Dibutuhkan kolaborasi antara orang muda, pemerintah, dan masyarakat adat untuk melindungi lingkungan hidup di Papua.
Krisis iklim semakin memperburuk kondisi ekosistem dan kehidupan masyarakat adat di Papua. Bahkan krisis iklim mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat. Dibutuhkan peran orang muda dalam menghadapi krisis iklim ini.
“Krisis iklim di Papua telah memperburuk kerusakan lingkungan, dari kerusakan hutan hingga perubahan pola cuaca yang mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat. Oleh karena itu, peran pemuda (orang muda) sangat vital dalam melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak krisis iklim yang semakin dirasakan oleh masyarakat,” ungkap Maikel Peuki, Direktur WALHI Papua, dalam Seminar Nasional tentang Alarm Krisis Iklim dan Dialog Kaum Muda yang Diselenggarakan oleh Institut Hijau Indonesia, di Auditorium Uncenh Jayapura, Senin, (2/12/2024).
Seminar tersebut mengangkat sub-tema “Peran Pemuda dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim di Papua” sebagai topik sentral untuk membahas pentingnya keterlibatan generasi muda dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di Papua.
Dalam seminar yang dihadiri orang muda, mahasiswa, dan aktivis lingkungan dari berbagai kampus di Papua, WALHI Papua menyampaikan pandangannya mengenai krisis iklim yang semakin memperburuk kondisi ekosistem dan kehidupan masyarakat adat di Papua.
WALHI Papua menekankan pentingnya kolaborasi antara orang muda, pemerintah, dan masyarakat adat untuk melindungi lingkungan hidup di Papua.
Pemuda, menurut WALHI Papua, memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam mengatasi masalah perubahan iklim melalui aksi nyata di tingkat lokal, baik dalam hal perlindungan hutan, pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, serta pendidikan dan sosialisasi mengenai dampak perubahan iklim.
WALHI Papua berharap agar kesadaran akan pentingnya perlindungan lingkungan dan adaptasi terhadap perubahan iklim dapat ditanamkan lebih dalam kepada mahasiswa dan generasi muda Papua.
“Pemuda Papua harus menjadi agen perubahan yang mendorong kebijakan-kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan masyarakat adat, serta mampu beradaptasi dengan krisis iklim yang semakin mendesak,” lanjut Maikel.
Selain itu, WALHI Papua juga berharap agar dialog yang terjalin dalam seminar ini dapat menghasilkan solusi konkret yang melibatkan kaum muda dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Papua.
“Kami mengajak para pemuda untuk lebih terlibat dalam gerakan pelestarian lingkungan, yang tidak hanya berbicara tentang mitigasi perubahan iklim, tetapi juga mengintegrasikan kearifan lokal dalam setiap langkah perlindungan alam di Papua,” pungkas Peuki.
- Pengembangan pangan dan energi di Merauke berpotensi melanggar HAMBukan kemakmuran bersama yang dirasakan di Merauke dengan adanya program Pangan dan energi di Marauke, melainkan segudang persoalan baru.
- Bagi masyarakat adat Aara, wilayah adat adalah identitasPengusulan wilayah adat masyarakat adat Aara bukan hal mudah. EcoNusa melakukan pendampingan kepada masyarakat adat ini sejak Juni 2024.
- Merampas 2 juta hutan adat Malind dan Yei, hentikan PSN Merauke!Lebih dari dua juta tanah dan hutan milik masyarakat Merauke akan berubah menjadi sawah dan perkebunan karena pembangunan PSN.
- Mengkaji pengurangan dampak perubahan iklim berdasarkan aset keuangan IslamLaporan Greenpeace MENA menunjukkan hanya 5% aset keuangan Islam dapat menghasilkan $400 miliar untuk energi terbarukan pada 2030.
- Kegagalan Global North mengurangi dampak perubahan iklimNegara-negara maju Global North tidak seriusdalam mengatasi perubahan iklim dan membayar utang iklim mereka.
- Perhutana: Hutan kolektif warga di tengah kawasan industri JatiwangiJatiwangi mungkin salah satu daerah di Jawa Barat yang sampai sekarang masih menjadi primadona investasi sejak kebangkrutan VOC