CILACAP, KOMPAS — PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap masih belum mengambil keputusan soal tuntutan kompensasi yang diajukan nelayan akibat pencemaran minyak mentah di perairan Teluk Penyu, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Perusahaan saat ini masih fokus mengembalikan kondisi pantai seperti semula. Sebanyak 14.000 liter minyak keluar dari pipa, tetapi sebagian besar telah disedot dan dilokalisasi oleh Pertamina.
Public Relations Section Head PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Cilacap Musriyadi, Kamis (28/5), mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima surat pengajuan kompensasi secara resmi dari pihak nelayan. Pengajuan kompensasi tersebut dikoordinasi oleh Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) yang mewadahi sekitar 17.000 nelayan di seluruh Cilacap.
“Kami belum membahas soal ganti rugi. Saat ini fokusnya masih pemulihan ekosistem pantai seperti semula. Lagi pula, surat resmi pengajuan kompensasi belum kami terima sehingga belum bisa dijadikan bahan pembahasan di internal perusahaan,” ujarnya.
Paparan minyak mentah tersebut dampak dari kebocoran pipa bawah laut pada fasilitas bongkar muat minyak mentah single point mooring (SPM) Pertamina, sekitar 25 kilometer lepas pantai Cilacap pada Rabu (20/5). Pipa string A terminal apung tersebut bocor akibat tekanan gelombang air laut.
Kendati sudah diupayakan melokalisasi ceceran minyak, pada Minggu malam, rembesan minyak tersebut terbawa gelombang hingga Pantai Teluk Penyu. Ribuan nelayan tidak bisa melaut karena perairan selatan tercemar. Ribuan warga dan nelayan justru ikut mengambil minyak mentah karena mendapat informasi akan mendapat kompensasi dari Pertamina.
Menanggapi kebocoran minyak yang terjadi di Pantai Teluk Penyu Cilacap, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, menuntut Pertamina bertanggung jawab dalam pemulihan lingkungan dan memberikan kompensasi kepada para nelayan.
Lebih dari seribuan tong dan ember bermacam ukuran berisi minyak mentah bercampur air laut pada hari Senin berhasil dikumpulkan. Ceceran minyak mentah tersebut sudah diambil oleh Pertamina untuk dikembalikan ke kilang setelah sebelumnya melalui proses separasi.
Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai kompensasi bagi warga dan nelayan yang ikut membantu membersihkan ceceran minyak tersebut. Suparno (45), salah satu nelayan, mengatakan, hingga kini belum ada pemberian kompensasi kepada warga atau nelayan.
“Kemarin, warga dan nelayan nekat mengambili ceceran minyak karena sudah ada informasi bahwa akan ada kompensasi dari Pertamina, tetapi hingga sekarang belum ada,” ujarnya.
Sanksi
Pelaksana Tugas Ketua HNSI Cilacap Indon Tjahjono mengatakan, nelayan akan meminta ganti rugi dari Pertamina akibat mata pencarian mereka hilang. Kerugian tersebut terdiri atas beberapa hal.
Ceceran minyak berasal dari kebocoran pipa fasilitas bongkar muat minyak mentah (“single point mooring”) milik PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap yang rusak pada Rabu (20/5) malam. Akibat paparan minyak, aktivitas nelayan dan wisata terganggu.
“Pertama, nelayan tidak bisa mendapat ikan karena perairan penuh minyak. Ikan-ikan jelas menjauh ke perairan dalam akibat paparan minyak. Kondisi seperti ini biasanya berlangsung hingga beberapa pekan,” ujarnya.
Kerugian kedua terkait dengan kerusakan alat tangkap nelayan akibat terkena ceceran minyak. “Banyak jaring nelayan rusak. Harus dibongkar atau membeli baru,” ucapnya.
Selain itu, dia juga mengeluhkan peristiwa yang terus berulang tersebut. Dari data HNSI, sejak tahun 2000 terjadi 12 kali peristiwa tumpahan dan kebocoran minyak berskala kecil ataupun besar.
Untuk itu, HNSI akan segera menyampaikan surat pengajuan kompensasi kepada Pertamina. Dari perhitungan kasar, HNSI akan meminta ganti rugi Rp 100.000 per hari per nelayan untuk jangka waktu dua minggu.
Dengan jumlah nelayan di Cilacap yang terdaftar di HNSI sekitar 17.000 orang, nilai ganti rugi yang dituntut Rp 2,3 miliar.
General Affairs Manager PT Pertamina RU IV Cilacap Eko Hernanto mengatakan, sebenarnya banyak nelayan yang sukarela membantu pembersihan paparan minyak sejak hari Senin. Namun, jika ada permintaan kompensasi secara resmi, pihaknya akan tetap membahasnya.
Sementara itu, upaya pembersihan paparan minyak di Teluk Penyu hingga hari Kamis terus dilanjutkan. Saat ini, perairan pantai jauh lebih jernih ketimbang saat pertama kali paparan minyak terjadi.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Cilacap Adjar Mugiono mengatakan, selain ganti rugi kepada nelayan, tuntutan perdata atau pidana atas pencemaran laut bisa dikenai kepada Pertamina. Namun, hal itu merupakan ranah dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sebagai instansi yang menerbitkan izin operasional Pertamina di Cilacap.
“Tentu ada sanksi pidana atau perdatanya sesuai dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Bagaimanapun, ini terjadi akibat kelalaian perusahaan, tetapi itu wewenang pemerintah pusat,” ujarnya.