drought

Jakarta, Ekuatorial – Indonesia mulai memasuki musim kemarau, dan sejumlah wilayah di Jawa pun dilanda cuaca sangat panas. Puluhan ribu hektare sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami kekeringan. Pada beberapa daerah warga mulai kesulitan memeroleh air untuk mengairi sawah, sehingga panen terancam gagal. Sumur-sumur mendangkal, bahkan tak lagi mengeluarkan air.

Kekeringan yang terjadi di Banten dan Jawa Barat bulan ini dilaporkan terjadi di daerah Serang, Cianjur, Kabupaten Bandung, dan Indramayu. Sedangkan di Jawa Tengah dilaporkan dari daerah Banyumas, Grobogan, Klaten, Boyolali, Blora, dan  Batang. Jawa Timur dilaporkan mengalami kekeringan di daerah Tuban, Bojonegoro, dan Sumenep.

Sawah Kering, Padi rusak, Panen Dipercepat, Penanaman Ditunda

Di Serang, Banten, menurut laporan Liputan6.com (1/9), ratusan batang pohon cabai dipanen lebih awal akibat kekeringan 3 bulan terakhir. Sebagian tanaman cabai sudah terlanjur kering bahkan mati dan sebagian lagi belum matang karena dipanen lebih awal. Hal ini mebuat harga jual cabai jatuh. Para petani mengaku rugi hingga puluhan juta rupiah. Para petani juga mengaku musim kemarau tahun ini tidak seperti biasanya, karena suplai air sudah sama sekali kosong.

Di Cianjur, Jawa Barat, yang dikenal menjadi salah satu lumbung padi, mulai sepekan kemarin, dilanda cuaca panas dan lebih kurang 7.000 hektar sawah di Kecamatan Cibeber, Cianjur, terancam kekeringan akibat debit air di Sungai Cikondang menyusut hingga 50 persen. Selain itu, sekitar 150 hektar area sawah di Desa Muara Bhakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat juga dilanda kekeringan. Kekeringan juga terjadi di Desa Sukamaju, Peuteuycondong, Sukaraharja, Cimanggu, dan Cisalak.

“Seharusnya minggu-minggu ini, para petani sudah mulai memasuki musim tanam tapi karena air sungai menyusut mereka menundanya,” kata Camat Cibeber Ucup Supriyadi Dithamiharja kepada Suarakarya.com (1/9).

Di Indramayu, Jawa Barat, seperti yang dilansir dari Republika Online (2/9), kekeringan mengancam musim tanam gadu para areal tanaman padi di Kecamatan Krangkeng dan Blok Waledan, Desa Lamarantarung, Kecamatan Cantigi. Di daerah Krangkeng, sedikitnya 1.400 hektar tanaman padi yang baru berumur tiga minggu terancam mati kekeringan. Sedangkan di daerah Cantigi, sekitar 100 hektar persemaian padi yang baru berumur satu minggu, mati kekeringan. Petani-petani Indramayu biasanya tidak menanam pada musim kemarau, namun karena curah hujan cukup tinggi pada awal musim kemarau, mereka berani menanam padi kemarau tahun ini. Sayangnya, air hujan itu tak mencukupi kebutuhan tanaman sepanjang musim kemarau.

Para petani di Kecamatan Krangkeng mengajukan permintaan tambahan air kepada pengelola Bendung Rentang, yang terletak di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Namun, minimnya debit air di bendung tersebut membuat permintaan petani tidak bisa dipenuhi.

“Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena debit air di Bendung Rentang terus turun sejak sebulan terakhir,” ujar seorang petugas di Bendung Rentang, Dasur.

Di Banyumas, Jawa Tengah, Merdeka.com (2/9) melaporkan bahwa sekitar 426 hektar area persawahan di tujuh kecamatan dilanda kekeringan secara merata, yaitu di Wangon, Lumbir, Rawalo, Purwojati, Sumpiuh, Kebasen, dan Kalibagor. Kekeringan paling parah terjadi di Kecamatan Purwojati dengan luasan mencapai 334 hektar. Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Banyumas Widarso mengatakan, lahan persawahan yang mengering merupakan sawah tadah hujan.

Di Grobogan, Jawa Tengah, menurut Liputan6.com (2/9), kekeringan mengakibatkan puluhan hektar sawah tidak bisa ditanami. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, para petani menjual tanah yang digunakan untuk mengurug lahan. Tanah dijual Rp 70 ribu rupiah per truk.

Di Batang, Jawa Tengah, 105 hektar padi di Desa Plosowangi, Cawas kekeringan. Hampir sebulan hal itu telah terjadi. Kali Denkeng, tumpuan irigasi petani tidak lagi mengalirkan air, seperti dilaporkan oleh Solopos.com (30/8).

Di Tuban, Jawa Timur, Metrotvnews.com (1/9) melaporkan, telah sebulan ratusan hektar padi rusak dan sejumlah hektar lain dipanen lebih awal. Hal itu terjadi di Desa Sembungrejo, Desa Ngino, dan Desa Penembangan.

Sulit Air, Terpaksa Cari yang Ada

Di Cianjur, Jawa Barat, tepatnya Kecamatan Sukaluyu, menurut laporan Liputan6.com (2/9), warga mengalami krisis air bersih yang memaksa mereka untuk memanfaatkan air sungai yang kotor untuk mandi dan mencuci. Kondisi ini sudah berlangsung selama sekitar dua bulan. Krisis air bersih di sejumlah kecamatan di wilayah utara Provinsi Banten bahkan sudah mengkhawatirkan. Sepanjang pesisir utara yang rawan daerah kekeringan yaitu Kasemen, Pontang, Tirtayasa, Tanara, Binuang dan Bojonegara.

Di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, daerah Kecamatan Pasirjambu, Soreang, Baleendah, Ciparay, Pacet, Majalaya, Solokanjeruk, Rancaekek, Cileunyi, Cicalengka, Nagreg, Katapang dan Cilengkrang saat ini mulai mengalami kekeringan. Misalnya di Kampung Cijagra, Desa Cilampeni, Kecamatan Katapang, warga sulit mendapatkan air bersih. Sumur milik warga sudah mengering, jika masih ada sumur yang berisi air, airnya sudah bercampur tanah.

Eni Nuraeni (37), warga RW 12 menuturkan kepada Tribunnews, bahwa untuk mendapatkan air bersih ia harus meminta air ke salah satu pabrik. Tak jarang juga harus mencari dari pabrik satu ke pabrik lainnya karena belum tentu suatu pabrik mau memberikan suplai air bersihnya. “Masuk musim kemarau di sini pasti sudah sulit dapat air bersih,” ujar Eni (30/8). Hampir semua RW di desa Cilampeni mengalami kondisi yang sama.

Di Klaten, Jawa Tengah, kekeringan semakin dirasakan oleh warga di lereng Gunung Merapi yang kesulitan mendapatkan air bersih untuk minum, memasak, mencuci, mandi, dan minum ternak. Tandon air hujan yang menjadi simpanan air kebutuhan sehari-hari sudah mulai mengering, mereka terpaksa membeli air tangki untuk mencukupi kebutuhan.

Berdasarkan data di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, terdapat 32 desa di 5 kecamatan di Klaten yang mengalami kekeringan setiap musim kemarau. Sebagian besar berlokasi di wilayah utara, dekat Merapi, yakni kecamatan Kemalang, Manisrenggo, Jatinom, dan Tulung.

“Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga bergantung pada bantuan dropping air,” kata Priyono warga Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, pada Suaramerdeka.com (2/9).

Suaramerdeka.com juga melaporkan, bila bantuan air dari pemerintah tak kunjung datang, warga membeli air dari mobil tangki swasta. Harga air di dukuh yang paling atas di Tegalmulyo sudah mencapai Rp 160.000 per tangki isi 5000 liter, sedangkan untuk dukuh yang lebih rendah harganya berkisar Rp 130.000 pertangki.

Di Boyolali, Jawa Tengah, Suaramerdeka.com (2/9) melaporkan, kekeringan memaksa warga Desa Kalimati menggunakan sisa air sungai yang mengering untuk air minum dan mandi. Sumur warga dan sumber mata air yang selama ini diandalkan warga mulai mengering.

Di Blora, Jawa Tengah, kekeringan dan kelangkaan air semakin meluas, dari yang sebelumnya 17 desa mengalami kekeringan kini 80 desa di delapan kecamatan mengalami kekeringan dan meminta bantuan air bersih, dikutip dari Metrotvnews.com (1/9).

Di Sumenep, Jawa Timur, terdapat empat desa di Kecamatan Batuputih yang tengah mengalami krisis air bersih. Keempat desa itu adalah Desa Badur, Desa Bantelan, Desa Batuputih Daya, dan Desa Tengedan. Hal itu dinyatakan oleh Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan dan Penanggulangan (BPBD) Sumenep, Syaiful Arifin kepada beritajatim.com (31/8).

Antisipasi Pemerintah dengan Fasilitas dan Pembinaan

Pemerintah pusat dan daerah tengah melakukan usaha masing-masing dalam menanggulangi dan mengantisipasi kekeringan yang terjadi di sejumlah wilayah di Pulau Jawa. Mereka memberikan dan memperbaiki saluran pengairan, pompa, dan menyuplai air bersih. Tak ketinggalan dengan memberikan anjuran dan pembinaan pada petani mengenai pola tanam.

Pemerintah melakukan sejumlah langkah antara lain dengan memantau kondisi waduk-waduk untuk memeriksa tingkat ketersediaan air.

“Dari pemantauan di Waduk Jatiluhur, Waduk Cirata, dan Waduk Saguling semua dalam kondisi normal,” kata Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Arie Setiadi Moerwanto dalam keterangan tertulis yang diterima Metrotvnews.com di Jakarta, Sabtu (31/8).

Arie memaparkan, berdasarkan pemantauan waduk besar dan waduk kecil lainnya pada periode Agustus 2013, yaitu 15 waduk utama dalam kondisi normal dan satu waduk utama dalam kondisi waspada, sedangkan 42 waduk kecil lainnya dalam kondisi normal dan 9 waduk kecil dalam kondisi waspada.

Secara hidrologis, lanjutnya, tahun ini ketersediaan air masih normal. Walaupun masih dalam kondisi normal, dirinya mengharapkan agar petani mematuhi dan mentaati jadwal tanam, agar ke depannya tidak terjadi puso.

Upaya Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU lainnya untuk mengantisipasi kekeringan secara pengelolaan air antara lain memberikan peringatan awal musim kemarau dengan pemantauan volume waduk dan dampak kekeringan, pengaturan alokasi air, serta pemeliharaan jaringan irigasi.

“Sedangkan melalui pemberdayaan petani diantaranya dengan cara pembinaan petani agar mereka menaati jadwal tanam, penyuluhan gerakan hemat air, menerapkan prinsip penggunaan air berulang dan pergiliran penggunaan air serta penerapan teknologi hemat air,” tuturnya.

Arie juga mengatakan, dalam penyediaan prasarana sumber daya air, pihaknya mengupayakan pendistribusian pompa air, rehab dan memelihara waduk, embung dan situ serta bendung, serta memperkenalkan teknologi pemanenan air hujan dan meningkatkan kapasitas resapan (sumur resapan/biopori).

“Ke depannya, agar mutu pengelolaan sumber daya air meningkat dan masalah kelangkaan air dapat di hindari maka setiap pengelolaan sumber daya air khususnya air permukaan harus mengacu kepada pola dan rencana pengelolaan sumber daya air,” ujarnya.

Pemerintah daerah juga melakukan usaha antisipasi kekeringan di daerahnya. Misalnya di Karanganyar, Jawa Tengah, sebanyak lima kecamatan, yakni, Jatiyoso, Jatipuro, Jumantono, Jumapolo, dan Gondangrejo dinilai rawan kekeringan. Para petani dianjurkan mengikuti pola tanam padi yang diselingi palawija. “Ada beberapa daerah di Karanganyar yang sawahnya tadah hujan sehingga ketika kemarau kekurangan air. Pemerintah Kabupaten Karanganyar mengantisipasi dengan melakukan sosialisasi. “Daerah-daerah yang pada kemarau tak bisa ditanami kami sosialisasikan agar menanam palawija,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Karanganyar, Siti Maisyaroch kepada Solopos (2/9).

Selain itu, di Kabupaten Bandung, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung, Marlan mengatakan, akan memberlakukan status siaga darurat kekeringan. Pemerintah berupaya akan membantu masyarakat yang mengalami kekeringan.

“Nanti kita akan segera memberikan bantuan ke beberapa kecamatan yang kesulitan air bersih. Warga juga harus waspada dengan kebakaran. Karena di musim kemarau itu rentan dengan bencana kebakaran,” kata Marlan kepada Tribunnews (30/8).

Usaha Penyuplaian air dilakukan oleh pemerintah Banten, Sumenep, dan Klaten.  Warga Desa Kasemen Serang mendapatkan bantuan air bersih dari PDAM setempat, dikutip dari Liputan6.com (1/9).

Sedangkan di Klaten, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Klaten Joko Rukminto mengatakan, upaya mengatasi kekeringan dilakukan dengan memberikan bantuan dropping air bersih. Saat ini, dari seluruh mobil tangki yang dimiliki Pemkab Klaten, sudah diserahkan pengelolaannya ke BPBD.

”Hanya 6 tangki yang masih bisa beroperasi dengan baik, itu pun usianya sudah tua sehingga sebagian sudah tidak berani digunakan untuk mengirim air ke daerah atas yang medannya sulit. Kemampuan tangki untuk memberikan bantuan juga terbatas, karena jarak tempuhnya dari sumber air cukup jauh,” ujar Joko Rukminto kepada Suaramerdeka.com (2/9).

Begitu pula dengan di Sumenep, Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep, Syaiful Arifin, Sabtu (31/08/13) “Kami sudah mengirimkan air bersih ke empat desa itu, sesuai permohonan Camat Batu Putih,” ujarnya kepada beritajatim.com.

Ia menambahkan, sebagai langkah antisipasi, BPBD telah menyiapkan dana sebesar Rp 60 juta untuk memenuhi kebutuhan air bersih di desa-desa yang dilanda kekeringan. “Dana itu hanya dana awal. Prinsipnya, kami senantiasa siap melayani kebutuhan masayarakat akan air bersih,” ucapnya. “Diantaranya, dengan pembuatan embung atau tempat penampungan air hujan di beberapa daerah rawan kekeringan,” lanjutnya. (Ratih Rimayanti)

Foto: politico.com

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.