Wisata Pulo Tareba berfokus pada konservasi alam dan menghindari perburuan fauna endemik.

Kota Ternate, Maluku Utara punya fauna darat yang unik, namun sudah mulai jarang ditemui, yakni Kuskus mata biru (phalanger sp ternate).

Oleh orang Ternate, hewan omnivora pemakan serangga, daun, dan buah itu juga disebut kuso. Sayang, hewan jenis menyusui ini termasuk yang terancam punah akibat perburuan liar oleh penduduk untuk dikonsumsi–dan pengalihan fungsi lahan hutan.

Meski jadi hewan langka, Kuskus bisa dijumpai di sekitar hutan ekowisata Pulo Tareba. Spot yang berada tepat di sisi barat Danau Tolire, Kelurahan Takome, Kecamatan Kota Ternate itu bisa menjadi spot terbaik bagi wisatawan atau traveller menikmati Kuskus mata biru.

Pekan lalu, keluarga alumni SMA Negeri 2 Kota Ternate angkatan 98 terlihat berkunjung ke wisata tersebut. Mereka asyik berfoto bersama sembari berkampanye jaga alam dengan membentangkan spanduk bertuliskan UU Nomor 5 Tahun 1990 dan UU Nomor 18 Tahun 2013 Setiap Orang Dilarang Menebang Pohon, Membakar Hutan, Menduduki dan Merambah Hutan, Berburu Satwa Liar, dan Kegiatan Lain yang Merusak Hutan di Dalam Kawasan Hutan Takome.

Pemandangan wisata di kaki Gunung Gamalama ini tak lepas dari jepretan smartphone mereka.

Koordinator kelompok, Nurjanah Kolter mengatakan kedatangan mereka untuk berwisata sekaligus kampanye konservasi. “Ini sebenarnya bentuk reuni kita tapi seperti biasa kalau reuni kita maunya tidak hanya bersenang-senang saja namun harus bikin sesuatu yang bermanfaat untuk lingkungan atau orang-orang di sekitar kita,” ungkap Nurjanah.

Dia mengaku kawasan hutan Tareba perlu mendapat perhatian pemerintah untuk dikembangkan menjadi wisata alam. Sebab, di tempat tersebut menjadi tempat tinggal hewan endemik.

“Menurut informasi yang kami dapat itu di sini bisa pantau Kuskus mata biru dan burung hantu di malam hari makanya ini potensi yang harus dikembangkan dan pemerintah harus mendukung itu,” tegasnya.

Meski telah berkeliling berswafoto dengan latar alam di kawasan Pulo Tareba, Nurjanah dkk memantapkan rencana mereka untuk camping atau bermalam di Tareba. Alasannya, ingin memantau langsung Kuskus mata biru dan burung hantu.

“Rencananya setelah ini kita camping biar bisa lihat langsung kedua hewan itu karena bagaimana kita mau promosikan keluar kalau kita sendiri belum membuktikan dengan mata kepala sendiri,” ujar dia.

Destinasi wisata baru di Ternate

Kawasan Pulo Tareba merupakan wisata alternatif yang ada di Kelurahan Takome, Ternate Barat, Kota Ternate disamping wisata danau dan pantai. Terletak di punggung gunung Gamalama dan tepat di sisi Danau Tolire menjadikan Pulo Tareba sangat pas untuk wisata alam.

Pengelola Pulo Tareba, Junaidi Abas mengatakan Polu Tareba termasuk wisata yang masih baru di Kota Ternate. Apalagi, sejak awal dibuka pada 2019, pihaknya tidak mempunyai planning untuk dikembangkan sebagai tempat wisata.

“Dulunya kita cuman berpikir bahwa wisata itu pantai dan danau saja namun berkat ada beberapa tawaran kita putuskan untuk dikelola potensi hutannya sebagai wisata alam,” kenang dia.

Junaidi mengisahkan pada awal pengembangan bersama dengan teman-teman Komunitas Tareba lainnya, mereka sempat bingung memulai wisata berlatar hutan. Tak heran, kata dia, pembuatan spot-spot wisata berupa outbond, gazebo dan tempat selfie seolah menyiksa flora dan fauna setempat.

“Makanya diawal itu kami bangun dengan gaya tebang pohon, pakai labrang sebagai tali untuk wahana outbond yang di ikat ke pohon sehingga lama-kelamaan ternyata dia menyiksa pohon,” tambah dia.

Desain keliru tersebut membuat wahana dengan penyangga pohon pun mulai rusak. Diperparah dengan menghilangnya fauna yang dulunya mendiami kawasan tersebut seperti Kuskus mata biru, burung hantu, musang serta burung migrasi lainnya.

Kondisi inilah yang mendorong, Junaidi dan pemuda Kelurahan Takome yang tergabung dalam komunitas Pulo Tareba menutup sementara aktivitas wisata. Selain karena pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, juga bermaksud mengembalikan flora dan fauna seperti sediakala.

“Buktinya semenjak dibangun dan dibuka pada September 2023 sampai saat ini, hewan-hewan ini mulai mendekat dan kembali lagi,” ungkap Junaidi.

Berangkat dari pengalaman sebelumnya, Junaidi menekankan wisata Pulo Tareba berfokus pada konservasi alam. Upaya-upaya itu terus dilakukan pihaknya, salah satunya berkolaborasi dengan komunitas-komunitas lingkungan.

“Kami membuat kolaborasi untuk menghindari terjadinya perburuan liar yaitu dengan kerjasama dengan Halmahera Wildlife Photography dengan penyamatan burung yang ada di Pulo Tareba,” tegasnya.

Ini juga sekaligus sebagai kampanye untuk melarang keras perburuan liar burung yang ada di kawasan Pulo Tareba. Sebab, semenjak dibuka kembali, dia berujar, teman-teman komunitas yang berjaga di Pulo Tareba seringkali mendapati pelaku perburuan liar.

“Kami temui beberapa kali mereka datang terutama orang luar dengan senapannya berburu burung bahkan ada dari pihak aparat pun yang menembak burung disini,” katanya.

Miris dengan kondisi yang ada, Junaidi dkk hanya bisa berharap kesadaran masyarakat untuk tidak lagi berburu burung untuk diperdagangkan atau pun sebagai piaraan di rumah. Sebaliknya, bisa menikmati dengan tidak menyakiti berupa berwisata ke Pulo Tareba. Aktivitas wisata di Pulo Tareba sendiri bisa dilakukan berupa berswafoto dengan latar Danau Tolire Besar, camping serta birdwatching (pengamatan burung).

“Kita punya spot selfie dengan biaya masuk per orang Rp. 5ribu dan camping dengan biaya sewa 1 tendum per 4 orang Rp. 50ribu, sedangkan birdwatching bisa dilakukan pada siang atau malam hari,” pungkasnya. [Putri Citra Abidin]

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.