Predator terbesar di Pulau Jawa, macan tutul jawa (Panthera pardus melas) masih dalam status ‘terancam punah’

Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) bernama Mancak menunjukkan reaksinya saat seseorang mendekatinya di kandang penangkaran Taman Safari Indonesia, Bogor, pada hari Rabu, 16 April 2025. Macan tutul ini sebelumnya diselamatkan dari masalah dengan manusia di daerah Mancak, Banten, pada akhir Maret 2025. Ia adalah hewan pemangsa penting yang masih ada di Pulau Jawa dan termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature sebagai hewan yang terancam punah. (Adi Marsiela)
Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) bernama Mancak menunjukkan reaksinya saat seseorang mendekatinya di kandang penangkaran Taman Safari Indonesia, Bogor (Adi Marsiela)

Salah satu tantangan konservasi macan tutul adalah memastikan rehabilitasi macan yang berkonflik dengan manusia berhasil. Sehingga ada peluang pelepasliaran untuk menambah populasinya di habitat asli.

Mancak, macan tutul betina muda yang diselamatkan dari Desa Ciwarna, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Banten pada 28 Maret 2025 saat ini jadi penghuni terbaru penangkaran macan tutul jawa di komplek Taman Safari Indonesia (TSI), Bogor. Penamaan Mancak merujuk pada kawasan tempat dia diselamatkan. Total ada tujuh macan tutul di penangkaran, termasuk Mancak.

Macan kumbang yang usianya diperkirakan tiga tahun itu dibawa selepas kedapatan memakan ternak ayam dan domba milik warga di Desa Ciwarna. Mancak ditangkap selepas masuk ke kandang perangkap pada 27 Maret 2025.

Secara fisik, kondisi macan berbobot 20 kilogram itu terbilang baik. Mata, telinga, saluran pencernaan, pernafasan, gigi, nampak normal. Pemeriksaan x-ray memperlihatkan paru-paru, rongga dada bersih. Pemeriksaan organ dalam seperti jantung, ginjal, empedu, dan limpa juga nampak normal.

Namun saat dilakukan uji cepat terhadap canine distemper virus (CDV) dan feline parvo virus (FPV) hasilnya positif. Pemeriksaan ini sekilas mirip dengan tes cepat COVID-19 pada manusia. “Dapat disimpulkan bahwa satwa pernah terpapar penyakit CDV dan FPV,” kata Vice President Life and Sains TSI, dokter hewan Bongot Huaso Mulia di lokasi penangkaran pada Rabu, 16 April 2025.

Temuan adanya sejarah penyakit itu, ungkap Bongot, didalami dengan mengirimkan sampel pemeriksaan untuk uji laboratorium yang lebih lengkap di Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor (PSSP IPB). Pemeriksaan ini penting mengingat perilaku Mancak yang cenderung berdiam diri di pojok kandang.

Perilaku itu terkonfirmasi dari rekaman video di kandang yang memperlihatkan Mancak tidak bereaksi saat diberi ayam dan domba hidup. Pemberian satwa hidup ini tidak lazim di penangkaran karena dianggap tidak etis, namun upaya itu ditempuh guna mengetahui respon Mancak. Perilaku serupa diperlihatkan saat ada perawat yang membersihkan kandang.

Studbook keeper macan tutul jawa, Keni Sultan menjelaskan, perilaku seperti itu tidak lazim. Studbook keeper merupakan sebutan bagi orang yang bertanggungjawab mencatat dan mengelola data silsilah dan reproduksi spesies tertentu yang berada dalam penangkaran atau lembaga konservasi.

“Saat macan tutul diberi prey (makanan) harusnya ada reaksi,” ungkap Keni sembari menambahkan Mancak baru bereaksi saat disodorkan potongan daging menggunakan alat bantu tongkat.

Ketua Forum Macan Tutul Jawa (Formata), Dede Aulia Rahman mengungkapkan, informasi paparan CDV dan FPV pada Mancak ini merupakan temuan penting.

Sebelumnya, pengajar di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB ini beserta 10 periset lainnya mempublikasikan laporan “Diagnosis Molekuler dengan Gejala Klinis yang Sesuai dari Infeksi Canine Distemper Virus pada Macan Tutul Jawa (Panthera pardus ssp. Melas)” di jurnal Helios pada November 2022 lalu. Laporan ini mendapati adanya perpindahan penyakit dari satu spesies ke spesies lainnya. Kasus temuan CDV pada macan tutul betina remaja di Taman Hutan Raya (Tahura) Carita, Banten di penghujung 2020 juga menunjukkan perilaku atau reaksi agonistik serupa dengan Mancak.

Reaksi agonistik ini merupakan perilaku yang berhubungan dengan konflik, persaingan atau pertahanan diri antar individu. Pada satwa liar ada kecenderungan mereka bakal mempertahankan wilayah, berebut pasangan, bersaing untuk makanan, hingga menunjukkan dominasi atau hierarki sosialnya. Dede menjelaskan, macan di Carita itu mati diperkirakan akibat adanya CDV.

Penelusuran lanjut mengenai penyebaran penyakit antar spesies ini penting, ungkap Dede, karena bisa jadi hal tersebut merupakan ancaman baru bagi spesies endemik Pulau Jawa ini, selain berkurangnya luasan habitat, konservasi lahan, hingga berkurangnya sumber pakan.

“Kasus yang terjadi di tahura (Carita) itu areanya berbatasan langsung ke kawasan pemukiman. Jadi ada (potensi) penularan penyakit. Ini jadi perhatian besama,” ujar Dede sembari menambahkan CDV umumnya terdeteksi pada satwa domestik seperti anjing atau kucing.

Penelitian lanjut perihal paparan CDV dan FPV pada Mancak menjadi penting apabila nantinya satwa rehabilitasi itu berpotensi untuk dilepasliarkan. Pada satwa domestik, penyakit CDV menyerang saluran pernafasan dan pencernaan, serta syaraf. “Kalau FDV menyerang ke pencernaan,” imbuh Bongot.

Apakah carnivor atau hewan pemakan daging lain pernah terpapar CDV? Bongot mengatakan, pada upaya penyelamatan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) tahun 1995 silam, ditemukan paparan CDV saat pemeriksaan kesehatan harimau tersebut. Hal serupa pernah ditemukan pada macan tutul amur (Panthera pardus orientalis) di Rusia serta harimau di Malaysia. Kondisi ini membuktikan CDV memang eksis di alam dengan cara penyebaran yang berbeda-beda. “Jadi ancaman kepunahan ada yang tidak bisa kita kontrol,” terang Bongot.

Makanya, sambung Dede, perlu ada informasi mendalam dari pemeriksaan laboratorium guna mengonfirmasi apakah ada keterkaitan penyakit dengan reaksi agonistik Mancak. “Jangan terlalu dini (menyimpulkan),” tutur Dede.

Bongot punya pandangan serupa.

“Bisa jadi penyebabnya CDV atau kondisi lain. Bergam kejadian penyakit bisa menunjukkan perubahan perilaku. Bisa jadi dia sakit kepala, tidak enak badan, mencret, dan tidak mau bergerak. Satwa liar apa harus lompat-lompat? Apa benar ke sana atau itu masa inkubasi (virus) sehingga jadi lebih kalem,” ujarnya Bongot memberi ilustrasi dugaan adanya hubungan antara paparan virus dengan perilaku agonistik Mancak.

Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) bernama Mancak bereaksi saat didekati di kandang penangkaran milik Taman Safari Indonesia, Bogor, Rabu, 16 April 2025. Macan tutul yang berhasil diselamatkan dari konflik dengan manusia di Kecamatan Mancak, Banten pada akhir Maret 2025 ini merupakan predator utama yang tersisa di Pulau Jawa dan statusnya dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature pada kategori terancam punah. (Adi Marsiela)
Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) bernama Mancak bereaksi saat didekati di kandang penangkaran milik Taman Safari Indonesia, Bogor, Rabu, 16 April 2025. Macan tutul yang berhasil diselamatkan dari konflik dengan manusia di Kecamatan Mancak, Banten pada akhir Maret 2025 ini merupakan predator utama yang tersisa di Pulau Jawa dan statusnya dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature pada kategori terancam punah. (Adi Marsiela)

Penurunan Populasi

Guna mengetahui populasi macan tutul jawa di alam, Yayasan SINTAS Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan melakukan survei Java-Wide Leopard Survey (JWLS). Survei ini memanfaatkan teknologi kamera pengintai pada setidaknya 22 dari 29 petak hutan di Pulau Jawa yang dianggap sesuai buat macan tutul. “Bukan berarti di luarnya tidak ada (macan tutul),” kata Direktur Yayasan SINTAS Indonesia, Haryo T. Wibisono.

Petak hutan yang dipasangi kamera pengintai itu terdiri dari 10 taman nasional, 24 suaka alam, hingga 55 kawasan hutan lainnya.

Berdasarkan rilis Kementerian Kehutanan ‘Laporan Kemajuan Survei Nasional Macan Tutul Jawa’ pada 18 Februari 2025 atau hampir setahun pasca survei digelar, macan tutul jawa terdeteksi di 6 dari 7 bentang alam yang telah disurvei. Masing-masing di Rawa Danau, Burangrang, Ciremai, Panusupan, Sindoro – Dieng, dan Bromo Tengger Semeru. Tim survei belum berhasil mendeteksi keberadaan macan tutul jawa di bentang alam Merapi Merbabu. 

Tim pengelola data JWLS sudah mengidentifikasi 34 individu macan tutul jawa, terdiri dari 11 jantan dan 23 betina. Dari keseluruhan individu yang teridentifikasi, 12 di antaranya adalah macan kumbang, sedangkan sisanya adalah macan tutul. 

Sementara dari pemeriksaan sampel kotorannya, hasil analisa genetika yang dilakukan di Laboratorium Analisis Genetik Satwa Liar Universitas Gajah Mada (UGM) berhasil mengidentifikasi 70 sampel kotoran milik macan tutul jawa, terdiri dari 37 jantan dan 18 betina. Masih ada belasan sampel yang dalam proses analisa.

Survei yang cukup besar wilayah dan panjang rentang waktunya ini merupakan yang pertama kali untuk populasi macan tutul jawa. Haryo mengungkapkan, penelitian ini merujuk pada survei harimau sumatera pada rentang 2007-2009 dan 2018-2023.

“Keduanya saya yang lead. Yang sekarang akan dianalisa kita mau bandingkan dua survei ini. (Pada survei) Sebelumya bisa melihat tren populasi, preferensi (satwa mangsa, (kondisi) ancaman lebih baik atau tidak, penanganan baik atau tidak,” terang Haryo yang menargetkan survei macan tutul jawa ini selesai pada 2026 mendatang.

Daftar Merah IUCN atau status konservasi spesies di seluruh dunia yang dirilis pada 2021, mencantumkan perkiraan populasi macan tutul jawa di alam sebanyak 319 ekor. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan antara 419-546 individu pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Macan Tutul Jawa periode 2016-2026 yang disusun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dokumen ini juga mengutip studi terdahulu yang menemukan macan tutul jawa hanya ditemukan di luasan area 20.600 kilometer persegi atau 16% dari sebaran historisnya yang mencakup seluruh wilayah Pulau Jawa. Studi tersebut mengungkapkan hanya 3% dari area inti macan tutul jawa yang kini tersisa. Kondisi ini memperlihatkan risiko kepunahan macan tutul jawa lebih besar dibandingkan subspesies macan tutul lainnya.

Tantangan Rehabilitasi

Penantian hasil pemeriksaan lanjut Mancak menjadi penting terkait upaya konservasi. Salah satu penunjangnya adalah pelepasliaran macan tutul jawa dari lembaga konservasi ke alam. Termasuk, macan tutul hasil rehabilitasi atau penyelamatan dari konflik.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI), Tony Sumampau mengungkapkan, populasi macan tutul jawa di eks-situ atau di luar habitat aslinya tidak banyak. “Sebagian (macan tutul di) kebun binatang tidak pernah dikawinkan karena berkelahi dan alasan lain. Jadi populasi sangat kecil,” ujarnya sembari menambahkan populasi macan tutul jawa di lembaga konservasi luar negeri juga sedikit.

Berdasarkan data pada 2014, populasi macan tutul jawa di eks-situ tersebar pada 8 dari 58 lembaga konservasi seperti taman safari, kebun binatang, dan taman satwa di Indonesia hanya ada 36 ekor. Jumlahnya saat ini diperkirakan menurun, tersisa antara 20-30 individu. Termasuk dengan macan tutul jawa di lembaga konservasi luar negeri.

“Jumlah pastinya belum bisa dijawab pasti karena masih dalam tahap pengumpulan,” kata Keni yang juga mencatat populasi macan tutul jawa pada eks-situ di seluruh dunia.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Agus Aryanto berharap Mancak dapat diobservasi lanjut hingga kembali sehat dan baik kondisinya.

“Jadi kalau tindak lanjut mau lepas liar ke alam tidak membahayakan individu (macan) itu sendiri. Kalau tidak tidak sehat juga bisa membahayakan ekosistem lainnya,” kata Agus.

Perihal pelepasliaran macan tutul jawa dari lembaga konservasi, Agus menerangkan, selama ini belum pernah terjadi. “Buat jenis (satwa) lain memang ada. Saya beberapa kali melepasliarkan (satwa) hasil dari perkembangbiakan yang ada di lembaga konservasi. Karena memang dalam rangka buat peningkatan populasi di alam,” ungkap Agus.

About the writer

Adi Marsiela

Adi has been working as a journalist since 2003. He started at Suara Pembaruan daily until it closed in 2021. He's been writing and taking photos for The Jakarta Post and several other news agencies. Currently...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.