Pasokan aki bekas yang terus mengalir dari berbagai sumber, baik dari pengumpul kecil, maupun perusahaan, jadi alasan aktifitas ilegal ini terus berlangsung hingga kini.

Berpagar besi, bercat kuning. Rumah berukuran sekitar 14 x 20 meter itu milik Sulaiman, salah satu bos peleburan aki bekas. Rumah di Desa Warukulon, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur itu cukup besar dibanding bangunan sekitar.

Rumah terdiri dari dua bangunan saling terhubung. Satu bangunan utama sebagai tempat tinggal. Bagian lain untuk garasi dan tempat penyimpanan aki bekas. Di sana terparkir dua sepeda motor dan tumpukan aki bekas bertutup terpal. Ada puluhan dengan aroma asam sulfat menyengat.

“Mereka (pengecer aki bekas) bisa langsung jual kesini,” kata Sulaiman, baru tiba dari lokasi peleburan, Januari lalu. Sulaiman juga Wakil Ketua Paguyuban Timah Mandiri.

Salah satu penyebab praktik peleburan aki ilegal di Desa Warukulon, terus berlangsung, adalah pasokan bahan baku terus mengalir.

Wiryono, mantan pelaku usaha peleburan mengatakan, selain Sidoarjo, pasokan aki bekas juga banyak dari pengepul besar di daerah lain, seperti Jombang dan Mojokerto bahkan sampai luar Jawa.

Penelurusan Mongabay, rantai pasok bahan berbahaya ini mengalir dari banyak pintu dari pedagang rongsokan kecil sampai pengepul menengah. Selain lokasi peleburan, mereka datang langsung ke kediaman yang punya usaha untuk mengirim aki bekas seperti di kediaman Sulaiman.

“Saya beli Rp13.000 setiap kg. Bisa langsung dikirim kesini,” katanya.

Baca juga: Menelisik bisnis peleburan aki ilegal yang merusak lingkungan di Lamongan [1]

Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyebut, praktik penampungan, penyimpanan hingga pengolahan aki bekas ini melanggar hukum.

Aki bekas, termasuk limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Sebagai limbah B3, sudah seharusnya tata laksana mengacu PP Nomor 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun baik perizinan maupun pengelolaan.

“Semua prosesnya harus dengan izin. Mulai pengangkutan, pengumpulan, hingga pengelolaan.”

Kalau tak ada izin, katanya, jelas bodong. “Tidak ada izin apapun yang dikantongi. Jelas itu pidana.”

Tak hanya pengumpul kelas eceran alias pemulung yang membuat sentra peleburan aki bekas di Warukulon, tetap eksis.

Hasil penelusuran Mongabay juga mendapati ada perusahaan besar diduga terlibat sebagai pemasok. PT Garuda Jaya Multi Accu (GJM), di Kabupaten Sidoarjo ini didapati memasok aki bekas ke lokasi peleburan. Pengiriman biasa pagi hari, menjelang akhir pekan, Jumat atau Sabtu.

Mongabay melakukan pemantauan selama beberapa pekan. Setidaknya tiga kali mendapati mobil milik perusahaan melakukan pengiriman, pada 16 November, 7 Desember dan 31 Desember 2021.

Pengiriman gunakan truk boks warna hijau berkapasitas 8 ton berpelat nomor W 6024 UR. Dari lokasi perusahaan, aki bekas itu langsung dikirim ke lokasi peleburan, kompleks bangunan yang berkeliling rawa dan tambak itu. Pengiriman berlangsung pukul 08.00-10.00.

Pada boks kendaraan, tertera PT Garuda Jaya Multi. Tak ada gambar atau simbol “tengkorak” laiknya kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana diatur dalam ketentuan. Hanya ada nomor kontak darurat berkode Sidoarjo.

Berbekal nama pada bodi truk itu, Mongabay melakukan penelusuran melalui mesin pencari Google, ditemukan bila perusahaan itu merupakan pengumpul dan transporter limbah B3 dengan kode limbah A102d , B104d, B105d, B409 dan B410. Aki bekas termasuk sebagai B3 kode A102d.

Perusahaan ini tanpa papan nama atau petunjuk apapun yang mengisyaratkan gudang itu sebagai tempat menyimpan limbah B3 (aki bekas).

Hal lain lagi, kendaraan sebagai transportasi itu tidak terdaftar sebagai pengangkut limbah B3. Hal ini terlihat dari

salinan rekapitulasi rekomendasi pengakutan limbah B3 yang didapat Mongabay dari dokumen di situs pelayanan terpadu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dalam salinan dokumen itu, GJM memperoleh rekomendasi dari KLHK pada 2017. Masa izin berlaku lima tahun, berakhir pada 2022. Di sana juga memperlihatkan,perusahaan hanya mendaftarkan dua kendaraan sebagai transporter limbah. Masing-masing pelat nomor W 9654 US dan W 9115 US. Kendaraan pelat nomor W W 6024 UR tak terdaftar sebagai kendaraan pengangkut. Pada bodi kendaraan juga tak tercantum simbol sebagai pengangkut limbah B3.

Baca liputan lengkap Mongabay Indonesia disini.

Tulisan ini merupakan bagian dari seri investigasi kejahatan lingkungan di Asia, dukungan dari Global Initiative Against Transnational Organized Crime dan Oxpeckers Investigative Environmental Journalism.

About the writer

A. Asnawi

Asad Asnawi started his career as a journalist at the Jawa Pos Group in 2005 and in 2017, he left the media group to run a local online news outlet, WartaBromo.com. At present, he also contributes for...

1 comment found. See comment
Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

1 comment

  1. Assalamualaikum
    Mohon maaf mengganggu waktunya, saya Krisna mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura ingin bertanya, apakah saya bisa meminta kontak dari penulis artikel ini guna penelitian yang akan saya lakukan. Atas perhatiannya saya sampaikan Terima kasih

Leave a comment