Plt General Manager komunikasi dan kemitraan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, Akbar Saddam, mengungkapkan temuannya bahwa sebanyak 2 ton sampah mengotori berbagai objek wisata di Indonesia.

Angka tersebut didapat dari hasil re-audit sampah yang dilakukan Dompet Dhuafa di 11 provinsi, di antaranya Jawa Tengah, Jawa Barat, Maluku, Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi Tenggara, sampai ke Papua.

Temuan itu disampaikannya di acara Green Press Community (GPC) dalam talkshow “Youth-Led Waste Revolution,” Rabu (8/11/2023) di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan.

“Temuan kami mendapati sekitar 2 ton sampah yang ada di public area, salah satunya di taman-taman kota, di pantai-pantai yang menjadi objek wisata, dan sampai di gunung, dua gunung di Jawa Barat dan satu di Nusa tenggara Barat itu,” katanya.

Jenis sampah tersebut didominasi oleh plastik, yang sulit terurai.

“Kami temukan ada dua jenis plastik yang awet banget, HDPE (High-Density Polyethylene) dan PET (Polyethylene Terephtalate). Inilah yang paling banyak kita temukan di publik area tadi, termasuk di gunung, taman,” jelas Akbar.

HDPE adalah plastik berwarna putih susu yang biasanya digunakan sebagai bahan botol detergen dan sampo. Sementara PTE adalah jenis plastik transparan yang biasa diproduksi menjadi botol minuman ringan dan air minum dalam kemasan.

Temuan tersebut, kata Akbar, menunjukkan bahwa pengelola tempat wisata, baik pemerintah ataupun swasta, masih belum mengelola sampah-sampah tersebut secara berkelanjutan. Padahal, menurutnya, sampah itu dapat menjadi sumber energi jika dikelola dengan baik.

“Itulah yang membuat kami akhirnya mengupayakan mendorong teman-teman atau pengelola tempat wisata untuk bagaimana kita berkolaborasi secara berkelanjutan. Untuk mengupayakan minimalisasi sampah yang diproduksi di tempat wisata tersebut dan bagaimana cara pengelolaan, bagaimana memanfaatkan sampah-sampah tersebut,” kata Akbar.

Lantas dia mencontohkan bahwa sampah tersebut dapat dijadikan  produk-produk fashion atau produk-produk kreatif dari sebuah korporat.

“Yang perlu diketahui adalah bagaimana sampah yang diproduksi di tempat wisata, atau di tempat umum, bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat,” tutup Akbar.

Green Press Community merupakan ajang perdana yang diorganisasi oleh Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of Indonesian Environmental Journalists/SIEJ) guna menghimpun ide dan memantik gerakan bersama untuk melestarikan lingkungan hidup di Indonesia.

Berlangsung sejak Rabu (8/11), GPC menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.