Pencemaran merkuri berbahaya bagi tanah dan air, menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan bagi masyarakat sekitar.

seminar mengenai “Remediasi Tanah Tercemar Merkuri di Lokasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)” yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Mataram,
Seminar mengenai “Remediasi Tanah Tercemar Merkuri di Lokasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)” Fakultas Pertanian Universitas Mataram, (NEXUS3)

Sejumlah wilayah tambang emas di Indonesia menghadapi masalah pencemaran merkuri yang merusak kesehatan dan lingkungan. Tema tersebut diangkat dalam seminar mengenai “Remediasi Tanah Tercemar Merkuri di Lokasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)” yang diselenggarakan Fakultas Pertanian Universitas Mataram, bekerja sama dengan Nexus3 Foundation dan didukung oleh konsorsium TAUW Foundation serta AMMAN Mineral Nusa Tenggara.

Merkuri, logam berat beracun, sering digunakan dalam pengolahan emas pada lokasi PESK. Penggunaan merkuri yang tidak terkelola dengan baik dapat mencemari tanah dan air, menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan bagi masyarakat sekitar. Seperti yang diungkapkan Yunik Kuncaraning Purwandari, Kasubdit Penetapan B3 KLHK.

“Limbah merkuri yang mencemari tanah di area PESK dapat diklasifikasikan sebagai limbah B3 jika melebihi nilai baku identifikasi zat kontaminan. Ini menjadikannya penting untuk mengadopsi panduan dan petunjuk teknis dari Permen LHK Nomor 101/2018 untuk remediasi,” dikutip dari keterangan resmi yang diakses Sabtu, 24 Agustus 2024.

Konvensi Minamata, yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017, bertujuan mengurangi dampak merkuri pada lingkungan dan kesehatan manusia. Konvensi ini mendorong pengendalian emisi merkuri, pengelolaan limbah, dan remediasi lahan terkontaminasi, serta kerjasama internasional dalam perlindungan lingkungan.

AMMAN Mineral Nusa Tenggara, yang merupakan salah satu mitra dalam seminar ini, mengedepankan keberlanjutan dalam program-programnya.

“Komitmen kami sejalan dengan ratifikasi Konvensi Minamata oleh Pemerintah Indonesia. Kami bekerja sama dengan pemerintah dan mitra sosial untuk mengatasi pencemaran merkuri, terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat,” kata Dimas Pradyaka Purnama, Community Development Manager AMMAN.

Penanganan pencemaran merkuri menjadi semakin mendesak, terutama dengan praktik penjualan merkuri secara online yang mengancam kesehatan masyarakat.

“Merkuri bisa masuk ke tubuh manusia melalui udara, makanan, dan kontak kulit, dengan efek toksik yang serius, terutama pada anak-anak,” jelas Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation.

“Studi menunjukkan konsentrasi merkuri di tubuh manusia melebihi batas aman, sehingga pemantauan biomarker merkuri sangat penting,” lanjut Yuyun.

Boudewijn Fokke, Soil Consultant TAUW Foundation, menekankan pentingnya keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan penggunaan merkuri.

“Jika berhenti menggunakan merkuri, kita menghentikan pencemaran lingkungan dan risiko kesehatan. Namun, melanjutkan penggunaannya berarti kita mempertaruhkan kesehatan keluarga dan lingkungan,” kata Boudewijn Fokke.

Solusi alami pencemaran merkuri

Salah satu solusi untuk remediasi tanah yang terkena pencemaran merkuri adalah menggunakan bahan alami seperti biochar dan rumput vetiver. Penelitian di Fakultas Pertanian Universitas Mataram menunjukkan bahwa biochar dari tongkol jagung efektif mengadsorpsi merkuri hingga 66%.

Selain itu, kombinasi biochar dengan rumput vetiver menurunkan mobilitas merkuri di tanah hingga 67% dalam waktu tiga bulan.

Kusnarta dan Suwardji, peneliti yang memimpin studi ini, menekankan bahwa rumput vetiver membantu menyerap merkuri melalui akarnya, meningkatkan efektivitas biochar.

Tanggapan dari berbagai pihak menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dalam menangani pencemaran merkuri. Yenny Meliana, Kepala Laboratorium Biologi BRIN, mengatakan, “Kolaborasi dari berbagai pihak sangat penting untuk menghentikan penggunaan merkuri dan memastikan penyimpanan merkuri yang aman. Remediasi merkuri merupakan langkah krusial untuk lingkungan yang lebih baik bagi generasi mendatang.”

Lee Belt, Mercury and POPs Policy Advisor IPEN, menyoroti potensi biochar dalam menangkap merkuri. “Langkah selanjutnya adalah memastikan bagaimana mengumpulkan biochar setelah merkuri sepenuhnya diserap dan menentukan opsi untuk pemulihan atau pembuangan merkuri terperangkap di biochar.”

Lalu Akhmad Gifary Akbar, mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, menambahkan, “Percobaan remediasi tanah tercemar merkuri memberikan kontribusi signifikan dalam verifikasi lahan tercemar. Hasil penelitian akan menjadi referensi penting dalam pengelolaan lahan tercemar di masa depan.”

Seminar ini menegaskan bahwa remediasi tanah yang terkena pencemaran merkuri memerlukan pendekatan holistik dan kerjasama antara berbagai pihak untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.