thumbnailSIEJ, Jakarta–Beberapa pihak hadir dalam acara Dunia Usaha dan REDD+ di Indonesia “Land Based Industry: Palm Oil, Mining, and Forestry” yang diadakan di Jakarta, Selasa (5/).

Acara yang diadakan oleh Satgas REDD+ ini dihadiri oleh beberapa perusahaan pengelola hutan, perwakilan Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan beberapa organisasi lingkungan, seperti WCS, TNC, IFC, FPP, dan Greenpeace.

Salah satu tujuan diadakannya acara ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana semua pihak berkontribusi pada penyelamatan bumi sehingga memunculkan visi bersama untuk mewujudkan perubahan paradigma pengelolaan hutan dan lahan sebagai bagian dari penyelamatan bumi dan pembangunan berkelanjutan.
“Harus ada kesepakatan antara pemerintah, NGO, dan pemegang kepentingan lain dalam menentukan kebijakan pengelolaan hutan, banyaknya pungutan resmi bagi perusahaan HTI mulai dari pusat, daerah, bahkan di masyarakat juga harus dipikirkan”, kata General Manager PT. Alas Kusuma Nana Suparna dalam diskusi.
Dalam salah satu sesi Direktur Utama PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) Tbk Daud Dharsono menyatakan bahwa ada kebijakan-kebijakan dari PT. SMART untuk mewujudkan 0% deforestasi perusahaannya. Kebijakan yang disebut Kebijakan Konservasi Hutan (KKH) yaitu, membentuk kolaborasi yang solid dan transparan antara stakeholder dalam upaya pencapaian produksi sawit yang berkelanjutan, fokus tidak membangun pada area gambut, area yang memiliki nilai konservasi tinggi, dan melakukan studi hutan ber-Stok Karbon Tinggi (SKT), mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku, termasuk prinsip dan kriteria sertifikasi internasional.

“Kami berkolaborasi secara holistik dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti dengan Tropical Forest Trust (TFT) dan Greenpeace untuk mengimplementasikan kebijakan sosial dan keberperanan serta peningkatan produktivitas sawit itu sendiri”, kata Daud Dharsono.
Dalam paparannya, Program Manager TFT Arief Muria Perkasa menyampaikan proses dan hasil studi hutan SKT yang telah dilakukan. “Memang tidak mudah menjelaskan studi ini ke masyarakat, tapi dengan sosialisasi yang baik studi ini dapat dilakukan,” seraya melanjutkan “hasil studi menunjukkan bahwa vegetasi penutup lahan dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat karbon stok dan menstratifikasinya menjadi beberapa kelas”.
Juru Kampanye Greenpeace Bustar Maitar menyatakan keterlibatan indipenden Greenpeace terhadap studi hutan SKT. “Studi ini harus memperhatikan adanya pengelompokan-pengelompokan kecil vegetasi hutan, menghitung berapa luasan vegetasi tersebut, apakah secara ekologis cukup untuk dilakukannya studi hutan SKT”.
“Terkait isu sosial, studi tetap harus memperhatikan status lahan, kelegalan dan proteksi dari pemerintah. Penting juga peranan masyarakat dalam konservasi area hutan SKT tersebut”, seraya menambahkan, “tentunya dengan pengertian dan pemahaman yang baik bagi masyarakat dan tentunya tanpa paksaan”, tambah Bustar.
Lebih lanjut, Bustar menyatakan bahwa dengan metodelogi yang baik maka studi hutan SKT bisa menjadi solusi yang adil bagi masyarakat dan perusahaan itu sendiri dalam mewujudkan konservasi hutan berkarbon tinggi. Dedek Kusvianti/SIEJ

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.