Sebagai padi amphibi yang memiliki karakter adaptif terhadap perubahan iklim, varietas ini diujicobakan pada sawah di Jawa Timur.

Perubahan iklim menuntut manusia meningkatkan ilmu pengetahuannya agar mampu adaptif dan bertahan. Salah satu sektor yang paling terdampak perubahan iklim adalah pangan. Dengan latar belakang tersebut, Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan Varietas padi Gamagora 7.

Varietas padi Gamagora 7 merupakan hasil riset yang tengah memasuki masa uji pasar. Varitas padi ini diujicobakan pada lahan sawah di sejumlah daerah di 9 titik lokasi di Pati, Wonogiri, Banyumas, Blora, Cepu dan Ngawi Jawa Timur.

Kepala PIAT UGM Taryono menuturkan, nama Gamagora 7 merupakan varietas padi yang artinya Gadjah Mada Gogo Rancah 7.

“Varietas ini dijuluki pula sebagai padi amphibi yang memiliki karakter unggul adaptif terhadap perubahan iklim,” demikian dikutip dari laman UGM, Senin (5/11/2023).

Untuk uji coba dengan di beberapa titik di Jawa Tengah, penanaman varietas padi Gamagora 7 menggandeng pemerintah daerah. Sementara untuk lokasi di Jawa Timur penanaman varietas padi ini bekerja sama dengan pihak swasta Perusahaan Agribisnis Agri Sparta.

“Gamagora 7 ini merupakan varietas ketiga yang pernah diluncurkan UGM. Mendapat SK Pelepasan Kementerian Pertanian pada 28 Maret 2023 lalu,” ujar Taryono, saat mengunjungi lokasi uji pasar padi gamagora 7 di Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, Rabu (1/11/2023).

Ia menjelaskan riset untuk mendapatkan benih yang tangguh di lahan kering dan lahan sawah telah dimulai sejak 2006. Padi varietas Gamagora 7 berasal dari induk padi Rajalele dari Klaten sehingga secara mutu, bentuk dan rasa sama dengan Rajalele.

“Tujuan riset sejak awal merakit padi yang bisa ditanam di lahan kering tadah hujan dan di lahan sawah untuk menyiasati perubahan iklim dan dampak alih fungsi lahan. Untuk padi Gamagora 7 telah mengikuti uji multilokasi baik di lahan sawah maupun di lokasi tadah hujan di beberapa daerah,” ucapnya.

Penanaman varietas padi Gamagora 7 UGM PERUBAHAN IKLIM
Penanaman varietas padi Gamagora 7 UGM. (Foto: Donnie/UGM)

Selain tahan terhadap perubahan iklim

Di samping mampung bertahan terhadap perubahan iklim, padi varietas ini bisa ditanam di lahan tadah hujan maupun lahan sawah, padi Gamagora 7 tahan terhadap hama wereng batang cokelat biotipe 2, penyakit hawar daun patotipe III, serta penyakit blast ras 033, 073, dan 133. Umur tanaman lebih pendek dari varietas lain yaitu 104 hari panen.

Data dari beberapa daerah yang telah panen uji potensi angka rata-rata panen yang didapat 7,95 ton per hektare dengan potensi maksimal 9,8 ton padi kering panen.

Sebagai jenis padi yang cocok ditanam di musim kering dan lahan tadah hujan, dan tidak membutuhkan banyak air dan pupuk dalam proses penanaman Gamagora 7 memberi harapan banyak bagi petani. Dengan berbagai keunggulannya tersebut, Taryono pun berharap Gamagora 7 bisa mewujudkan mimpi kedaulatan pangan bagi Indonesia.

Gemin Sini, salah satu petani Desa Guyung Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi, berharap banyak terhadap varietas padi Gamagora 7. Saat memperlihatkan tanaman padi Gamagora 7 usia 55 hari tanam, ia optimis akan hasil yang baik saat panen nanti.

Tanaman padi dari bibit Gamagora (Gajah Mada Gogo Rancah) 7 milik UGM ditanam di lahan seluas 1,5 hektare miliknya. Dari masa tanam usia 55 hari tanaman padi miliknya itu menunjukkan rumpun yang lebih lebat dibandingkan dengan padi berjenis IR 32 yang juga ditanamnya di kawasan yang sama.

“Gamagora 7 ini bagus, anakannya banyak dan cepet hidup, lebih cepat daripada temannya. Beda sama IR, bedanya anakannya banyak dan cepat belum ada 25 hari sudah penuh biasanya 25 hari masih kelihatan jaraknya,” katanya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.