Melalui teknologi, petani Air Bauk, Kupang, Nusa Tenggara Timur tidak hanya dapat mengelola budidaya mereka dengan lebih baik. Lewat aplikasi, petani tidak hanya dapat mengakses dan memantau kondisi tanah dan cuaca di lahan mereka secara real time, namun juga dapat mengatur pengeluaran dan pemasukan.

Oleh Palce Amalo

DULU musim kemarau yang berlangsung delapan bulan tiap tahun membuat petani Air Bauk, di Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT, urung mengolah lahan karena keterbatasan air. Tanah sawah retak-retak, bahkan tak terlihat tumbuhan hijau. Kini sudah lain cerita. Tidak kurang 20 persen dari 358 hektare areal persawahan Air Bauk yang tadinya kering-kerontang di musim panas, sudah bisa diolah dengan memanfaatkan air dari sumur bor yang dibangun di persawahan.

Termasuk lahan milik Christofel Ullu, petani setempat seluas lima hektare, terdiri dari empat hektare dimanfaatkan untuk budidaya bebek dan peternakan kambing, serta kebun pepaya, pisang dan apel. Lahan yang satu hektare lagi ditanami padi yang di dalamnya ditempatkan perangkat berupa sensor tanah dan cuaca bernama RiTx Bertani.

Baca selengkapnya disini.

Liputan ini pertama kali terbit di Media Indonesia dengan judul “Memacu produksi padi petani Air Bauk Kupang NTT” pada tanggal 29 November 2020.

Palce Amalo adalah salah satu peserta dan penerima beasiswa liputan program Build Back Better yang diselenggarakan oleh World Resources Institute Indonesia dan the Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ).

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.