Hari-hari kabut asap tebal menyelubungi Borneo Indonesia dan menyebabkan polusi udara menjadi 20 kali lipat melampaui tingkat aman pekan lalu meskipun pemerintah berjanji untuk mengatasi kebakaran hutan .
Jarak pandang menurun drastis. Menurut ukuran dikenal sebagai PM10, partikel debu mencapai hampir 3.000 mikrogram per meter kubik di Palangka Raya. Menurut pedoman pemerintah , paparan sehat maksimum adalah 150 mikrogram per meter kubik .
Banyak orang dilaporkan menderita gangguan mata dan pernafasan yang disebabkan oleh partikel debu dari kebakaran hutan dan perkebunan yang sengaja dilakukan untuk membuka lahan tanah bagi perkebunan kelapa sawit di Pulang Pisau dan Kapuas. Para penderita gangguan ini memenuhi pusat-pusat kesehatan kota seperti Rumah Sakit Umum Dr. Doris Sylvanus. Polusi juga membuat sekolah diliburkan.
Pejabat di kementerian kesehatan mengatakan bahwa pencemaran berat di Palangka Raya dapat memiliki dampak serius pada orang-orang, terutama mereka yang sudah menderita penyakit paru-paru .
“Polusi dapat memperburuk bronkitis kronis dan menyebabkan serangan asma karena akan memutup saluran pernapasan atas dan membuat sulit bernapas,” kata M. Subuh, direktur umum untuk pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan .
Dia menambahkan bahwa bayi yang baru lahir, ibu hamil, anak di bawah lima tahun, dan orang-orang dengan riwayat penyakit paru-paru akan jauh lebih baik pindah ke lokasi dengan udara bersih .
Jarak pandang rendah yang disebabkan oleh kabut asap tebal juga membuat mengemudi dan bepergian berbahaya. Kabut telah menutup Bandara Tjilik Riwut, bandara terbesar di Kalimantan Tengah, jarak pandan hanya mencapai 50 meter, jauh di bawah minimum yaitu 700 meter.
Sudah terlalu lama sekarang, bencana selalu berulang dalam pola yang sama setiap tahun. Pemerintah Indonesia sejauh ini gagal untuk menanggulanginya. Banyaknya lahan yang terus dibuka untuk perkebunan, memicu kebakaran dengan polusi yang lebih besar di atmosfer .
Nasib orang serta satwa liar tergantung pada penegakan hukum yang lebih baik, perbaikan dalam birokrasi pemerintah daerah dan tanggung jawab perusahaan harus ditingkatkan. Tetapi hal ini menimbulkan pertanyaan , apakah pemerintah Indonesia saat ini memiliki kompetensi seperti itu?