Hari Biodiversitas Dunia (World Biodivesity Day) yang diperingati setiap tanggal 22 Mei pertama kali dicetuskan dalam rapat umum komisi 2 PBB tahun 2000 silam. Dr.rer.nat Yasman ketua departemen biologi Universitas Indonesia (UI) dalam sambutannya pada acara Biodiversity Dialogue untuk memperingati hari biodiversitas dunia di Depok (22/5) mengatakan bahwa tujuan peringatan hari biodiversitas dunia adalah untuk mengenalkan dan mengkampanyekan arti penting dari biodiversitas di Indonesia. “Kepedulian yang tinggi dari masyarakat dan pemerintah nantinya akan memberi pengaruh nyata terhadap berkurangnya ancaman kekayaan biodiversitas di Indonesia,” ujarnya.

Jatna Supriatna dalam Biodiversity Dialogue di Depok (22/5). Foto: Januar Hakam.
Jatna Supriatna dalam Biodiversity Dialogue di Depok (22/5). Foto: Januar Hakam.

Jatna Supriatna, PhD, ketua Research Center for Climate Change – Universitas Indonesia (RCC-UI) yang hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki lokasi paling strategis di dunia untuk hal Biodiversitas karena terletak di daerah katulistiwa serta berada di antara 2 benua dan 2 samudera.

“Indonesia merupakan negara dengan biodiversitas terestrial tertinggi kedua di dunia setelah Brazil dan merupakan negara dengan biodiversitas laut tertinggi pertama di dunia,” tuturnya. Namun ia menyayangkan karena pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian biodiversitas di Indonesia masih sangat minim bahkan terus menerus mengalami ancaman yang masif terhadap kerusakan seperti deforestasi, sampah dan pemboman ikan.

Jatna menambahkan beberapa permasalahan terkait biodiversitas di Indonesia yaitu banyak pemimpin di Indonesia yang tidak tahu potensi biodiversitas yang dimiliki. “Contohnya adalah kehutanan yang justru malah terus-menerus mengekspoitasi sumber daya alam bukan malah melindungi,” ujarnya. Selain itu faktor kejadian alam seperti el nino, badai, dan faktor lain seperti perusakan karang dan introduksi spesies invasif yang mengancam sumber daya lokal juga turut menjadi masalah yang dihadapi biodiversitas di Indonesia.

Pada kesempatan yang sama Prof. Soekarja Somadikara peneliti senior sekaligus guru besar biologi UI menjelaskan bahwa permasalahan biodiversitas di Indonesia adalah sedikitnya jumlah ahli taksonom. Hal itu menurutnya sangat krusial karena taksonomi merupakan dasar utama ilmu biologi. “Saat ini yang minat menjadi taksonom semakin sedikit, padahal ilmu taksonomi merupakan dasar yang paling penting dalam keanekaraman hayati. Tanpa ada taksonomi bisa jadi kita tidak tahu kekayaan kita sendiri dan jika ada kesalahan dalam taksonomi maka kedepannya juga akan salah,” jelasnya.

Menghadapi berbagai problem biodiversitas yang dialami, Jatna menyebutkan ada tiga strategi utama dalam pengelolaan biodiversitas yang harus dilakukan: 1) save, yaitu melindungi sumber daya alam yang dimiliki, 2) study, yaitu penelitian identifikasi dan potensi serta peranan tiap jenis spesies yang berhasil ditemukan, dan 3) use, yaitu pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan. “Jangan hanya save atau study dan use saja, tetapi ketiga aspek tersebut perlu dilakukan beriringan dengan bijak sehingga nantinya kita memperoleh pengelolaan berkelanjutan,” ujarnya. Januar Hakam.

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.