Palangkaraya, Ekuatorial — Jepang menguji efektivitas teknologi busa untuk memadamkan gambut yang terbakar, dalam eksprimen di Posko Tim Serbu Api, Kecamatan Kalampangan, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada Rabu (16/9).

Kerja sama tersebut melibatkan UPT Centre For International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP) Universitas Palangkaraya, Universitas Kitakyushu Jepang, dan Foundation for the Advancement of Industry Science and Technology (FAIS).

Dalam eksperimen tersebut, Profesor Kazuya Uezu dari Universitas Kitakyushu dan tim Jepang membuat median berdiameter 3 x 3 meter, kemudian membiarkan api menyusup ke dalam gambut. Setelah terbakar cukup lama, salah satu anggota tim mengecek dengan alat pendeteksi panas untuk memastikan kebakaran muncul pada indikator titik api.

Selanjutnya, tim Jepang memadamkan areal dengan menyemprotkan busa setinggi 10-15 sentimeter dari permukaan tanah sebanyak dua kali. Kazuya menjelaskan, penyemprotan menggunakan 3-5 liter air per meter persegi, satu persen busa. Adapun, untuk satu hektare gambut dibutuhkan 55 liter busa dengan biaya 1.500 Yen (sekitar Rp150 ribu).

“Teknik ini sudah dilakukan oleh pemadam kebakaran di Jepang. Foam yang dipakai ramah lingkungan dan tidak merusak tumbuhan. Sudah diuji,” jelas Kazuya.

Sementara itu, Kepala UPT CIMTROP Universitas Palangkaraya Suwido H. Limin menyebutkan bahwa secara konvensional pemadaman lahan gambut dilakukan dengan membanjiri areal seluas satu meter persegi dengan 200-400 liter air. Hampir 18 tahun terlibat dalam pemadaman gambut di Kalimantan Tengah, Suwido menilai bahwa teknik pemadaman yang diterapkan selalu sama dari tahun ke tahun. Kebakaran berulang, di tempat yang sama, namun hasil pemadaman tidak ada. Asap tidak mereda.

“Teknik foam agak beda dengan penyiraman dengan air. Jika disiram air maka akan mengeluarkan asap, bila sedikit air akan kembali menyala. Tetapi dengan foam intinya busa menyumbat oksigen yang masuk ke lapisan gambut sehingga efisien dengan sedikit air yang sudah bercampur foam, titik hotspot berkurang dan hilang,” ujar Suwido.

Terlepas dari teknik pemadaman, Suwido menilai sudah saatnya pemerintah daerah mengaktifkan patroli masyarakat di awal kemarau. “Masyarakat yang ikut harus dibayar dan diberi tanggung jawab patroli dengan jarak satu sampai dua kilometer per orang,” kata dia di sela uji coba yang juga disaksikan Danrem 102 Panju Panjung, Kolonel Purwo Sudaryanto, serta Kepala Badan Penelitian Pengembangan Inovasi dan Teknik Kota Palangka Raya Kaspinoor. Maturidi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.