Penerapan cukai merupakan upaya mengedukasi bahwa konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan bukan bagian dari pola makan sehat dan bergizi.
Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) tengah menjamur belakangan ini dengan munculnya produk-produk seperti kopi, teh, susu olahan, dan minuman berkarbonasi. Bahkan di minimarket, supermarket, kedai kekinian, dan kopi keliling menawarkan berbagai varian rasa MBDK yang diminati utamanya oleh anak-anak dengan harga terjangkau.
Minuman berpemanis ini menjadi salah satu pemicu naiknya angka penderita diabetes. Menurut Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2023, angka prevalensi diabetes di Indonesia meningkat menjadi 11,7%.
Koalisi PASTI yang terdiri dari Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan bekerja sama dengan Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM, Health Promoting University UGM, Yayasan KAKAK serta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan komitmen untuk mendukung kebijakan penerapan cukai bagi Minuman Berpemanis dalam Kemasan.
Ketua FAKTA Indonesia, Ari Subagyo Wibowo menyesalkan penundaan penerapan cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) pada tahun 2024.
“Keinginan kita ke depan ini adalah generasi muda yang sehat yang dicita-citakan oleh pemerintah generasi emas ini benar-benar bisa dilaksanakan,” kata Ari, dalam keterangan resmi, diakses Sabtu, 8 September 2024.
Ari menyampaikan hasil Diskusi Publik yang bertajuk “Terapkan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Sebagai Bentuk Kehadiran Negara Untuk Generasi Emas”, Jumat (30/8/2024), di Wisma MM UGM.
Penerapan cukai ini menurut Ari sebagai bentuk untuk mengubah perilaku masyarakat dan mengedukasi bahwa konsumsi MBDK bukanlah bagian dari pola makan sehat dan bergizi.
Hal serupa disampaikan oleh Bagus Suryo Bintoro selaku Ketua Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FKKMK UGM yang menyebutkan kebijakan penundaan cukai bagi MBDK disayangkan.
“Padahal pemberlakuan cukai MBDK ini juga dapat mengurangi angka penderita diabetes,” kata Bagus.
Uli Parulian Sihombing, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, menegaskan bahwa Komnas HAM berkomitmen untuk mendukung penerapan cukai bagai MBDK.
“Komnas HAM masih terus memantau terkait penerapan Cukai MBDK. Kami juga merekomendasikan kepada BPOM untuk penataan pengawasan obat dan makanan yang perlu diperbaiki di hilir dan hulu,” terangnya.
Guru Besar FKKMK UGM Yayi Suryo Prabandari selaku Ketua Health Promoting University (HPU) UGM mengatakan HPU UGM telah melakukan beberapa program untuk kampanye mengkonsumsi makanan sehat di lingkungan kampus.
“Kita mengkampanyekan healthy eating seperti penerapan food traffic light pada makanan, advokasi pembatasan minum berpemanis,” katanya.
Perwakilan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Gisella Tellys menyampaikan bahwa pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi angka penderita diabetes. Ia menerangkan bahwa cukai MBDK adalah instrumen kebijakan fiskal. Menurutnya, dengan menaikan harga dari produk MBDK, tingkat konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan di masyarakat dapat menurun.
Hal senada juga disampaikan Tulus Abadi Perwakilan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), minta pemerintah tidak perlu ambigu untuk menerapkan ini karena justru pemerintah juga akan mendapatkan pendapatan negara.
“Penerapan cukai ini tidak akan mematikan industri,” paparnya.
Menurut Tulus, pemerintah sebaiknya belajar dari penerapan Cukai Hasil Tembakau (CHT), di mana hasil dari cukai bisa dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk program-program yang bertujuan untuk pengendalian konsumsi dan peningkatan kesehatan.
“Dana ini sering digunakan untuk mendanai kampanye kesehatan,” pungkasnya.