Manado, Ekuatorial – Luas hutan di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mencapai 764.739,27 hektare (ha). Di sisi lain, areal hutan tersebut juga terus dirambah baik secara perorangan maupun melalui perusahaan.

“Luas hutan di Sulut mencapai 764.739,27 ha yang terdiri dari hutan konservasi, hutan produksi yang dapat dikonservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi. Kami akui banyak terjadi perambahan hutan,” ungkap Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulut, Herry Rotinsulu, Kamis (9/4).

Menurut dia, kawasan hutan merupakan hak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang boleh dipinjam pakai namun harus seizin Menteri KLHK. “Seharusnya tidak ada hutan yang dikuasai oleh kelompok, ataupun siapa saja,” ujarnya sambil menambahkan, untuk hutan lindung tidak bisa dieksploitasi.

Dia menambahkan, Pemprov Sulut saat ini sedang menyeriusi kasus illegal logging, perambahan hutan menjadi perkebunan dan tambang liar tanpa izin. “Sekarang, kami sedang menginventarisasi kegiatan apa saja yang terjadi di hutan-hutan yang ada di 14 kabupaten dan kota di Sulut,” ujar Rotinsulu.

Jika merambah hutan tanpa izin, kata dia, akan diberikan sanksi. Karena hal tesebut telah diatur dalam undang-undang nomor 41 tahun 1969 tentang Kehutanan dan Undang-undang Nomor 18 tahun 2013.

Sementara itu, kasus pembalakan liar di kawasan hutan Kabupaten Bolmong Selatan (Bolsel), hingga kini masih saja terus terjadi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolsel, mengerahkan camat dan sangadi (Kepala Desa), agar tidak memberikan izin kepada masyarakat atau pihak manapun melakukan penebangan pohon atau pembukaan kebun baru.

Menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Bolsel, Maxi Limbat mengatakan maraknya penebangan hutan di Bolsel, perlu ada penanganan khusus. “Sudah ada instruksi kepada camat dan sangadi, untuk melakukan pelarangan terhadap oknum-oknum yang menebang kayu di kawasan hutan. Begitu juga dengan pembukaan lahan pemerintah desa dan kecamatan harus melapor ke Dishutbun,” tegas Limbat.

Lanjut dia, alasan klasik yang sering dijumpai petugas kehutanan di lapangan, masyarakat mengaku tidak tahu kalau masuk kawasan hutan. Bahkan, pihak pemerintah sering disorot kalau kurang melakukan sosialisasi.

“Memang benar masih banyak masyarakat yang belum mengetahui soal kawasan hutan lindung, Hutan Produk (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan kawasan lainnya. Di sinilah peran pemerintah desa yang diharapkan melakukan koordinasi terlebih dahulu, sebelum memberikan keputusan sendiri,” terangnya.

Menyikapi hal tersebut, aktivis lingkungan Bolaang Mongondow Raya (BMR), Erwin Makalunsenge, menyarankan, agar pihak instansi terkait bisa lebih maksimal melakukan sosialisasi.

“Selain bantuan dari Camat dan Sangadi, instansi terkait juga harus bekerja ekstra. Perlu dilakukan sosialisasi disemua desa terkait kawasan hutan di Bolsel. Selain itu, pengawasan di lapangan oleh anggota Polhut harus lebih dimaksimalkan,” kata Erwin. Yoseph Ikanubun

Artikel Terkait :
Ratusan Pertambangan Kepung Sulawesi Utara
Pulau Bangka Terus Dibongkar untuk Penambangan
Hentikan Konservasi Hutan Mangrove

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.