Bandar Lampung, Ekuatorial – Penyeberangan Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan rawan dijadikan jalur perdagangan satwa. Dalam sebulan otoritas berwenang telah menangkap dan menyita lebih dari 10 penyelundupan satwa melalui bus penumpang.

“Paling banyak kami temukan pendistribusian burung. Ada yang merupakan satwa dilindungi ada juga yang tidak, ini kebanyakan dititipkan pada Bus Damri,” kata Azhar, Penanggung Jawab Balai Karantina Pertanian Wilayah Bakauheni, Minggu (2/11).

Kebanyakan satwa yang diselundupkan ditaruh pada bagian bagasi bus. Menurut perkiraan kebanyakan satwa berasal dari Kabupaten Tanggamus, Lampung. Terkait satwa jenis burung, sebagian burung sudah ada yang dilepasliarkan tapi separuh dari setiap penangkapan satwa tersebut ditemukan dalam keadaan sudah mati.

“Kami sudah menyurati manajemen Damri agar tidak menerima penitipan barang seperti satwa dalam menerima penitipan paket,” tambah Azhar.

Selain satwa jenis burung, dalam sebulan terakhir ini, pihaknya juga menyita paket seberat empat kilo atau sebanyak 400 lembar kulit Ular Sanca. “Paket ini dikirimkan melalui jasa penitipan barang Indah Cargo. Rencananya akan dikirim ke Surabaya,” kata Azhar.

Berikutnya tim patroli juga menyita 300 kilogram kulit Trenggiling kering yang dititipkan melalui bus ALS dari Medan tujuan Tangerang, Banten.

“Selain itu, kami juga menyita kera terlatih yang akan dikirimkan juga ke Tangerang. Padahal, untuk hewan jenis anjing, kucing dan kera saat ini sedang dalam larangan masuk ke wilayah Jakarta dan sekitarnya,” tambah Azhar.

Pelaku Dibiarkan
Namun sayangnya, tingginya angka lalu lintas perdagangan satwa di pelabuhan Bakauheni, tampaknya tak membuat pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Lampung melakukan banyak langkah antisipatif. Bahkan beberapa data menunjukan adanya aksi pembiaran oleh para aparat hukum, menyangkut perdagangan satwa liar tersebut.

Seperti pada kasus penangkapan penjualan ofsetan kulit Harimau yang dilakukan oleh seorang ibu muda, beberapa waktu sebelumnya. Hingga saat ini petugas tidak menindak tersangka, dengan alasan kemanusiaan.

Menanggapi persoalan ini, Wildlife Conservation Society (WCS) Wilayah kerja Lampung tak menampik adanya kesan pembiaran pelaku perdagangan satwa. “Seperti kasus opset kulit Harimau sebelumnya, kami sudah menyampaikan pada pihak polda untuk diusut, tapi tak juga kami mendapat respon. Begitu kasus ini kami sampaikan Bareskrim Mabes Polri baru mereka bergerak,” kata personil WCS untuk Lampung, Fatih Pahlefi.

Lebih lanjut ia mengatakan, penyitaan barang bukti saja tidak memberi efek jera bagi pelaku jual beli satwa liar. “Kami mengapresiasi upaya pengungkapan pemerintah terkait perdagangan satwa, tapi memberi hukuman yang setimpal tanpa pandang bulu pelakunya, mungkin bisa membuat orang yang akan coba-coba berpikir ulang melakukan tindakan ini,” ujar dia. Eni Muslihah

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.