longgena ginting

Direktur Greenpeace Indonesia Longgena Ginting menjawab semua prasangka dan gosip orang terhadap organisasi lingkungan itu. Dia bicara tentang posisi Greenpeace terhadap Asia Pulp and Paper dan makna jabat tangan mereka, tebang pilih isu tambang Freeport, sikap terhadap Presiden Yudhoyono, dana judi, dan isu lobi-lobi konglomerat sawit di Istana yang memuluskan izin Rainbow Warrior masuk Indonesia. Berikut petikan wawancaranya dengan reporter Ekuatorial Wisnu Wibowo di markas Greenpeace Indonesia di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Jumat, 26 Juli 2013 lalu.

Tanya : Banyak kalangan mempertanyakan status hukum Greenpeace Indonesia di wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Bisa Anda jelaskan?
Jawab : Greenpeace Indonesia terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM berbentuk perkumpulan dengan Nomor pendaftaran AHU- 128.AH.01.06 Tahun 2009, bahkan Anggaran Dasar kita juga sudah dicatat dalam lembaran Negara. Jadi secara legal sudah sah sebagai sebuah organisasi yang terdaftar dan beroperasi di Indonesia. Didaftarkan oleh orang Indonesia, dijalankan oleh orang Indonesia dan didukung orang Indonesia.
Jadi organisasi Greenpeace itu adalah organisasi global tetapi Greenpeace Indonesia adalah organisasi yang independen yang beroperasi di Indonesia yang dijalankan oleh orang Indonesia. Jadi Greenpeace itu adalah organisasi internasional bukan organisasi asing. Kebanyakan publik melihat begitu seperti, Perserikatan Bangsa-Bangsa – PBB. PBB bukan organisasi asing tapi organisasi internasional dimana, Indonesia adalah anggota PBB. Demikian halnya dengan Greenpeace Indonesia adalah bagian dari Greenpeace internasional, Greenpeace Indonesia bukan lembaga asing tapi lembaga Indonesia.

Tanya : Berapa Jumlah anggota Greenpeace Indonesia ?
Jawab : Member Greenpeace itu lebih kurang 30.000 sekarang di Indonesia dan operasional kita dijalankan oleh sekitar 65 orang full time di sini.

Tanya : Semua anggotanya berasal dari Indonesia ?
Jawab : Ya, semua berasal dari Indonesia

Tanya : Seperti apa struktur organisasi dari Greenpeace Indonesia ?
Jawab : Oke, Greenpeace itu punya board atau semacam dewan karena kita adalah perkumpulan, berbeda dengan yayasan yang punya dewan penyantun, dewan pelaksana harian. Di dalam perkumpulan itu ada semacam badan pengurus, dan kami adalah badan pelaksana. Ang bertanggungjawab kepada board tersebut.

Tanya : Berasal dari mana sumber pendanaan Greenpeace Indonesia ?
Jawab : Lebih dari 40 tahun keberadaan Greenpace, yang memiliki kebijakan yang sangat ketat terhadap keuangan, dimana keuangan kami tidak berasal dari perusahaan dan tidak berasal dari pemerintah. Keuangan kami murni dari anggota atau donatur individual. Jadi, ada individu-individu yang menyumbang kepada Greenpeace setiap bulannya secara rutin. Di Indonesia, kami didukung oleh 30.000 member yang juga sekaligus pendukung financial kami, jadi secara individu juga. Jadi karena merekalah kami menjadi organisasi yang independen dari kepentingan politik dari kepentingan bisnis, karena kebanyakan organisasi lain mereka tidak 100 persen independen karena mereka menggantungkan dananya apakah dari pemerintah atau dari perusahaan bahkan mungkin dari partai politik atau bahkan dari yayasan-yayasan, badan-badan dari luar negeri.

Tanya : Apakah sumber dana yang masuk itu juga dilaporkan dan diaudit?
Jawab : Ya.Kami selalu melakukan audit keuangan yang dilakukan oleh lembaga auditor independen setiap tahun, dan itu sebuah kewajiban organisasi yang akuntabel. Kami memenuhi standar-standar organisasi yang akuntabel sesuai standar internasional, bahkan di website kami tertera laporan keuangan yang telah diaudit dan dapat diakses oleh siapa saja.

Tanya : Beberapa tahun lalu Greenpeace Indonesia dituduh menerima bantuan dana asing, seperti dari Greenpeace Sea Foundation tanpa melaporkan ke Pemerintah Indonesia. Tanggapan Anda ?
Jawab : Oke, begini ya, mungkin mekanismenya yang memang perlu diperjelas karena ini soal transparansi. Kami selalu berusaha transparan karena enggak ada juga yang harus disembunyikan. Greenpeace Indonesia ádalah organisasi non-profit dan juga bahwa dana kami itu tidak ada dari luar dan itu juga hanya dari organisasi Greenpeace yang merupakan satu organisasi. Jadi, dalam keuangan kami juga sebetulnya sudah mencantumkan itu sumber-sumbernya.

Tanya : Juga kabarnya Greenpeace Indonesia menerima dana judi dari Belanda. Dana ini kan dianggap haram di Indonesia. Bagaimana Anda menjelaskan?
Jawab : Oke saya bisa klarifikasi. Pertama, itu tidak benar dana judi. Di Belanda, poscode lottery bukan judi, tetapi merupakan sebuah penggalangan dana resmi yang legal dilakukan oleh Pemerintah Belanda, dimana masyarakat mengumpulkan dananya dan tanpa ada unsur judi, tanpa ada unsur gambling ke sana. Pemerintah lalu memberikan hadiah bagi mereka yang beruntung ketika mereka menyumbang.
Jadi semacam kalau kita di sini arisan, dan ada namanya door price, atau kita mengundi nomer dan yang nomernya dicabut beruntung mendapatkan arisan itu.Mekanismenya persis. Dana yang terkumpul digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial, bukan untuk kegiatan profit, bukan untuk kegiatan judi, tetapi untuk olahraga, kegiatan lingkungan hidup dan sebagainya. Greenpeace Belanda, sekali lagi Greenpeace Belanda menerima itu dan bukan Greenpeace Indonesia. Ketika itu kegiatan-kegiatan Greenpeace Belanda ada di dilakukan di Indonesia. Jadi Greenpeace Indonesia memang tidak menerima dana-dana tersebut. Jadi dalam konteks Greenpeace Indonesia dana perjudian itu tidak benar. Jadi saya mau klarifikasi itu tidak benar dana judi, tetapi dana yang kami kumpulkan dari masyarakat.

Tanya : Berbagai kalangan menilai dalam setiap aksinya Greenpeace melakukan standar ganda dengan menggunakan data yang subyektif serta membawa agenda ekonomi terselubung dalam setiap kampanyenya. Tanggapan Anda ?
Jawab : Baik, Kami sering dituduh ketika kampanye kelapa sawit dianggap bahwa kepentingan kampanye kami ditunggangi oleh bisnis oleh industri minyak lain gitu ya seperti, minyak nabati, kedelai maupun seperti di Eropa minyak rapeseed oil (minyak kanola) dan dari etanol jagung. Bagi kami tuduhan ini sangat tidak masuk akal dan tidak beralasan karena Greenpeace di Brasil kencang sekali juga mengadvokasi isu tentang kedelai.
Jadi sama saja, bagi kami sebetulnya tidak ada kepentingan bisnis lain yang menunggangi dan enggak ada alasannya karena enggak ada hubungan kami dengan bisnis manapun dan kami independen sekali, kami juga berani menentang perusahaan manapun yang kami anggap perlu ditarget dalam kampanye kami. Jadi kampanye kami di sini tidak ada unsur ditunggangi oleh kepentingan bisnis lain, murni karena bisnis di sini dilakukan dengan cara-cara yang sangat destruktif, dan kami menentang itu. Kami tidak menentang bisnis kelapa sawit tapi kami menentang kerusakan oleh bisnis kelapa sawit, kami tidak menentang bisnis yang lain tapi kami menentang kerusakannya, seperti itu sikap dasar Greenpeace Indonesia.
Jadi kepentingan yang kami dukung satu-satunya adalah kepentingan bumi, kepentingan alam. Dan itu bisa kami buktikan bahwa kampanye kami di seluruh dunia melawan atau menentang perusahaan-perusahaan yang sama yang mereka tuduhkan adalah kepentingan kami, itu sama sekali tidak benar. Bisnis kertas misalnya di sini, kami juga melakukannya di Finlandia, China, India. Greenpeace adalah organisasi global jadi kami juga melakukannya secara global.

Tanya : Bagaimana dengan kampanye dampak merusak dari pertambangan, misalnya pertambangan?
Jawab : Greenpeace menetapkan kampanye berdasarkan protes global. Jadi secara global dimana-mana Greenpeace itu berkampanye di antara 5 (lima) isu, ada yang mereka lakukan seluruhnya, ada yang sebagian, tetapi lima isu itu yang kami anggap urgent saat ini.
Isu pertama adalah iklim dan energi. Siapa pun tidak menyangkal bahwa saat ini manusia dan planet menghadapi persoalan lingkungan yang terberat dalam sejarah manusia, yaitu perubahan iklim. Jadi kampanye perubahan iklim kami adalah pertama, mendesak agar dihentikannya energi fosil, gas, batu bara, serta minyak dan beralih renewable energy.
Lalu ada isu hutan, dalam kaitannya dengan climate change dan juga menyangkut biodiversity. Selanjutnya isu air, ini juga mendesak selain 800 juta orang kelaparan juga sebagian besar adalah tidak punya akses terhadap air bersih. Anak-anak meninggal per harinya mencapai ribuan dan jumlahnya luar biasa, juga orang yang sakit karena ketiadaan air bersih, dan lainnya.
Kampanye keempat adalah isu laut. Kita tahu bahwa bumi kita 70% adalah laut apalagi Indonesia dan laut kita bisa colaps dan itu semua menyangkut keberlanjutan planet ini. Isu terakhir adalah pertanian.
Jadi iklim, hutan, air, laut, dan pertanian. Greenpeace di Indonesia belum melakukan pertanian tetapi di tempat lain melakukan pertanian ini juga menyangkut pangan dan sebagainya.
Sementara untuk pertambangan, Greenpeace Indonesia lebih fokus pada pertambangan batubara. Greenpeace kencang sekali untuk batubara, dimana-mana di Australia, India, China semua pengguna batubara dan sekarang kita pengekspor batu bara kita sangat kencang. Banyak kalangan mengatakan kenapa tidak pertambangan emas, tetapi kami menilai dari segi prioritas ini lebih penting dari emas.
Kalau misal dalam konteks hutan tentu kami akan gencar kalau itu menyangkut tambang tadi misal Freeport yang sekarang mengambil bagian dari Taman Nasional Lorentz, itu akan kami ekspos juga. Kaitan Freeport dengan pencemaran laut, barusan kami ekspos dengan laporan laut kami. Jadi kami juga bukan lembaga dengan kapasitas yang besar yang superman yang bisa melakukan semua hal karena kalau kami lakukan pertambangan emas nanti orang akan tanya kenapa enggak uranium, kenapa enggak bauksit kami enggak bisa menangani semua tapi kami lakukan skala prioritas mungkin saja suatu saat berubah, bisa saja suatu saat kami melakukan advokasi pertambangan secara umum.
Jadi kami selalu melihat itu dan ditentukan secara demokratis di jaringan Greenpeace untuk menentukan sehingga, impack kami lebih fokus dan lebih berimpack. Karena organisasi kami ini tidak terlalu besar tidak seperti PBB tapi ingin agar impack dapat terasa sekali di satu tempat enggak semua melebar tapi enggak kemana-mana.
Dari segi kelautan kami juga ekspose Freeport melalui International Marine Organization (IMO). Kami buat report kesana, bahwa pertambangan ini sudah mencemari laut. Jadi agar IMO juga ambil tindakan dan dalam konteks itu juga kami melakukan. Mudah-mudahan laporan kami yang terakhir yaitu laporan tentang laut dalam krisis, bisa memperlihatkan bahwa enggak ada tebang pilih. Dan kami tidak takut dengan Freeport bahkan banyak perusahaan-perusahaan lain yang lebih powerful kami hadapi. Jadi kami tetap independen terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.

Tanya : Soal kunjungan Greenpeace ke Papua baru-baru ini. Mengapa memilih meneliti kondisi laut di Papua ? Bukankah soal itu sudah ada di laporan Amdal Freeport dan secara teratur mereka mengambil sampel dan melaporkan ke KLH ?
Jawab : Betul, kalau tur kemarin memang dalam konteks isu kelautan. Greenpeace meluncurkan kampanye laut yang baru, sehingga risetnya pun lebih banyak riset laut, jadi Greenpeace bukan tutup mata terhadap operasi tambang, tetapi karena tambang bukan jadi prioritas kita, jadi Greenpeace bekerja pada isu kami yaitu kelauatan, dan ingin mengatakan bahwa laut kita juga terancam.
Jadi bukan hanya sungai Aijkwa mati oleh tailing pertambangan, tetapi Laut Arafura juga menunjukkan skala kerusakan yang dibuat Freeport. Penelitian ini sudah dilakukan oleh Walhi, Jatam, dan lain-lain. Tetapi Menteri Kehutanan dan Men LH pun enggak berkutik kok. Jadi kenapa publik seperti memojokkan kita. Seharusnya, pemerintahlah yang berbuat, seharusnya mereka desak pemerintah dong.
Peraturan mereka langgar, izin untuk buang tailing itu melanggar hukum dan semuanya mereka rusak. Jadi penegakan hukum dong, sama seperti pemerintah enggak berani menindak FPI yang salah siapa, gitu lho. Jadi kenapa frustasi itu diarahkan ke Greenpeace, saya pikir ini enggak fair juga.

Tanya : Apakah Greenpeace sudah pernah melihat laporan mereka ke KLH ? Lalu apakah memang berbeda dibandingkan yang dihasilkan pelayaran Rainbow Warrior itu ?
Jawab : Ya, Greenpeace melihat laporan yang independen bukan milik pemerintah. Greenpeace belum melihat laporan Pemerintah tapi sebelum saya di Greenpeace pun, ketika saya di Walhi dahulu, kita sudah lihat Menteri Lingkungan Hidup Pak Sony Keraf, keras sekali soal isu pertambangan ini. Seorang Sony Keraf pun enggak bisa apa-apa, jadi kita harus koreksi juga negara ini bukan bilang Greenpeace enggak berani atau enggak berani. Saya heran juga kadang-kadang teman-teman melihat itu Greenpeace enggak berani.
Greenpeace berani sama Freeport tapi sekarang masalahnya bukan sekedar berani apa enggak. Kalau meliha dari sisi penegakan hukum, Greenpeace kan bukan penegak hukum. Jadi mari kita desak mereka, mari kita bangun tekanan ke Pemerintah untuk melakukan itu.

Tanya : Apa kesimpulan dari perjalanan ke Papua itu ?
Jawab : Ada beberapa temuan kita di Papua, pertama pengelolaan hutan Papua, kita harus belajar dari sejarah pengelolaan hutan kita di bagian Barat, seperti Sumatera dan Borneo sehingga enggak terulang di Papua.
Kedua, ancaman terhadap hutan ini juga tinggi sekali sekarang. Dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa Papua, 30% sampai 40% keanekaragaman hayati Indonesia ada di Papua, keanekaragaman budaya Indonesia juga ada di Papua. Jadi ini luar biasa kaya tapi sangat rentan. Ancaman yang kami identifikasi itu sawit akan masuk juga, di Merauke kita tahu ada pembukaan lahan monokultur untuk energi dan pangan. Lalu ancaman-ancaman lain, seperti jalan di Jamursba Medi yang akan mengancam tempat peneluran penyu terbesar di Pasifik dan lain-lain, banyak sekali laporan yang sudah kami ekspose dan juga follow up dari tur itu. Kami bertemu para menteria seperti Menteri LH, Menteri Kehutanan, Menteri Perikanan kita bawa laporan itu dan kita harus lakukan sesuatu.

Tanya : Dalam berbagai aksinya Greenpeace Indonesia dituding kerap menyerang langsung berbagai perusahaan, salah satunya adalah Asia Pulp and Papper – APP di bawah kendali Sinar Mas Group karena merusak hutan alam yang menjadi habitat satwa endemik serta lahan gambut kaya karbon untuk pabrik pulp di Sumatera juga memboikot produk-produk APP. Tanggapan Anda ?
Jawab : Betul, ada strategi-strategi Greenpeace yang sering dianggap orang sangat provokatif dan sangat agresif. Bagi kami ini suatu strategi agar orang melihat, publik melihat, dan pengambil keputusan melihat bahwa masalah ini urgent, kalau berbicara saja misalnya hutan gambut kita hilang sekian bagaimanapun besarnya skala persoalan tersebut kalau kita hanya bilang, orang enggak akan melihat itu suatu persoalan tapi kalau kita rantai traktor di sana di lapangan yang menunjukkan bahwa mereka sedang merusak dan langsung menyaksikan, barulah orang akan melihat dan ambil perhatian bahwa aksi-aksi itu sebetulnya tidak lain agar ada tingkat debat tentang masalah tersebut jadi naik, sehingga pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan juga perusahaan melihat ini masalah yang serius.
Dalam sejarah manusia enggak ada perubahan tanpa dilakukan suatu aksi, enggak ada itu. Semua ada aksi entah itu orang dimobilisasi ke jalan, entah orang melakukan perubahan mendasar setiap negara juga ada aksi. Jadi, kita mau enggak mau harus melakukan itu untuk menaikkan debatnya dan juga perhatian orang terbuka, itulah Greenpeace. Jadi itu juga merupakan pressure bagi perusahaan agar mereka tahu, bahwa ini organisasi lingkungan enggak main-main, mereka siap ditahan, dan juga melakukan aksi dan siap ambil resiko dan itu semua berisiko dan kita siap ambil masalah ini.

Tanya : Belum lama ini APP menyatakan komitmennya terhadap perlindungan hutan alam yang memiliki nilai konservasi tinggi dan menangguhkan aktivitas pembukaan lahan hutan alam hingga selesainya penilaian independen untuk mengidentifikasi area bernilai konservasi tinggi. Seperti apa bentuk monitoring dan pengawasaan Greenpeace ?
Jawab : APP kalau kita melihat sejarah keluarnya komitmen ini Februari, itu tidak lepas dari kampanye Greenpeace yang gencar melakukan tekanan terhadap APP serta memboikot produk-produk APP, hanya itu sebetulnya yang bisa merubah sebuah perusahaan raksasa seperti APP, hukum pun tak bisa menyentuh mereka kok, buktinya negara punya Undang-Undang – UU punya peraturan tidak membuka lahan gambut kok enggak jalan. Tapi, pasar ternyata bisa efektif dapat merubah behavior policy perusahaan, itu yang Greenpeace lakukan.
Ketika APP bilang oke, mereka sadar bahwa kalau melanjutkan bisnis yang merusak terkait dengan deforestasi dan kerusakan lahan gambut, itu buruk pada bisnis mereka. Bila kemudian bisnis APP ingin berlanjut, mereka harus mengubah juga kebijakannya, itulah yang mereka lakukan. Setelah itu Greenpeace yang telah bertahun-tahun melakukan kampanye agar mereka berubah, ya kita appreciate dong. Kita melakukan kampanye untuk mengubah sesuatu, bukan berkampanye terus-terusan tapi ndak ada hasilnya. Tapi kami katakan juga, bahwa kami tahu track record Anda enggak bagus-bagus juga dalam membuat janji. Sekarang kita kasih kesempatan Anda dan kita akan evaluasi secara ketat per-enam bulan. Dan sekarang kan belum enam kalau dihitung sejak februari lalu. Jadi kami selalu siap untuk kritis.
Dan Greenpeace selalu di luar sistem karena APP bekerjasama dengan TFT dalam program ini. Dan Greenpeace tidak terima uang dari APP satu rupiah pun, dan memungkinkan kami untuk selalu bergerak secara independen dan mendorong teman-teman NGO untuk selalu memonitor APP, Greenpeace juga selalu terbuka dengan laporan-laporan dari lapangan, dan dari masyarakat kalau ada dalam pelaksanaan operasi komitmen APP berjalan baik atau tidak.
Beberapa hal memang terjadi dan itu kami katakan juga kepada APP bahwa Anda ada masalah di sana, ada masalah di sini tetapi kalau APP sudah bagus kita katakan juga oke Anda sudah dalam track yang benar. Jadi, Greenpeace mau terus dilihat dalam posisi yang independen. Namun, kadang-kadang dalam posisi kami memang sulit, karena kalau kami terus berkampanye seperti ketika berhadapan dengan APP maka dianggap anti perusahaan, tetapi sekarang dianggap terlalu lunak. Jadi posisi kami selalu dalam posisi yang susah ya. Tetapi kami ambil risiko itu, dan kami terus tunjukkan bahwa kami independen. Itulah sebenarnya kekuatan kami, dan independensi sudah kami teruji. Greenpeace tidak seperti dengan beberapa organisasi lingkungan lain, dimana mereka melakukan tekanan lalu dapat dana dari APP dan melakukan kerjasama. Itu banyak terjadi. Kami tidak melakukannya, dan kepentingan Greenpeace adalah kepentingan bumi.

Tanya : Soal kebakaran hutan di Riau, tampaknya Greenpeace enggan merespons dengan daftar perusahaan yang memiliki andil dalam kebakaran tersebut, padahal Greenpeace kan sempat investigasi lama soal hutan Riau dan pasti punya data. Kenapa tidak merespons ?
Jawab : Greenpeace keluarkan data kok, keluarkan juga nama perusahaan, keluarkan juga lokasi kebakaran yang dimaksud dalam wilayah moratorium, bisa Anda bayangkan. Hutan yang masuk dalam wilayah moratorium pun terbakar. Jadi betapa parahnya pelaksanaan moratorium kita. Jadi buka terus ada daftarnya kok, kita bilang setiap hari ada titik-titik api reguler kepada Menteri, dan dalam siaran pers kami menyebut nama juga dan sebagian adalah perusahaan-perusahaan anggota RSPO

Tanya : Banyak yang bilang sejak jabat tangan dengan APP, Greenpeace jadi lembek. Bisa cerita kenapa Anda bisa percaya dengan janji Sinar Mas yang sudah sering ingkar janji ?
Jawab : Kenapa percaya sekarang karena komitmen yang sekarang berbeda dengan komitmen yang dibuat terdahulu. Kalau komitmen terdahulu dibuat oleh manajemen tengah ya. Sekarang owner dan manajemen atas melakukannya. Jadi kita pikir, kalau dulu enggak sampai ke tingkat pemilik, sementara pemiliknya punya kebijakan yang berbeda ya bakalan susah juga. Itulah yang mungkin terjadi di masa lalu, ketika manajemen perusahaan tidak mau tunduk terhadap komitmen yang sudah dibuat, karena faktor pemilik yang punya keinginan lain. Kalau sekarang tidak tunduk lagi pada komitmen ini, keterlaluan itu. Kita juga enggak akan berikan cek kosong sama APP. Jadi, kalau kita lihat pada waktu tertentu tidak ada implementasi komitmen itu, kita akan lanjutkan dan sampai sekarang pun sebetulnya, meskipun kami lihat sudah ada perubahan.pada track yang benar tetapi sampai sekarang pun kami belum dapat memberi sinyal pada pasar yang dulu Greenpeace minta boikot untuk beli lagi, belum.
Jadi enggak ada sikap lebih lembek, kami hanya bersikap lebih kooperatif dalam arti memberikan kesempatan kepada APP untuk memenuhi komitmennya. Kalau enggak (memberi kesempatan-red), kapan ada perubahan dong.

Tanya : Organisasi lain seperti WWF hati-hati menanggap janji Sinar Mas untuk berhenti menebang hutan alam dan gambut di Riau, karena mereka sering ingkar janji, tapi Greenpeace malah sepakat dengan Sinar Mas. Ada apa di balik ini ?
Jawab : Ya, seperti tadi dalam konteks itu. Mungkin, secara historis WWF pernah merasa diingkari, dan itu saya pikir bisa diterima kalau mereka lalntas enggak percaya. Karena kalau Greenpeace dilakukan mungkin kami juga enggak akan percaya. Tapi ceritanya adalah seperti tadi, bahwa komitmen itu dilakukan pada tingkat level manajemen yang berbeda. Sekarang, oleh level atas dan owner, jadi berbeda dan itu makanya Greenpeace membedakan sama yang lama sehingga, merekalah yang bisa merubah keseluruhan perusahaan, wong mereka pemilik koq.

Tanya : Jangan-jangan jabat tangan itu dibarter dengan izin masuk kapal Rainbow Warrior dan kedatangan SBY ke kapal Anda ya?
Jawab : Memangnya yang beri izin APP? Enggak lah! Ini karena Greenpeace independen. Jadi bagi kami, sehubungan dengan kedatangan Presiden SBY, kami melihat SBY sebagai Presiden sebagai Kepala Negara, bukan sebagai power dimana kami harus tunduk. Akhirnya Presiden melihat, setelah empat tahun barangkali kampanye Greenpeace dianggap keras sekali terhadap perusahaan dan melihat juga pada akhirnya Greenpeace itu tujuan akhirnya untuk menyelamatkan hutan.
Kesadaran itu barangkali yang ada di Presiden yang saya lihat sendiri ketika bertemu. Presiden sendiri bilang terima kasih untuk kritik yang dilakukan oleh Greenpeace teruslah kritik tapi jangan lupa katakan juga hal-hal yang bagus. Ini artinya, sebagai kepala negara ia juga melihat bahwa ada peran yang dimainkan NGO, termasuk Greenpeace untuk memberikan kritik. Kalau enggak, ya nggak ada koreksi lho terhadap pemerintahan dan pembangunan.

Tanya : Dulu kan kapal itu dilarang masuk dengan alasan tak jelas, tapi sekarang boleh masuk. Publik curiga jangan-jangan para konglomerat sawit di belakang skenario-skenario istana ini Benarkah begitu ?
Jawab : Hmm, gitu ya. Kadang-kadang mungkin pemerintah atau otoritas khawatir ya, bahwa saat kedatangan kapal Rainbow Warrior ini akan blow-up isu-isu keluar negeri, barangkali alsannya itu. Jadi mereka melihat ini ada organisasi internasional yang bisa membawa berita-berita buruk tentang praktik bisnis di sini (Indonesia). Mungkin itu konteksnya, tetapi bahwa siapa yang dibelakang itu saya kurang tahu.

Tanya : Jangan-jangan kapal boleh masuk tapi tidak boleh ke Riau dan menyebut-nyebut soal dampak sawit terhadap gambut dan hutan lama di Sumatera?
Jawab : Saya akan katakan bahwa komitmen Greenpeace akan berjalan terus untuk melindungi hutan dan gambut. Jadi siapa pun perusahaannya kami akan ekspose dan kerja terus untuk itu. Greenpeace terus melakukan riset dan melihat aktor-aktor besar lain yang berperan. Jadi enggak berhenti hanya di APP, di Sinar Mas. Kami terus melakukan itu.

Tanya : Sebelum kapal masuk, Presiden bahkan menerima direktur Greenpeace Kumi Naidoo di Istana. Siapa yang melobi ? Karena kesannya berubah sikap 180 derajat sejak melarang kapal masuk lalu menerima Greenpeace di Istana. Apakah ini juga lobi kontglomerat sawit yang mempengaruhi Menko Perekonomian dan Deplu ?
Jawab : Greenpeace kirim surat ke Setneg dan bilang katakan mau ketemu dan persis seperti kemarin kita surati Presiden dan mengatakan bahwa kapal Rainbow Warrior akan datang, dan kami akan senang sekali bila Bapak Presiden bisa datang, gitu. Kami enggak punya link politik di Istana jadi enggak ada kemampuan kami lobi ke sana.
Terkait lobi konglomerat sawit, itu semua saya pikir spekulasi karena barangkali ketika itu Presiden juga enggak tahu, apakah kapal mau ditolak apa enggak. Ini baru kemungkinan ya, kita enggak tahu juga. Ketika itu Menlu enggak mengizinkan, saya tidak tahu kenapa. Tetapi sekarang saya pikir menarik, bahwa kampanye Greenpeace bisa dilihat kritis, keras, tapi tidak selalu negatif untuk Indonesia. Karena dulu, capnya kan Greenpeace merusak bisnis perusahaan-perusahaan di Indonesia, mengobok-obok perekonomian Indonesia dan hanya membawa kepentingan asing. Semua itu enggak terbukti kan?

Tanya : Balik ke soal jabat tangan, Greenpeace tidak takut nama organisasi dijual oleh Sinar Mas ke mana-mana untuk dapat dana bagi proyek mereka ? Kan mereka sedang mengumpulkan dana triliunan rupiah untuk membangun pabrik baru di Sumatera Selatan.
Jawab : Kumpulkan dana dari mana, hahaha… Greenpeace melihat semua dokumen-dokumen yang mereka buat, enggak ada konteks Greenpeace merestui, atau mendukung APP tetapi perusahaan itu mengatakan karena tekanan Greenpeace maka kami membuat komitmen pada Februari dan sebagainya, dan nilah komitmen kami. Jadi saya pikir, APP enggak bisa juga menjual-jual nama Greenpeace begitu karena pasar atau investor juga enggak terlalu mudah percaya, dan mereka taulah semua jalan ceritanya.
Bahkan, sebetulnya bagi para pengkritik Greenpeace entah itu media, publik, pihak asuransi, kalau membaca detail dokumen-dokumen mereka tahu persis kok bahwa sebetulnya aturan main itu sudah diatur sedemikian rupa, jelas bahwa Greenpeace sebetulnya tidak dalam proses kerjasama dengan APP. Tapi sejarahnya memang Greenpeace melakukan, jadi istilah jabat tangan juga mungkin enggak terlalu tepat, karena sebetulnya dalam konteks bahwa campaign mereka berubah dan memang itulah tujuan kampanye Greenpeace yaitu change behavior dan sekarang dalam proses kita monitor.

Tanya : Bagaimana jika proyek itu gagal dan ternyata tetap merusak hutan Riau ? Apa tindakan Greenpeace ?

Jawab : Baik, seperti saya katakan tadi akan ada terus menerus proses monitor dan evaluasi. Kita akan tentukan langkah selanjutnya kalau ini memang terbukti bahwa APP tidak melakukan komitmen mereka, kita akan terbuka katakan bahwa Anda tidak menjalankan komitmen dan kami juga tidak akan mendukung upaya Anda untuk memulihkan pasar.

Tanya : Satu hal lagi, apakah ada dana yang diberikan para konglomerat sawit untuk kegiatan-kegiatan Greenpeace di Indonesia maupun internasional ?
Jawab : Dari perusahaan sepeser pun tidak. Kebijakan keuangan Greenpeace tidak menerima dana dari satu perusahaan pun, karena itulah Greenpeace bisa independen. Jadi tidak ada dana dari APP, semua dari anggota kami.

Tanya : Bagaimana nasib program Greenpeace di Riau, apakah masih melakukan investigasi ?
Jawab : Ya. Greenpeace melakukan monitor terus menerus. Kita melakukan flyover setiap enam bulan, kita melakukan juga kunjungan ke lapangan untuk mengecek kerusakan yang diakibatkan oleh apa, kita banyak riset, banyak informasi baru dalam setengah tahun terakhir dan setengah tahun terakhir itulah Greenpeace akan membuat satu kampanye besar nanti di sana.

Tanya : Untuk mencapai target sebesar 40 juta ton minyak CPO di 2020, menurut Anda dan Greenpeace apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah?
Jawab : Kelapa sawit kita sudah 11 juta hektar tapi produktivitasnya rendah sekali. Produktivitas kita lebih rendah dari Malaysia yang sawitnya itu mungkin di bawah 5 juta ha. Produktivitas kita itu hanya separuh, mungkin sepertiga dari sawit kalau mau mencapai 40 juta ton minyak sawit di 2020 tidak harus ekspansi dong. Tapi kok itu saja yang dipikirkan, malah ekspansi, ekspansi, ekspansi, tapi nggak meningkatkan produktivitas. Bagi kami, stop ekspansi tingkatkan produktivitas, kan banyak ahli pertanian dan itu semua mungkin banyak riset sudah mengatakan itu mungkin dan juga membangun hutan-hutan rakyat.
Tiga juta orang hidup dari sawit dan itu harus dikelola, produktivitas mereka rendah sekali dan tidak dapat bibit yang bagus, tidak ada prasarana, panen sering busuk, nggak ada support, gak ada kredit ketika mereka harus replanting gak ada modal kan, karena replanting butuh modal minimal Rp 8 juta/ha, akhirnya mereka jual lahan dan terus menjual lahan. Pada akhirnya, kita mau mentransformasi itu, makanya usaha sawit skala yang lebih kecil harus didukung dan biarlah perusahaan-perusahaan besar itu mengelola CPO, tetapi kebun sawit yang ada ini ditingkatkan, tapi biar untuk rakyat lah.

Tanya : Bagaimana jika di lahan kritis?
Jawab : Lahan kritis seperti apa ya, karena itu banyak juga yang menggunakan istilah lahan kritis/lahan kosong tapi sebetulnya belum tentu kritis, belum tentu kosong. Tapi kami enggak menentang kalau memang betul-betul lahan kritis yang memang ditentukan secara independen bahwa itu kritis dipakai sawit, ya daripada alang-alang, misalnya.

Tanya : Sebentar lagi akan di selenggarakan Pilpres 2014. Menurut Anda dan Greenpeace, seperti apa kriteria Presiden 2014?
Jawab : Ya, tentu ya kita mengharapkan Presiden ke depan ini lebih berat ya, tantangan global, tantangan lingkungan, tantangan ekonomi lagi. Calon Presiden bisa mendengar lah dan juga yang bekerja untuk rakyat, bukan hanya bekerja untuk konglomerat, bukan juga untuk kepentingan tertentu, tapi untuk kepentingan yang luas.

Nah, kita harus uji calon-calon dan juga kalau bisa ada juga calon alternatif gitu lho karena rakyat juga capek nih dengan game politik yang sekarang ini yang semua kita tahu semua berorientasi kekuasaan, partai-partai ini semua orientasinya melulu kekuasaan. Perebutan Pilpres juga adalah konteks perebutan kekuasaan yang nota bene adalah perebutan bisnis dan sebagainya, rakyat udah capek. Saya pikir rakyat sudah cerdas, saya sangat optimistis dengan itu, dan saya yakin kalau ada proses pendidikan politik dalam satu tahun ke depan ini, maka bisa melahirkan calon alternatif Presiden yang kita harapkan.

Foto: Longgena Ginting (Wishnu Murti)

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.