Aksi simbolik ini menyoroti krisis sampah plastik dan mengajak masyarakat mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, terutama di bulan Ramadan.
Menyambut bulan suci Ramadan, komunitas ECOTON, Aksi Biroe, dan Six for Nature menggelar aksi simbolik di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya (26/2). Dalam aksi ini, mereka membawa poster berisi ajakan kepada masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Selain membawa poster, aksi ini juga menghadirkan instalasi keran air raksasa yang mengeluarkan sampah plastik. Instalasi tersebut menggambarkan betapa daruratnya krisis sampah di Indonesia, sekaligus menjadi pengingat akan dampak buruk pencemaran plastik terhadap lingkungan.
“Untuk menghentikan banjir sampah plastik, kita harus menutup ‘krannya’. Ini berarti kita harus berhenti menggunakan wadah plastik sekali pakai, industri harus menghentikan produksinya, dan pemerintah harus membuat regulasi tegas untuk melarang penggunaannya,” ujar Nuril, mahasiswi UIN Sunan Ampel yang turut serta dalam aksi ini.
“Jika hanya berfokus pada membersihkan sampah, itu sama saja seperti mengepel lantai yang kebanjiran tanpa menutup sumber airnya,” sambungnya.
Empat Fakta Krisis Sampah Plastik di Indonesia
- TPA Kelebihan Kapasitas, Sampah Tak Tertangani dengan Baik
Sebanyak 69% sampah penduduk Indonesia berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Data Sustainable Waste Indonesia menunjukkan bahwa pada 2023-2024, sekitar 36 juta ton sampah menumpuk di TPA. Kota-kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, dan Malang telah menutup TPA mereka karena masih menggunakan sistem open dumping, yakni pembuangan sampah di lahan terbuka tanpa pengelolaan yang memadai. Padahal, sistem ini sudah dilarang dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 44 dan 45. Saat ini, dari 550 TPA di Indonesia, masih ada 306 yang menerapkan open dumping dan harus ditutup sebelum akhir 2025. - Daur Ulang Plastik Masih Ilusi
Hanya 10% sampah plastik yang berhasil dikelola dengan baik, sementara 90% lainnya berakhir di TPA atau mencemari lingkungan—termasuk sungai, laut, udara, dan tanah. Sampah plastik merupakan jenis sampah terbesar kedua di Indonesia (18%), setelah sisa makanan (41%). Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah plastik per tahun, dengan 3,2 juta ton di antaranya mencemari lautan. Dari total sampah yang dihasilkan, hanya 1,61% yang berhasil didaur ulang, sementara sisanya dibakar, ditimbun, atau dibuang sembarangan. - Ketidakpedulian Publik terhadap Sampah Masih Tinggi
Sebanyak 72% masyarakat Indonesia masih belum peduli terhadap permasalahan sampah (BPS 2024). Padahal, sudah banyak terjadi tragedi akibat mismanajemen sampah, seperti:- Longsor TPA Leuwigajah (21 Februari 2005) yang menewaskan 143 orang dan menghilangkan dua kampung akibat ledakan gas metana.
- Kebakaran TPA Suwung (2019 & 2020) yang menyebabkan polusi udara dan mengganggu pemukiman sekitar.
- Kebakaran TPA Bantargebang (2020) yang meningkatkan polusi udara di Depok dan Bogor Raya.
- Longsor TPA Cipeucang yang menyebabkan sungai tertutup oleh timbunan sampah.
- Indonesia Menjadi Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Ketiga di Dunia
Setelah India dan Nigeria, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai penyumbang sampah plastik terbanyak di dunia. Selain itu, penduduk Indonesia kini menjadi kelompok dengan tingkat konsumsi mikroplastik tertinggi di dunia, yakni sekitar 15 gram per bulan.
Aksi Nyata untuk Menghentikan Krisis Sampah Plastik
Aksi puasa plastik sekali pakai ini bukan sekadar kampanye, tetapi juga seruan untuk perubahan nyata. Semua pihak—masyarakat, industri, dan pemerintah—harus berkontribusi dalam mengatasi permasalahan ini dengan langkah konkret, seperti mengurangi konsumsi plastik, meningkatkan sistem daur ulang, serta menerapkan regulasi yang lebih ketat terkait produksi dan penggunaan plastik sekali pakai.
- Laut, Identitas yang Terancam Tambang Emas di SangiheAktivitas tambang emas yang mulai beroperasi di pulau kecil Sangihe mengubah kehidupan masyarakat. Pola hidup warga terganggu.
- Menanti keberhasilan rehabilitasi macan tutulPredator terbesar di Pulau Jawa, macan tutul jawa (Panthera pardus melas) masih dalam status ‘terancam punah’
- Menguatkan pemenuhan hak atas tanah warga Sulawesi Tenggara melalui pendidikanKPA dan ForSDa Gelar Pendidikan Kader di Kolaka, Sulawesi Tenggara di tengah ketimpangan kepemilikan tanah.
- Persidangan gugatan warga terhadap perusahaan pemicu kabut asap terus bergulirHakim persidangan didesak tidak hanya menghukum para tergugat, tetapi memerintahkan pemulihan lahan gambut yang rusak karena terbakar.
- Menangkarkan kodok darah: upaya menambah indikator kesehatan lingkunganTaman Safari Indonesia menangkarkan kodok darah. Amfibi ini masuk dalam kategori kritis atau critically endangered menurut lembaga konservasi alam internasional, IUCN.
- Pergerakan magma dan kaitannya dengan bencana vulkanikDiperlukan metode analisis kimia beresolusi tinggi untuk memahami pergerakan magma dari dalam bumi hingga menimbulkan bencana vulkanik.