Klaten, Ekuatorial – Menyusul tingginya curah hujan di lereng Gunung Merapi memasuki akhir bulan November 2014, masyarakat yang tinggal di sekitar lereng Gunung teraktif di Indonesia ini terutama di aliran sungai Kali Woro semakin meningkatkan kewaspadaan.

Pasalnya, potensi banjir lahar dingin yang membawa jutaan material sisa dari erupsi Gunung Merapi masih bisa terjadi sewaktu-waktu menerjang mereka.

Kepala Pelaksana BPBD Klaten, Jawa Tengah, Sri Winoto memaparkan lahar dingin Merapi bisa datang saat intensitas hujan di puncak Merapi semakin tinggi. Dikhawatirkan banjir tersebut dapat menerjang ke perkampungan yang ada di sepanjang aliran Kali Woro di lereng Merapi.

Namun jika intensitas hujan di puncak Merapi semakin tinggi, bisa dipastikan Kali Woro tidak akan mampu menampung luapan air dari puncak Merapi yang juga membawa sisa material vulkanis, berupa pasir dan batu. Apalagi di puncak Merapi material vulkanik sisa erupsi masih ada sekitar 40 juta meter kubik (m3).

“Bila skala kecil tidak meluap ke permukiman penduduk di bantaran kali Woro di wilayah Kemalang dan Manisrenggo,” ungkap Sri Winoto kepada Ekuatorial di Klaten, Jawa Tengah, Senin (24/11).
.
Antisipasi
Untuk mengantisipasi ancaman banjir hujan lahar Merapi, dan memperkecil adanya korban jiwa pihak BPBD Klaten Sri Winoto dalam menghadapi musim penghujan tahun ini melakukan berbagai persiapan. Diantaranya pemasangan CCTV di hulu Kali Woro.

“Alat tersebut untuk memantau pergerakan lahar dingin Merapi ketika puncak di guyur hujan,” terangnya.

Dengan memasang tiga Closed Circuit Television (CCTV), di titik rawan terjadinya banjir. Baik banjir lahar di hulu Kali Woro Lereng Merapi maupun hilir di daerah di Kecamatan Sungai Dengkeng Gantiwarno. Terbukti efektif memantau pergerakan air di sungai tersebut.

“CCTV dipasang di kawasan Watu Talang. Letaknya di ujung paling atas alur sungai di bawah kawah Gunung Merapi,”, jelasnya lebih lanjut.

Lokasi pemasangan CCTV berada di utara Desa Balerante, Kecamatan Kemalang yang merupakan desa puncak terakhir yang dekat dengan puncak gunung teraktif di Indonesia.

CCTV tersebut akan memantau aliran sungai ketika hujan tiba. Jika muncul aliran material akan terdeteksi dan warga di alur sungai bisa diminta waspada dan menyelamatkan diri. Sebab di sepanjang alur sungai itu ada penambang pasir dan permukiman warga.

“Justru yang berbahaya adalah mengancam keselamatan para penambang dan juga masyarakat yang menyeberang jembatan,” jelasnya.

Penambang Terancam
Justru sebaliknya, para penambang pasir Merapi yang selama ini menggantungkan hidupnya dari menambang pasir di sepanjang aliran kali Woro, Klaten Jawa Tengah yang menjadi jalur lahar hujan Gunung Merapi jumlahnya semakin banyak.

Pantauan Ekuatorial di lapangan, nampak ratusan warga yang masih nekat melakukan penambangan pasir di sepanjang alur kali Woro dan seputar Dam desa Kendalsari, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah.

Penambangan secara tradisonal dilakukan oleh warga secara manual, tanpa menggunakan alat berat. Nampak juga puluhan truk juga terlihat di alur Kali Woro yang menjadi jalur lahar hujan Gunung Merapi yang merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia.

Kepada Ekuatorial, Parmo seorang penambang dari desa Kemalang, sebenarnya juga merasa takut dengan kondisi lokasi yang sudah mulai di guyur hujan, karena mulai memasuki musim hujan.

“Takut tapi mau bagaimana lagi, hidupnya tergantung dari menambang di situ,” jelasnya ketika ditemui di lokasi penambangan, Senin (24/11).

Menurut Parmo semua rasa takut menjadi hilang karena terdesak urusan perut. Demikian juga dengan penambang lain yang juga memiliki pandangan yang sama dengan Parmo.

Karena sudah terbiasa, dan terdesak oleh kebutuhan ekonomi, pekerjaan sebagai penambang pasir yang harus mempertaruhkan nyawa sudah menjadi pemandangan biasa. Bramantyo

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.