajian awal sumur rumah warga mengandung bakteri koli yang cukup tinggi, namun setelah dibuatkan lubang biopori bakteri tersebut mulai terurai.

Demikian pula dengan debit air, sebelum berlangsung proyek biopori debit air menurun setelah dua bulan mengalami kekeringan, namun di tahun berbeda pada bulan yang sama justru debit air tetap stabil.

Menurut peneliti dari Universitas Lampung (Unila) setiap tahun terjadi penurunan permukaan air tanah sedalam 20 centimeter (cm).

“Penelitian itu saya lakukan sejak tahun 2002, bayangkan jika sejak saat itu sudah terjadi penurunan 20 cm, artinya sampai saat ini sudah terjadi penurunan permukaan air sedalam 2 meter dan itu berdampak pada ketersediaan air mulai berkurang,” kata M Zen Kadir, peneliti pemetaan dan pengisian air tanah dari Unila.

Menurutnya, akibat dari pemanfaatan air yang tidak terbendung itu, yang perlu diselamatkan dan dilindungi adalah resapan air permanen yang ada di daerah barat Bandarlampung.

Penyebab lain, minimnya ketersediaan air itu, karena resapan air sudah djadikan bangunan-bangunan, hingga ketika hujan turun, air itu tidak teresap tanah dan malah menjadi bencana banjir.

“Sekarang kota ini sudah kekurangan ketersediaan air, dan untuk mengatasinya, saat ini hanya ada satu solusi yakni membuat satu aturan untuk memanajemen pemanfaatan air,” katanya.

Dalam catatan Bappeda Kota Bandarlampung disampaikan bahwa ada 42 lokasi rawan banjir di dalam kota Bandarlampung. Tahun 2002 kota itu memiliki cadangan air tanah sekitar 41,90 juta meter kubik. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.