Manado, Ekuatorial – Langkah para aktivis lingkungan yang menolak pertambangan di Sulawesi Utara (Sulut), terus menemui tantangan berarti. Pasalnya hingga Kamis (19/3), pemerintah daerah tetap mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang hingga Maret 2015, sudah berjumlah 145 buah. Sulut kini dikepung ratusan ribu hektar (ha) areal pertambangan.

“Hingga saat ini tercatat ada 145 IUP yang dikeluarkan. Tersebar di 12 dari 15 kabupaten dan kota yang ada di Sulawesi Utara. Dengan total luas lahan pertambangan mencapai 403 ribu hektar,” ungkap Kepala Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Utara, Marly Gumalak.

Lanjut Marly, dari 145 IUP yang dikeluarkan itu kebanyakan untuk tambang emas dan batuan. “Untuk emas ada sebanyak 60 ijin, dan batuan ada 63 ijin. Menyusul kemudian pasir besi, mangan, nikel, dan biji besi,” ungkap Marly.

Lanjut dia, dari sebaran areal pertambangan di Sulut, terlihat bahwa hampir seluruh kabupaten dan kota memiliki areal pertambangan. Dari 15 kabupaten dan kota di Sulut, hanya ada tiga daerah yang tidak memiliki areal pertambangan yakni Kabupaten Sitaro, Kota Kotamobagu, dan Kota Manado.

Sementara itu, penolakan terhadap aktivitas pertambangan tak hanya dilakukan warga Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Sebelumnya, pada Selasa (17/3) puluhan warga Desa Buyat Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) mengadukan PT. Bolmong Timur Primanusa Resources (BTPR) ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado.

Menurut Alfian Lasabuda, yang mewakili kelompok masyarakat Desa Buyat, kegiatan pertambangan PT. BTPR tidak hanya merusak lingkungan hidup melainkan juga memecah belah kehidupan sosial masyarakat.

“Warga jadi terbelah dua, yang pro tambang atau menolak. Dalam situasi ini sangat mungkin muncul konflik horizontal di masyarakat baik secara mental maupun fisik,” ujar Alfian.

Alfian juga mendesak pemerintah Boltim untuk merespon situasi itu, sekaligus menunjukan sikap untuk berpihak pada warga yang terancam konflik horizontal.

Dari data yang diperoleh di Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Utara, PT. BTPR tercatat sebagai salah satu perusahaan yang memiliki IUP dengan tahap kegiatan eksplorasi emas. Sedangkan luas lahan yang digarap adalah sebesar 7.902 ha.

Secara terpisah akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Flora Kalalo menyatakan kerusakan lingkungan yang terjadi salah satu penyebabnya adalah banyak terbitnya ijin-ijin untuk pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ironisnya, ijin tersebut banyak yang bertentangan dengan hukum.

“Meski berbenturan dengan kajian hukum, namun perijinan untuk kegiatan pertambangan tetap saja berjalan. Kenapa, karena memang uang yang berbicara,” ujar Flora, yang meraih gelar doktor di bidang hukum lingkungan di Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang ini.

Flora kemudian mencontohkan, ijin pertambangan yang diberikan kepada PT. Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.

“Meski Pulau Bangka itu tergolong pulau kecil yang tidak diperbolehkan ada kegiatan pertambangan, namun toh pemerintah memberikan ijin. Karena ketika ijin itu sangat terkait dengan uang atas nama investasi, maka banyak aturan dikesampingkan. Maka rusaklah lingkungan kita,” ujar Flora yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Unsrat Bidang Administrasi dan Keuangan. Yoseph Ikanubun

Pulau Bangka Terus DIbongkar untuk Pertambangan
Penambangan Galian C Gerogoti Gunung Lokon
Tambang Ilegal Kembali Beraktivitas di Minahasa Utara

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.