Bandarlampung, Ekuatorial – Lalat tentara hitam memiliki tubuh lebih panjang dari lalat biasa. Namun karena tak memiliki mulut, lalat yang memiliki nama latin Hermetia Illusence ini dapat mati lebih cepat daripada jenis lainnya.

Jenis lalat tentara hitam itulah yang kini di uji coba untuk penanggulangan di Lampung. Peneliti pengolahan sampah dengan lalat, Agus Pakpahan menjelaskan lalat dianggap salah satu makhluk hidup yang jorok, karena hidup pada sampah dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia.

Padahal menurutnya, keberadaan lalat yang membahayakan bagi manusia itu akibat ulah manusia sendiri, yang tidak bisa mengolah sampahnya secara benar. “Kalau manusia mau merubah pandangan terhadap sampahnya sendiri, sebenarnya ada nilai manfaat yang bisa dihasilkan,” kata dia.

Hasil yang paling nyata dari sebuah onggokan sampah, katanya adalah nilai ekonomis yakni berupa pupuk organik. Selain itu sampah yang dikelola melalui lalat ini juga mengandung protein tinggi.

“Kalau dari sampah organik menjadi pupuk bagi tanaman itu sudah biasa, tapi dari sampah menghasilkan protein tinggi yang bermanfaat bagi manusia itu unsur barunya dari pengolahan metode ini,” tambah Agus yang merupakan peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Dia memaparkan, sampah sisa makanan rumah tangga mampu tereduksi hingga 80 persen dan tidak meninggal bau. “Lalat-lalat ini akan memakan sampah yang ada dan sisa sampah yang ada akan menjadi larva atau magot,” jelasnya.

Kemudian lalat dewasa akan mati, bangkainya bisa dimanfaatkan sebagai pupuk pada tanaman. Bangkai lalat bisa juga digunakan sebagai bahan pembuatan kosmetik. Lalu larva atau magotnya bisa dikembangbiakan menjadi lalat dewasa. Sedangkan prekuvanya bisa dijadikan pakan ternak dan pakan budidaya ikan. “Ini yang mampu meningkatkan protein tinggi pada ternak yang nantinya dikonsumsi manusia,” terang Agus lagi.

Sementara ini, kata dia, metode tersebut masih tahap uji coba di pabrik gula Gunung Madu Plantations (GMP) di Lampung Tengah. Ujicoba ini telah berlangsung sejak 28 April 2014 dengan memanfaatkan sisa hasil olahan tebu (blotong). “Menggunakan blotong ini, baru pertama kalinya berlangsung di Indonesia.”

Uji coba pengembangan metode biokonversi black soldier flies (BSF) ini berjalan mulai April 2014 di perusahaan tebu PT GMP . Menurut Agus, pengembangan pengelolaan sampah menggunakan lalat baru pertama kali berlangsung di Indonesia. “Sebelumnya sudah ada di negara lain menggunakan sampah rumah tangga tapi kali ini, kami menggunakan sisa ampas tebu,” ujar dia.

Sementara itu Manajer Umum dan Keuangan PT GMP Lampung, Gunamarwan mengatakan sekali panen perusahaan tersebut menghasilkan 80 ribu ton sampah sisa olahan tebu atau disebut blotong. Mulanya, blotong itu hanyalah limbah yang dimanfaatkan seadanya saja. Tapi tawaran pengolahan blotong menjadi lebih bermanfaat disambut baik pihak perusahaan.

“Hasil uji coba metoda biokonversi BSF ini membuktikan mampu meningkatkan nitrogen yang semula 0,2 meningkat menjadi 1,2 persen. Selain itu tanah lebih remah dan lapisan olah yang semula 10 cm menjadi 14 cm,” kata Gamawarman.

Pihaknya menyambut baik pengembangan pengolahan sampah metode BSF itu diperusahaannya. “Selain menggunakan blotong, kami juga perlahan sedang membiasakan rumah tangga karyawan untuk mulai memisahkan sampah organik dan sampah anorganik. Sisa makanan rumah tangga karyawan akan kami hargai,” ujar dia.

Untuk menjalankan pengolahan sampah rumah tangga di lingkungan perusahaan pihaknya menyiapkan ratusan ember untuk menampung sampah karyawan. “Memang ada saja kendalanya, karena ini kan membiasakan pola yang tidak umum dilakukan. Biasanya berpikir sampah adalah sampah, tapi kali ini karyawan kami harus merubah pikiran bahwa sampah adalah uang,” ujar Gunamarwan.

Selain menjalankan induk usaha pengolahan tebu, perusahaan tersebut juga sudah berfikir untuk mengembangkan sayap di bidang peternakan. “Jadi bisa menghasilkan tidak hanya satu bidang saja, tapi berkembang ke bidang lain seperti peternakan yang tentunya diolah oleh karyawan sendiri melalui koperasi,” kata dia.

Selain menampung sampah blotong dan sampah karyawan, pihaknya juga telah menjadi kerjasama dengan pemerintah kabupaten sekitar perusahaan seperti Kabupaten Lampung Tengah dan Kota Metro. “Kami meminta dua pemerintahan tersebut menyuplai sampah rumah tangga paling tidak satu truk per hari,” tambahnya.

Hasil yang maksimal dari pengolahan sampah tersebut, diharapkan dapat diterapkan di seluruh pelosok Provinsi Lampung mengingat daya tampung tempat pembuangan sampah semakin hari kian melebihi kapasitas.

“Kalau sampah an organik sudah banyak yang mengelolanya, tapi sampah organik selama ini masi berserakan di mana-mana,” tutur Gunamarwan. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.