Pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat: pelestarian sumber daya alam Indonesia dengan pendekatan berkelanjutan.

Pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat mesti menjadi fokus utama dalam upaya pelestarian sumber daya alam di Indonesia. Direktur WALHI Lampung, Irfan Tri Musri, menekankan pentingnya pendekatan ini mengingat tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam yang terdapat di kawasan hutan.
Hal ini tidak hanya terjadi di Provinsi Lampung, tetapi juga merambah ke hampir seluruh provinsi di Indonesia. Program transmigrasi dan keterbatasan akses terhadap sumber daya alam di luar kawasan hutan menjadi faktor penentu dalam perlunya pengelolaan yang berkelanjutan.
Seiring berjalannya waktu, upaya untuk mendapatkan izin kemitraan konservasi menghadapi berbagai tantangan. Meskipun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 83 Tahun 2016 telah dikeluarkan, implementasi kawasan hutan konservasi harus menunggu peraturan teknis dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang baru terbit pada Juni 2018.
“Proses panjang ini mengilhami semangat perjuangan untuk melindungi hak masyarakat atas wilayah kelola mereka,” demikian dikutip dari laman WALHI Lampung, diakses Jumat, 28 Juni 2024.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat
Upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat menunjukkan hasil yang menggembirakan. Salah satu pencapaian penting adalah terbitnya Izin Kemitraan Konservasi pertama di Provinsi Lampung dan izin kemitraan lainnya di Kawasan Tahura di Sumatera.
Surat Keputusan Kemitraan Konservasi bukan hanya menjadi pengakuan semata, tetapi juga sebagai titik tolak untuk memulai komitmen dalam memulihkan dan menjaga kawasan hutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip hutan lestari masyarakat sejahtera.
Menurut Hadi Jatmiko dari Eksekutif Nasional WALHI, penerimaan izin Perhutanan Sosial merupakan langkah penting dalam mengakui dan melindungi wilayah kelola rakyat yang telah dinantikan selama bertahun-tahun. Hal ini menegaskan komitmen untuk memperbaiki dan melindungi kawasan hutan sebagai respons terhadap krisis iklim dan bencana ekologis.
Dukungan pemerintah
Yanyan Ruchyansyah, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, menyampaikan bahwa keputusan untuk memberikan persetujuan kemitraan konservasi kepada tujuh kelompok tani hutan di Tahura Wan Abdul Rahman menunjukkan dukungan yang signifikan dari pemerintah.
Hal itu tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani hutan, tetapi juga sebagai bentuk kepercayaan terhadap kemampuan mereka dalam mengelola kawasan hutan secara lestari.
Bupati Pesawaran juga memberikan respons positif terhadap izin Perhutanan Sosial, khususnya dalam skema Kemitraan Konservasi, yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat melalui pengelolaan yang berkelanjutan. Dalam misi untuk mensejahterakan masyarakat, bupati berkomitmen untuk mendukung upaya menjaga dan merawat hutan, serta mengembangkan potensi agrowisata/agroforestri dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dihasilkan.
Situasi nasional dan lokal perhutanan sosial
Secara nasional, program perhutanan sosial telah mencapai pencapaian yang signifikan dengan total luas mencapai 4.807.825,97 hektar dan 7.296 unit SK yang menguntungkan lebih dari 1 juta kepala keluarga penerima manfaat.
Di tingkat Provinsi Lampung, capaian perhutanan sosial mencakup luas 194.001 hektar dengan 87.885 kepala keluarga yang terlibat. Meskipun begitu, terdapat skema kemitraan konservasi yang perlu lebih diperhatikan dengan jumlah kemkon yang lebih rendah, menunjukkan bahwa masih ada tantangan dalam menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan yang berbasis masyarakat.
“WALHI meyakini bahwa melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan akan membawa dampak positif bagi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat,” kata WALHI Lampung.
Dengan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat, mereka dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk lingkungan sekitar mereka. Hal ini sejalan dengan upaya untuk mengatasi pandangan negatif terhadap masyarakat sebagai perambah hutan, dengan menunjukkan bahwa kolaborasi dengan masyarakat dapat lebih berhasil daripada upaya rehabilitasi yang melibatkan korporasi atau pihak pemerintah.
Pengelolaan kawasan hutan berbasis masyarakat tidak hanya tentang melindungi lingkungan, tetapi juga tentang membangun kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Dengan capaian yang telah dicapai dan tantangan yang masih harus diatasi, Indonesia terus bergerak maju menuju sistem pengelolaan hutan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
“Dukungan dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan berbagai pihak terkait menjadi kunci untuk mencapai tujuan ini,” tandas WALHI.
- Potensi korupsi atau moral hazard jika kampus diberikan izin tambangMeski kampus memiliki jurusan pertambangan, upaya pemberian izin tambang sebagai bentuk korporatisme baru pemerintah kepada pihak kampus.
- Pemerintah perlu dongkrak investasi untuk mengatasi keterbatasan anggaran dalam transisi energiPemerintah perlu meningkatkan investasi dan reformasi kebijakan untuk mempercepat transisi energi, mengatasi dominasi batubara, dengan energi baru terbarukan
- Program Sekolah Ekologis mengenalkan gaya hidup zero waste sejak usia diniSiswa peserta Program Sekolah Ekologis pamerkan sampah kompos organik, eco enzyme, daur ulang kertas, dan peralatan zero waste.
- Jalan terjal warga Padarincang menuntut lingkungan sehat dan bebas limbah ternakLebih dari satu dekade warga Kampung Cibetus, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten, berjuang melawan dampak buruk peternakan ayam.
- Mahasiswa rekayasa kehutanan ITB terjun ke lapangan untuk mengkaji perlindungan hutanMahasiswa mempelajari nilai penting perlindungan hutan beserta keanekaragaman hayati biodiversitas yang ada di dalamnya.
- Terbukti melanggar, pagar laut di Bekasi dibongkarPembongkaran pagar laut merupakan tindak lanjut dari sanksi administratif setelah perusahaan terbukti melanggar serta reklamasi tanpa izin.