Posted inArtikel / Sumber daya

Deklarasi pemuda Sangihe hadapi ancaman tambang

Anak muda Sangihe mendeklarasikan tekad menjaga lingkungan tempat tinggal mereka dari ancaman tambang.

Dampak negatif kerusakan lingkungan hidup saat ini akan dirasakan oleh generasi mendatang. Anak muda Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menyadari hal tersebut dan mereka pun bertekad untuk menjaga dan melestarikan bentang alam di rumah mereka dari ancaman tambang.

Iktikad tersebut mereka serukan dalam “Deklarasi Anak Muda Selamatkan Sangihe Sebagai Sakramentum Allah” yang dibacakan pada konferensi pers daring terkait kasus warga vs. PT Tambang Mas Sangihe (TMS), Jumat (15/9).

Deklarasi tersebut mereka susun setelah mengikuti sanggar kerja (workshop) yang diselenggarakan oleh Save Sangihe Island (SSI) selama empat hari. Dalam kegiatan tersebut mereka memperoleh beragam pengetahuan mengenai lingkungan hidup serta berkesempatan mengunjungi tiga desa di Sangihe yang mengalami kerusakan lingkungan akibat penambangan emas.

“Kami melihat ternyata dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan itu sangat besar, baik terhadap sosial budaya, ekonomi, politik, apalagi terhadap lingkungannya,” kata Presti Malangkaeba, salah seorang pemudi Sangihe yang mengikuti sanggar kerja tersebut.

Presti menyatakan bahwa sumber daya alam di Sangihe sudah sangat melimpah untuk dimanfaatkan oleh para penduduknya, namun kehadiran tambang-tambang emas mulai merusak semua itu.

Tanah Sangihe, mengutip laporan KontraS, mulai digali penambang emas sejak pertengahan 1980-an ketika PT Meares Soputan Mining mulai melakukan eksplorasi. Kemudian diketahui bahwa di kawasan itu terpendam potensi sumber daya terunjuk (indicated sources) 3,16 juta ton dengan kadar emas 1,13 gram/ton dan perak 19,4 gram/ton.

Tambang-tambang emas pun mulai bermunculan, terutama tambang liar. Perlahan tapi pasti kelestarian alam Sangihe terancam.

Dengan luas 736,98 km2, Sangihe masuk dalam kategori pulau kecil dan Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melarang pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk aktivitas penambangan mineral.

Oleh karena itu pada 23 Juni 2022 sebanyak 37 warga Sangihe menggugat Keputusan Menteri ESDM terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) kepada TMS ke PTUN Jakarta. Gugatan mereka ditolak tetapi kemudian banding mereka dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi TUN Jakarta pada 29 Agustus 2022.

Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi TUN Jakarta membatalkan putusan PTUN Jakarta serta mengabulkan seluruh gugatan warga. Hakim juga mengeluarkan putusan sela untuk menunda pelaksanaan IUP OP TMS di Pulau Sangihe hingga putusan perkara berkekuatan hukum tetap.

Menteri ESDM dan TMS kemudian mengajukan kasasi ke MA. Permohonan kasasi tersebut ditolak pada Januari 2023. Oleh karena itu, putusan PTTUN Jakarta jadi berkekuatan hukum tetap.

Namun ada indikasi bahwa TMS akan kembali mengajukan izin operasi kepada Kementerian ESDM.

Anak-anak muda Sangihe berharap hal tersebut tidak terjadi.

“Hutan sudah mulai rusak, ekosistem laut juga terancam,” tegas Preseti. Akibatnya, hewan-hewan laut yang nilai jualnya tinggi di pasar sudah mulai menurun populasinya dan itu memengaruhi perekonomian warga yang sebagian besar adalah nelayan dan petani.

“Kami sebagai anak-anak muda pun merasa terpanggil untuk menjaga bahkan berjuang untuk keselamatan Sangihe tercinta ini,” kata Presti.

“Kalau bukan kami, siapa lagi?” dia menegaskan.

Berikut 8 poin pernyataan yang termaktub dalam deklarasi tersebut:

  1. Kami meyakini Pulau Sangihe adalah ruang hidup orang Sangihe yang merupakan Sakramentum Allah, tempat Tuhan Allah berkarya dan dimuliakan.
  2. Tidak diperkenankan siapapun baik orang Sangihe maupun orang luar Sangihe merusak alam Pulau Sangihe, merusak peradaban, kehidupan sosial, nilai-nilai, adat-istiadat yang telah diwariskan nenek moyang kami hanya untuk kepentingan memperkaya diri sendiri atau kelompoknya.
  3. Pulau Sangihe adalah pulau kecil yang dilindungi oleh UU nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang sesuai pasal 35 huruf K, melarang dilakukannya pertambangan mineral.
  4. Menolak dengan tegas rencana pengajuan kembali izin operasional PT Tambang Mas Sangihe (TMS), dan mendesak kepada Kementerian ESDM-RI menolak pengajuan tersebut.
  5. Menolak dengan tegas setiap bentuk penambangan emas illegal yang merusak pulau, mencemari laut, dan pesisir pulau Sangihe.
  6. Menuntut Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk sungguh-sungguh bekerja menjadi ujung tombak menjaga kelestarian pulau Sangihe, tanpa sikap ambigu apalagi kompromi.
  7. Menuntut Kapolri, Kapolda Sulawesi Utara, dan Kapolres Sangihe tidak membiarkan apalagi melindungi pertambangan illegal yang marak, segera melakukan penegakan hukum secara tegas dan konsisten terhadap segala bentuk perusakan Pulau Sangihe.
  8. Kami berjanji menjaga pulau Sangihe dengan cara dan jalan apapun demi kehidupan yang lebih baik bagi anak-cucu kami dan menjaga keutuhan NKRI dari Perbatasan Utara Indonesia.
About the writer

Sandy Pramuji

After graduating from Padjadjaran University, Sandy has been active in journalism. Starting as a repoter at The National News Agency (LKBN) Antara in 2003, he then helped developing an English language...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.