Pemberian SK pengakuan dari Bupati Sorong, Provinsi Papua Barat Daya menjadi langkah baik untuk membela hak-hak masyarakat adat.

Kehidupan orang Papua tak bisa dipisahkan dengan tanah dan seisinya. Begitu juga dengan warga masyarakat adat Papua yang mesti mendapatkan jaminan dari pemerintah, bahwa masyarakat adat berdaulat di tanahnya sendiri.
Pernyataan tersebut disampaikan pengkampanye Pusaka, Natalia Yewen terkait Surat Keputusan (SK) tentang Pengakuan Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat yang diterbitkan Bupati Sorong Selatan kepada tujuh kelompok marga, subsuku, dan persekutuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya.
Natalia menyambut baik dan mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sorong Selatan itu.
“Saya harap kepada semua, ini bukan hanya momen terima SK ataupun negara mengakui kita saja, tapi kita harus diyakini oleh pemerintah, bahwa kita punya tanah harus aman, karena kita orang Papua punya hidup tidak bisa dipisahkan dari tanah, kita tidak punya uang, tapi kita punya hutan dan tanah, jadi momen ini tidak hanya sebatas momen penerimaan SK dan negara mengakui, tapi negara juga harus menjamin kita akan tetap aman dan hidup berdaulat diatas tanah adat”, ungkap Natalia, diakses Sabtu, 1 Maret 2025.
Diketahui, 6 Juni 2024, Bupati Sorong Selatan menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Pengakuan Perlindungan dan Penghormatan Hak Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat.
“Saya mewakili bupati menyerahkan surat keputusan bupati Sorong Selatan tentang pengakuan perlndung dan penghormatan hak masyarakat hukum adat dan wilayah adat pada hari ini secara resmi,”, ungkap Dance Nauw, Sekretaris Daerah Kabupaten Sorong Selatan.
Penyerahaan SK penetapan pengakuan hak masyarakat adat dilakukan bersamaan dengan peluncuran dan peresmian Sekretariat Panitia Masyarakat Hukum Adat Sorong Selatan, berlokasi di Kampung Ani Sesna, Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan.
Keputusan ini pertama kali diputuskan dan ditetapkan oleh Bupati Sorong Selatan. Pada Juni 2022, Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong Selatan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kabupaten Sorong Selatan. Diketahui terdapat 42 kelompok sub suku dan ratusan marga dari masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan, yang didaftarkan dan diakui keberadaanya melalui Perda 03/2022.
Pemimpin masyarakat adat sub suku Afsya, Yulian Kareth, mengucapkan terima kasih atas keputusan bupati yang mengakui hak masyarakat adat. “Surat keputusan ini dapat memberikan kekuatan kepada kami dalam mengelola dan mengamankan tanah dan hutan adat”, ungkap Yulian Kareth.
Pada Juni 2023, Sub Suku Afsya yang berdiam di Kampung Bariat dan Konda, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, menyampaikan surat permohonan penetapan pengakuan hak masyarakat adat kepada Wakil Bupati Sorong Selatan dan Panitia Masyarakat Hukum Adat, serta dokumen persyaratan pengakuan hak masyarakat adat dan wilayah adat, antara lain sejarah keberadaan masyarakat adat dan penguasaan wilayah adat disertai lampiran peta wilayah adat, peraturan dan hukum adat, harta dan benda adat, dan sebagainya.
Pada Oktober 2023, Panitia MHA Sorong Selatan bersama Asisten II bekerjasama dengan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (Pusaka), melakukan musyawarah pra verifikasi atas permohonan Suku Afsya. Musyawarah ini sekaligus memverifikasi dan meluruskan berbagai informasi sejarah penguasaan tanah dan pengakuan antara Suku Afsya dan kelompok masyarakat adat yang berbatasan dari Sub Suku Gemna, Nakna dan Yaben.
Sebelumnya, akhir tahun 2022, Majelis Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Bupati Sorong Selatan dan memenangkan perusahaan kelapa sawit PT Anugerah Sakti Internusa atas perkara pencabutan izin usaha perkebunan kelapa sawit yang berada di wilayah adat Suku Afsya dan sekitarnya, dengan luas 37.000 hektar. Izin-izin yang diberikan dengan cara merampas hak masyarakat adat, tidak mengakui dan menghormati hak masyarakat adat.
Terbitnya SK tersebut memberikan jembatan baru bagi perjuangan masyarakat adat Afsya untuk mengamankan, mempertahankan dan mendapatkan kembali hak atas tanah dan hutan adat, yang menjadi sasaran investasi industri minyak kelapa sawit dan bisnis karbon yang baru.
- Bahaya bahan kimia plastik pada kesehatan, peneliti Unpad kembangkan plastik ramah lingkunganLebih dari 13.000 jenis bahan kimia plastik digunakan secara global. Dari jumlah tersebut, lebih dari 3.200 bahan berbahaya bagi kesehatan.
- Warga Dairi mendesak KLHK patuh pada putusan Mahkamah AgungPerusahaan tambang di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara masih beroperasi tanpa persetujuan lingkungan yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung.
- Masjid Al Muharram Brajan gunakan panel surya, teladan transisi energi bersihPanel-panel surya mampu mengurangi emisi karbon. Listrik yang ada saat ini dihasilkan energi kotor batu bara.
- Deforestasi Memicu Krisis Ekologis dan Merusak Keanekaragaman Hayatidi Sumatera UtaraKerusakan hutan di Sumatera Utara menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Eksekutif Daerah Sumatera Utara mengungkap bahwa deforestasi merupakan penyebab utama rusaknya ekosistem hutan di berbagai kabupaten. Dalam laporan berjudul “Ribak! Risalah Bumi Para Ketua”, WALHI Sumut mencatat kerusakan hutan terjadi di Tanah Karo, Tapanuli Selatan, Dairi, Tapanuli Utara, Toba, Simalungun,… Baca selengkapnya: Deforestasi Memicu Krisis Ekologis dan Merusak Keanekaragaman Hayatidi Sumatera Utara
- WALHI mengkritik proyek panas bumi tidak melibatkan rakyatWahana Lingkungan Hidup Indonesia Eksekutif Daerah Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT) menyampaikan kritik tajam terhadap kebijakan pengembangan panas bumi (geothermal) yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Pulau Flores. WALHI menilai kebijakan tersebut tidak melibatkan masyarakat secara langsung dan sarat dengan pendekatan top-down yang bertentangan dengan semangat desentralisasi. Pernyataan ini disampaikan… Baca selengkapnya: WALHI mengkritik proyek panas bumi tidak melibatkan rakyat
- Food Estate, jalan lama yang mengkhawatirkan bagi para petaniPemerintah menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama dalam strategi pembangunan nasional. Indonesia ditargetkan mampu mencapai swasembada pangan dalam empat hingga lima tahun ke depan. Namun, langkah ambisius ini kembali menempatkan kebijakan food estate sebagai andalan utama, kebijakan yang justru menyimpan rekam jejak penuh masalah di masa lalu. Kebijakan food estate sejatinya bukan hal baru. Program… Baca selengkapnya: Food Estate, jalan lama yang mengkhawatirkan bagi para petani