Wilayah hutan yang tercantum dalam kawasan moratorium luasnya terus berkurang. Menurut catatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global, kawasan moratorium pada peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) atau yang dikenal dengan peta moratorium I seluas 71 juta hektar tersisa 64 juta hektar pada PIPIB V yang baru diterbitkan pada 13 November 2013.

Peta moratorium ini diterbitkan enam bulan sekali melalui pembahasan tim teknis terkait. Moratorium kehutanan yang diberlakukan sejak tahun 2011 merupakan kebijakan penundaan izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Kebijakan ini terbit sebagai bagian dari Letter of Intent (LOI) penyerahan dana USD 1 milyar dari pemerintah Norwegia kepada Indonesia. LOI yang ditandatangani 26 Mei 2010 ini mensyaratkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 26 – 41% hingga tahun 2020.

Koalisi yang beranggotakan berbagai kelompok masyarakat sipil pemerhati kehutanan menilai, kebijakan moratorium belum mampu menyelesaikan berbagai permasalahan kehutanan. Koalisi melihat pemerintah masih setengah hati menyelamatkan hutan alam dan lahan gambut yang tersisa dengan memanfaatkan berbagai celah dalam kebijakan yang memang tidak memiliki sanksi ini.

Hal senada disampaikan Teguh Surya, Pengkampanye Politik Hutan Greenpeace Indonesia. Ia berpendapat terjadinya pengurangan luas kawasan moratorium sebesar 7 juta hektar ini sebagai suatu hal yang aneh. “Kemenhut beralasan tujuh juta hektar wilayah yang keluar dari moratorium karena sebelumnya daerah tersebut sudah dibebani izin korporasi. Tapi hingga sekarang kita tidak bisa mengakses jumlah izin yang dikeluarkan secara detil,” keluh Teguh.

Deforestasi Terjadi di Berbagai Daerah

Dalam pertemuan yang dihadiri unsur masyarakat sipil dan akademisi dari berbagai daerah tersebut terungkap berbagai pelanggaran yang terjadi sejak moratorium diberlakukan tahun 2011. Mega proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Papua dituding menjadi salah satu kasus serius karena mengalifungsikan hutan seluas 1,5 juta hektar. “Pasal pengecualian dalam moratorium dimanfaatkan demi kepentingan proyek perkebunan skala besar atas nama ketahanan pangan dan energi seperti yang terjadi di Papua,” ujar Franky Samperante dari Yayasan Pusaka.

Kasus lain yang menonjol terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah, yang notabene merupakan daerah percontohan pengurangan emisi melalui pengendalian deforetasi (REDD+). Direktur Walhi Kalteng, Arie Rompas menguraikan penemuan 12 izin baru di dalam kawasan moratorium. “Jumlah ini terindikasi lebih banyak lagi karena lemahnya kontrol dan transparansi dalam penerbitan perizinan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Kotawaringin Barat yang memberikan izin di wilayah gambut dan Taman Nasional Tanjung Puting yang masuk dalam PIPIB setelah inpres diterbitkan. “Jika penegakan hukum tidak dijalankan dan moratorium berakhir tahun depan, dapat dibayangkan penghancuran hutan yang sudah menunggu di Kalteng,” tambahnya.

Pelanggaran lain juga terjadi di Sulawesi Tengah, dimana terjadi penambahan izin dari 279 izin pada tahun 2011 meningkat menjadi 443 izin pada tahun 2014. Izin-izin baru ini, menurut Azmi Sirajudin dari Yayasan Merah Putih Palu, mencaplok 1,3 juta hektar hutan di Sulteng. Tidak hanya di pulau besar utama, ekspansi ekonomi yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan juga terjadi di Kepulauan Aru yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil. “Aru mengalami keterancaman ekspansi perkebunan tebu oleh PT Menara Group dan perkebunan sawit oleh PT Nusa Ina,” ujar Abu Meridian dari Forest Watch Indonesia.

Melihat masifnya kasus-kasus ini, Koalisi mendesak pemerintah yang akan datang untuk menutup berbagai celah hukum yang melegalkan konversi hutan alam dan gambut, memperketat pengawasan dan penegakan hukum, serta meninjau ulang berbagai kebijakan pembangunan yang justru mengancam lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat. Azhari Fauzi

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.