Sorong, Ekuatorial – Pemanfaatan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat mutlak perlu ditingkatkan. Di daerah Misool, Raja Ampat, Papua perikanan berbasis masyarakat masih terasa minim dukungan, meski sudah belajar jauh hingga ke Makassar, Sulawesi Selatan.

Perikanan berbasis masyarakat yang dijumpai koresponden Ekuatorial di Misool, Raja Ampat terhitung masih tahap awal, penerapannya masih perlu dukungan. Namun semangat muncul dikalangan perempuan, dimana mereka rela menempuh perjalanan panjang untuk berlatih cara pengolahan hasil laut, untuk meningkatkan produksi.

Hasil tangkap nelayan lokal berupa ikan tenggiri di Kampung Limalas, Distrik Misool Timur inilah yang kemudian di manfaatkan ibu-ibu belajar pengelolaan ikan menjadi abon ikan produksi lokal. Tidak tanggung-tanggung, ibu-ibu yang tergabung dalam Koperasi Embun Pagi ini belajar hingga ke Makassar, tepatnya Pusat Pelattihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Alga’e, yang di fasilitasi The Nature Conservancy (TNC) bersama Dinas Kelautan dan Perikanan melalui BLUD UPTD KKP Raja Ampat.

Menanggapi program perikanan berbasis masyarakat yang telah dilaksanakan kelompok ini,
Lukas Rumetna, Birds Headportfolio Manager TNC menyatakan bahwa kunjungan belajar itu telah dilaksanakan bulan April.

“Kegiatan itu sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dalam hal pengelolaan hasil perikanan, peningkatan mutu produksi perikanan dan produk perikanan,” ujar Lukas, Senin (8/6).

Sekembalinya ke Kampung Limalas, sekalipun fasilitas pembuatan masih minim tidak lantas membuat kaum ibu ini putus asa. Kayu kemudian di modifikasi menjadi salah satu alat yang paling di butuhkan.

“Kita sudah belajar semua di Makassar, hanya alat pres minyak yang kita tidak punya, kita masih manual saja. Sehingga belum bisa produksi banyak”, kata Mama Rachel, sosok perempuan kampung Limalas, yang di daulat jadi juru bicara.

Meski pengelolaannya memang belum maksimal, cenderung masih di produksi untuk konsumsi keluarga, belum di produksi masal, mengingat keterbatasan alat produksi. Tapi upaya masyarakat lokal belajar mengelola hasil tangkapnya bisa menjadi model pembelajaran bagi masyarakat lain yang tinggal di kawasan pesisir yang kaya akan sumber lautnya.

“Ini memang baru tahap awal, rencananya ibu-ibu ini akan berbagi ilmunya di kampung lainnya di wilayah Misool – Kofiau, kata Nugroho Arif, Communication Manager, TNC Raja Ampat.

Sementara itu Muhammad Ali Ulat, Pembantu Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Sorong menyatakan bahwa pola perikanan berbasis masyarakat untuk perikanan berkelanjutan harus makin dikembangkan.

“Konteks tersebut dalam artian masyarakat pesisir yang mengelola sumberdaya perikanan mulai dari kegiatan penangkapan oleh nelayan penjualan, hingga mengolah ikan menjadi produk olahan yang kesemuanya dilakukan oleh mereka,” ujar Ulat.

Sudah tentu menurutnya pemanfaatan dilakukan hanya oleh masyarakat pesisir tanpa melibatkan industri penangkapan besar. Dengan begitu maka kemampuan masyarakat dalam mengambil sumberdaya perikanan, masih bisa dikendalikan pemerintah daerah.

“Sehingga kuota penangkapan yang terkontrol dan dalam jumlah terbatas masih sebanding dengan jumlah populasi ikan yang ada,” imbuh Ulat menutup perbincangan. Niken Proboretno

Artikel Terkait :
Nelayan Sorong Lebih Jauh Melaut
Hukum Adat Kuatkan Konservasi di Raja Ampat
Raja Ampat Terancam Perburuan Hiu

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.