Seni bela diri merupakan kemampuan naluriah manusia. Melakukan bela diri secara alami akan menghasilkan teknik bertarung.

Pencak silat merupakan seni bela diri tradisional asli nusantara. Tradisi ini telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO pada 2019 lalu. Kendati demikian, pencak silat bukan sekadar hanya mengajarkan seni bela diri saja.

Pegiat seni pencak silat Jawa Barat Gending Raspuzi mengatakan, tidak banyak literatur yang menjelaskan mengenai sejarah pencak silat.

“Ada beberapa tokoh (saja) yang menulis catatan tentang (sejarah) pencak silat, baik orang kita maupun orang luar. Kebanyakan orang luar,” ungkap Gending saat menjadi pembicara pada Keurseus Budaya Sunda “Kamekaran Penca Silat di Tatar Sunda” secara daring, Rabu (1/11).

Keurseus Budaya Sunda tersebut digelar oleh Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Universitas Padjadjaran. Acara dimoderatori Ketua PDPBS Unpad Prof. Ganjar Kurnia.

Seni bela diri pencak silat. (Jabarprov.go.id)
Seni bela diri pencak silat. (Jabarprov.go.id)

Bela diri sebagai kemampuan alami manusia

Pendiri Lembaga Pewarisan Pencak Silat (Garis Paksi) tersebut menjelaskan, diperkirakan seni ini sudah berkembang sejak lama. Hal ini didasarkan bahwa bela diri merupakan kemampuan naluriah makhluk hidup, termasuk manusia. Dalam praktiknya, melakukan bela diri juga secara alami akan menghasilkan teknik dan taktik bertarung.

“Jadi awalnya pasti sudah punya naluri bagaimana teknik menyerang, teknik menangkis. Tetapi mungkin belum teratur,” kata Gending.

Teknik dan kemampuan naluriah tersebut kemudian berkembang dan disempurnakan menjadi seni bela diri pribadi ataupun kelompok. Kata “pencak” atau dalam bahasa Sunda “penca” sendiri diperkirakan mulai digunakan pada masa kerajaan. Kata tersebut disebutkan dalam kidung Sunda, salah satunya pada naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian.

Lebih lanjut Gending mengatakan, pada masa kolonial mulai berkembang beberapa aliran pencak silat di Jawa Barat, seperti Cimande dan Cikalong. Kemudian pascakemerdekaan, tepatnya 1948, didirikan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).

Dasar pendirian ini adalah seni bela diri pencak silat ini tidak hanya berkembang dan populer di Jawa Barat, tetapi juga wilayah lain di luar Jawa Barat. Di Jawa Barat sendiri, untuk menyatukan seni pencak silat di Tatar Pasundan, berdiri Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI).

Gending menjelaskan, seni pencak terbagi menjadi beberapa aspek, yaitu bela diri, seni, olahraga, dan mental spiritual. Pada aspek bela diri, secara umum seni pencak silat murni mengajarkan teknik untuk bisa menyelamatkan diri pribadi. Secara khusus, ada pula teknik bela diri yang dipertandingkan atau dipertunjukkan dengan gerakan-gerakan yang sudah diatur.

Sementara aspek seni, pencak silat yang diajarkan menampilkan nilai-nilai estetika. Biasanya pencak silat seni ditampilkan dengan diiringi waditra (alat musik) dan wirahma (ritme irama). Aspek olahraga merupakan jenis pencak silat yang khusus dipertandingkan antar atlet.

Terakhir, aspek mental spiritual adalah jenis pencak silat untuk pengembangan dan pembinaan mental pemainnya. Mengenai status pengakuan pencak silat sebagai Warisan Budaya Takbenda, Gending menyoroti bahwa pengakuan tersebut jangan sekadar menjadi status belaka.

“Seharusnya setelah diakui UNESCO itu harus mendapat perhatian. Kelihatannya setelah diusulkan masih tidak ada perhatian, belum ada perubahan sampai sekarang,” pungkasnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.