Solo, Ekuatorial – Tim dari Pusat Studi Bencana (PSB) LPPM Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo memiliki ide untuk membuat alat pendeteksi banjir mandiri atau Early Warning System (EWS) berbasis teknologi yang bisa diakses melalui SMS lewat HP, WA (What’s APP), juga Android.
Salah satu tim PSB LPPM UNS, Sorja Koesuma mengatakan ia menciptakan alat yang mempermudah untuk mendeteksi banjir dalam satu wilayah.
Pemasangan Early Warning System (EWS) di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo memang sudah di lakukan oleh Balai Besar Bengawan Solo yang memang memiliki kewenangan. Namun kadang kala ada di titik tertentu yang alatnya tidak berfungsi dengan baik.
Masyarakat yang sudah merasakan manfaat hasil inovasi Sorja Koesuma adalah warga desa Pandak Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sragen. Pemilihan Desa Pandak karena menjadi daerah langganan banjir setiap bengawan Solo meluap. Lokasi desa Pandak berada di dua titik pertuamuan aliran sungai (kali tempuk) yakni Bengawan Solo dan Sungai Mungkung.
“Jika Begawan Solo meluap, desa Pandak habis tergenang banjir,” terangnya di Kampus UNS, Solo Jawa Tengah, Selasa (16/12).
Namun sekarang masyarakat desa Pandak sekarang bisa lebih tenang jika sewaktu-waktu muncul ancaman banjir. Pasalnya sejak Oktober 2012 di sekitar jembatan Gawang telah dipasang alat peringatan dini bencana banjir yang menggunakan telemetri.
Sehingga ungkap Sorja adanya alat ini terpasang di dekat aliran sungai membuat masyarakat tidak harus menunggu di dekat sungai untuk melihat pergerakan air sungai saat hujan deras turun.
Deteksi dini banjir ini dibuat secara mandiri oleh tim Pusat Studi Bencana (PSB) LPPM UNS dan menghabiskan dana sekitar Rp 5 juta. Alat ini bisa memudahkan bagi Jogoboyo atau penjaga pintu air untuk mengecek ketinggian air sungai bengawan Solo. Meski sudah menerima pemberitahuan dari Balai Besar Bengawan Solo namun kadangkala data yang diperoleh tidak sama dengan kondisi desa pandak.
“Misalkan di wilayah A terjadi banjir, dan statusnya siaga. Ternyata setelah ditunggu airnya tidak sampai ke desa Pandak, itu salah satu contohnya,” terang Sorja.
Sehingga dengan sistem peringatan dini dengan menggunakan telemetri ini, akan secara akurat memberikan informasi ketinggian air sejak dari level normal, siaga dan awas di sekitar lokasi yang terpasang alat deteksi ini.
Semua informasi kemudian dikirim melalui short message service (SMS). Pesan pendek itu secara otomatis bisa tersambung pada beberapa nomer ponsel, diantaranya penjaga air desa Pandak, kepala desa, tim UNS juga posko bencana wilayah tersebut. Para pihak terkait secara berkala akan menerima laporan ketinggian debit air melalui SMS tersebut.
“Pesan dari SMS terkait ketinggian air tersambung pada sembilan perangkat desa diantaranya penjaga air dan kepala desa dan langsung diteruskan ke handphone warga yang lain,” terangnya lagi.
Untuk mengoperasikan alat EWS dalam melihat level ketinggian air juga menggunakan teknologi modern Global Positioning System (GPS). Alat ini juga dikatakan menggunakan teknologi frekuensi. Pada posisi level siaga dibuat berkala tiap enam jam. “Jadi tiap enam jam sekali akan mengecek ketinggian air masih pada level siaga dan mengirimkannya pada nomer HP tersebut,” terangnya.
Pada level waspada, tiap dua jam sekali akan memberikan SMS terkait status level ketinggian airnya. Bahkan jika sudah pada level awas waktunya tiap satu jam sekali akan memberi SMS peringatan tentang ketinggian air.
“Semakin mendekati level bahaya warningnya akan lebih intens (sering), sehingga, saat ketinggian air mencapai level awas, maka penduduk mempunyai waktu lebih dari 1 jam untuk menyelamatkan diri,” ungkapnya.
Alat deteksi banjir ini juga di pasang wilayah Ponorogo Jawa Timur. Tepatnya di desa Ngampel Kecamatan Balong. Bahkan alat deteksi banjir yang dipasang di sungai Ponorogo jauh lebih canggih, karena dilengkapi server yang bisa dimonitor dari jarak jauh.
“Nanti rencananya juga akan di pasang di Bojonegoro, yang juga rawan banjir. Sedangkan Solo sendiri belum terpasang karena adanya keterbatasan dana,” pungkasnya. Bramantyo