Ekuatorial, Sorong — Dewan Adat Suku Maya Raja Ampat mempertanyakan kebijakan pemerintah pusat yang membuka Jalan Lingkar Waigeo di Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Jalan sepanjang 757 kilometer tersebut dinilai membawa ancaman bagi pembalakan liar serta pelestarian burung endemik Papua, Cendrawasih merah dan Cendrawasih wilson.

“Sebenarnya kepentingan jalan ini untuk siapa? Dewan Adat tidak tahu menahu, jalan ini program pusat. Kami tidak pernah diajak bicara,” ungkap Ketua Dewan Adat Suku Maya, Kris Thebu.

Kris mengatakan, Proyek Jalan Lingkar Waigeo yang dimaksudkan untuk membuka akses 26 kampung di pesisir Waigeo Barat dan Timur tersebut sulit dimanfaatkan oleh warga. Sebab, pembangunan jalan tidak disertai penyediaan sarana transportasi. Malahan, lanjut dia, penebangan kayu sepanjang jalan semakin marak sehingga mengancam bentang alam Waigeo serta merusak lokasi keramat milik masyarakat lokal.

“Pembangunan Jalan Lingkar Waigeo perlu dikaji ulang karena terbukti tidak memberikan manfaat, justru memberikan peluang bagi oknum tidak bertanggung jawab untuk mengambil kayu,” kata dia.

Adapun, Proyek Jalan Lingkar Waigeo meliputi ruas Waisai-Warsambin-Lopintol, ruas Lopintol-Wawiyai, ruas Wawiyai-Kabilol, ruas Waisai-Sapokren-Wawiyai-Waisilip-Saleo-Selpele, ruas Kalitoko-Waifoi-Kopadiri-Kabare, ruas Kabilol-Go-Kopadiri, ruas Kabare-Warmandi-Mnir-Puper-Yenbebaki-Urbinasopen-Yenzner-Mumes sepanjang, serta ruas Yenzner-Kalitoko. Ruas yang sudah mulai dibangun yaitu Waisai-Warsambin-Lopintol dan ruas Urbinasopen-Yesner.

Berdasarkan data Fauna & Flora International, lebih dari 2.000 hektare hutan Pulau Waigeo mengalami kerusakan dalam kurun 10 tahun terakhir. Padahal, 80 persen kawasan hutan di pulau tersebut tergolong cagar alam. Sejumlah ruas jalan ikut membelah wilayah cagar di Waigeo Timur dan Waigeo Barat.

“Deforestasi di Waigeo sangat mengancam keanekaragaman hayati di dua kawasan cagar alam tersebut. Terutama mengancam fauna endemik seperti Kuskus, Maleo waigeo, dan cendrawasih,” jelas Koordinator Program FFI Raja Ampat, Fitria Rinawati. Niken Proboretno

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.