Per hari ini, masih ada 5 TPS dan sekitar 12.000 ton sampah di Kota Bandung yang belum terangkut ke TPA pascakebakaran TPA Sarimukti.

Pemkot Bandung menargetkan masa darurat sampah Kota Bandung selesai pada akhir Desember 2023. Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengaku optimis karena banyaknya unsur masyarakat yang bahu membahu dalam penanganan masa darurat sampah.

Kendati memerlukan waktu, kata Ema, terwujudnya masyarakat Kota Bandung dengan kebiasaan baru memilah sampah bukan hal yang mustahil.

“Memang perlu waktu untuk menggeser paradigma, menciptakan peradaban baru. Tapi kami meyakini hal ini bisa kami lakukan,” ujar Ema saat membuka kegiatan Beberes Bandung Lautan Sampah di kawasan Lapangan Tegalega Bandung, Rabu (22/11).

Ema yang dalam hal ini merupakan Ketua Harian Satgas Darurat Sampah Kota Bandung juga menyampaikan, per hari ini, masih ada 5 TPS dan sekitar 12.000 ton sampah di Kota Bandung yang belum terangkut ke TPA pasca kebakaran TPA Sarimukti.

Meski di sisi lain progress penanganan darurat sampah ini menunjukkan tren positif, Pemkot Bandung tetap berkomitmen akan menyelesaikan permasalahan di sisa TPS overload tadi, termasuk sisa sekitar 12.000 ton sampah yang belum terangkut.

Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kota Bandung, Edy Marwoto memastikan Dispora Kota Bandung yang mendapat tugas mengumpulkan relawan dalam Satgas Darurat Sampah Kota Bandung akan terus menggaungkan berbagai program strategis penanganan sampah Kota Bandung agar dipahami dan dilakukan secara merata hingga level kewilayahan.

Berbagai kegiatan juga telah dilakukan Dispora Kota Bandung dalam masa penanganan darurat sampah ini. Mulai dari perekrutan 3.000 relawan muda, pembersihan TPS Gudang Selatan, serta rangkaian kegiatan lainnya.

“Besok juga kami akan merekrut 250 relawan dan juga mengedukasi masyarakat terkait pemilahan sampah. Lokasinya di Padepokan Seni Mayang Sunda,” ujar Edy.

sampah kota bandung
TPS sampah Kota Bandung. (Humas Bandung)

Sampah Kota Bandung Diklaim Berkurang 31 Persen

Ema Sumarna mengklaim, jumlah sampah harian Kota Bandung yang dibuang ke TPA diklaim berkurang hingga 31,7 persen. Dari yang semula 1.300 ton per hari, kini berkurang 400 ton lebih tiap harinya.

“Kondisi saat ini dari 135 TPS, sisa 5 TPS lagi yang masih overload. Sekarang PR-nya kita jaga TPS itu hanya boleh menerima sampah residu saja,” ujar Ema.

Bukan perkara mudah bisa menyamakan frekuensi dari tiap klaster. Ema menyebutkan, perlu adanya pendekatan khusus hingga ke masyarakat.

Beberapa wilayah menjadi contoh pengolahan sampah yang baik, di antaranya RW 19 Antapani Tengah, RW 07 Sarijadi, RW 01 Sukamiskin, RW 12 Sukamiskin, dan RW 13 Karang Pamulang.

“Seiring berjalannya waktu, kita terus masifkan perubahan cara mengolah sampah dari hulu. Kita bergerak sesuai kluster karena ini tidak bisa selesai oleh pemerintah saja. Terutama harus ada bantuan gerakan masif dari masyarakat,” akunya.

Untuk semakin mempercepat penanganan sampah, Pemkot Bandung akan memberikan fasilitas ember dan karung untuk mengolah sampah dengan sistem Kang Empos. Rencana, maggotisasi akan dilakukan per keluarahan agar tersentralisasi.

“Ada 600 orang yang sudah dilatih untuk menjadi penyuluh pengolahan sampah. Mereka yang akan mengolah maggot per keluarahan dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang sistem pengolahan sampah,” jelasnya.

Kemudian pada tataran sentralisasi level kota disediakan juga fasilitas berupa 175 biopond, hanggar maggot, dan mesin gibrik di Gedebage. Hasil dari pengolahan sampah organik akan dijadikan pakan maggot. Sedangkan pengolahan sampah anorganik akan dibawa ke lahan yang ada di Jalan Rumah Sakit untuk diolah menjadi bahan semen.

“Kita juga upayakan langkah cepat dengan mencari TPS di wilayah lain. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa mendapatkan kabar baik,” harap Ema.

Sebab, Ema menambahkan, saat ini masih ada 15.000 ton sampah yang belum terangkut selama berbulan-bulan. Jumlah ini telah berkurang dari yang sebelumnya mencapai 54.000 ton.

Atas kondisi itu, pihaknya telah meminta penambahan ritase dan waktu agar sampah yang sudah mengendap lama ini bisa dibuang lebih cepat.

“Sampah ini harus tetap dibuang. Kami sudah minta untuk penambahan ritase dan waktunya juga dari pukul 08.00-18.00 WIB karena ini harus dibereskan dulu,” ungkapnya.

Selain itu, Pemkot Bandung juga masih berupaya menjajaki keseriusan dari pemenang lelang pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang mandek hingga 9 tahun.

Sembari itu, Pemkot Bandung akan terus mengedukasi masyarakat dan memfasilitasi dan memonitor progres dari penanganan yang berbasis klaster. Serta terus mencari formula yang tepat untuk cepat menangani masalah sampah ini di hulu.

“Pemenang lelang (PT BRIL) mereka pasti melakukan rekalkulasi investasi. Kalau ada terjadi pembengkakan, tentu harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan keuangan pemda. Kami harap BRIL bisa secepatnya mengambil sikap dengan teknologi apa yang cocok untuk kondisi saat ini,” ucapnya.

Rencananya, pada APBD 2024 mendatang Pemkot Bandung menganggarkan sebesar Rp250 miliar untuk penanganan sampah yang dikelola di bawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung.

Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bandung H. Tedy Rusmawan mengatakan, sampai saat ini penanganan darurat sampah yang dilakukan Pemkot Bandung sudah sesuai relnya, hanya perlu memasifkan lebih optimal lagi kepada masyarakat.

“Kami juga membantu Pemkot untuk menyediakan fasilitas Kang Empos kepada 20 persen KK di kelurahan. Pemkot Bandung juga terus berupaya bahkan seluruh OPD digerakkan untuk sosialisasi Kang Pisman. Termasuk mal dan hotel juga semakin masif,” tutur Tedy.

Ia mengatakan, untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat agar bisa mengolah sampah secara mandiri butuh waktu minimal 1 tahun. Sehingga ia menegaskan agar masyarakat juga harus turut berperan dan tahu apa yang harus dilakukan setelah menerima Kang Empos

“Targetnya dengan hadirnya fasilitas Kang Empos di tiap kelurahan bisa menyelesaikan 1 ton sampah per harinya. Sehingga paling tidak, sampah kita hanya sisa 800 ton residu yang dibuang ke TPA,” katanya.

Menurutnya, selain para penyuluh, edukasi juga bisa melibatkan peran guru dan pelaku pendidikan lainnya sebagai ujung tombak untuk pengolahan sampah. “Mobilisasi terkait Kang Pisman dan Kang Empos kita dorong sosialisasi yang masif. Termasuk kalau ada masyarakat yang ingin pelatihan, bisa kita siapkan fasilitasnya,” imbuhnya.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.