Pemerintah optimistis pasokan air bersih di wilayah ibukota baru akan surplus saat kepindahan ibukota Indonesia 2024 mendatang. Pembangunan sejumlah bendungan, diperkirakan akan bisa mencukupi kebutuhan air 6 juta orang yang akan menempati wilayah baru.
Liputan ini pertama kali diterbitkan di Kompas pada tanggal 25 Desember 2019 dan bagian ketiga dari serial liputan tentang Daya Dukung Air di Kawasan Ibukota Baru.
Baca bagian pertama Krisis Air Bersih di Ibukota Baru
Baca bagian kedua Ibukota Baru: Lingkungan Berubah, Air Bersih Makin Susah
Oleh M. Puteri Rosalina
“Kita terimakasih pada pemerintah yang akan bangun bendungan di Sepaku. Tapi kita juga khawatir jangan-jangan kebun kita juga akan habis untuk lokasi bendungan. Kita hari-hari ke kebun. Kalau ada bendungan gimana? Kita mau kerja apa?” Sepenggal keluh kesah Imam (52) dan Heriyanto (55) warga Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, terucap seiring dengan rencana pembangunan Bendungan Sepaku Semoi di daerah itu.
Imam dan Heriyanto di satu sisi senang sekaligus lega karena hadirnya bendungan akan menyelesaikan masalah kekurangan air di Kecamatan Sepaku. Tapi di sisi lain juga merasa was-was akan kehilangan lahan kebun sawitnya yang akan menjadi lokasi Bendungan.
Rencana pembangunan Bendungan Sepaku Semoi menjadi harapan satu-satunya warga Sepaku untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Bendungan yang memanfaatkan aliran Sungai Tengin ini menjadi salah satu bendungan yang akan dibangun oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan Ibukota Baru 2024 mendatang.
Bendungan yang berlokasi di Desa Tengin Baru, Sepaku tersebut tersebut merupakan bendungan besar dengan berbagai tujuan. Diantaranya, untuk kebutuhan air baku domestik dan industri sekitar 2,53 m3/detik, pengendali banjir, serta pariwisata.
Imam yang memiliki sepetak lahan sawit di aliran Sungai Tengin, memilih pasrah dengan rencana bendungan tersebut. “Ya gimana lagi. Ya nanti kita ganti kerjaan lagi”, katanya dengan nada kecewa. Namun dia berharap pembangunan bendungan yang bakal mengorbankan lahan kebun, dan rumah warga bisa menyediakan air baku yang selama ini sulit didapatkan.
Selama 10 tahun terakhir ini, Imam dan Heriyanto yang tinggal di Desa Tengin Baru menggunakan air dari pengelolaan air baku SPAM Sungai Tengin. Namun bagi warga desa lainnya di kecamatan Sepaku yang belum mendapat aliran air PDAM, terpaksa membeli air dari beberapa mata air yang dikelola oleh warga ataupun air hujan. Namun air tersebut hanya digunakan untuk keperluan MCK. Warga membeli air galon isi ulang untuk air minum dan memasak.
Kisah kekurangan air ini baru terjadi setelah perusahaan perkebunan Sawit masuk ke Kecamatan Sepaku tahun 2010. Sebelumnya, meski hanya mengandalkan air permukaan, tapi embung dan mata air mudah di dapat di beberapa titik permukiman. Heriyanto berkisah, dulu baru akan membeli air saat ada hajatan yang membutuhkan konsumsi air banyak.
Penyediaan air baku
Pemerintah merencanakan akan memanfaatkan sumber air permukaan sebagai sumber air baku. Selain Bendungan Sepaku Semoi, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang bertanggung jawab dalam penyediaan air baku Ibukota Negara, juga akan membangun tujuh bendungan lainnya serta mengambil (intake) langsung dari sumber air Sungai Mahakam.
Rencana pembangunan bendungan yakni : Bendungan Batu Lepek, Beruas, Safiak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian Bendungan Lambakan di Kab. Paser dan Bendungan ITCHI di Kabupaten Penajam Paser Utara, serta mengambil langsung air Sungai Mahakam melalui Intake Loa Kulu di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Besarnya kapasitas waduk dihitung minimal 100 juta meter kubik dengan asumsi selama musim hujan 4 bulan, dan mempunyai debit lebih dari 4,1 m3/detik dapat dipenuhi. Pengaliran air dari air waduk, diupayakan secara gravitasi untuk menekan biaya operasi. Saluran distribusi menggunakan saluran tertutup dengan perpipaan.
Menurut Anang Muchlis, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Kalimantan Timur III, pembangunan Bendungan Sepaku Semoi dan Batu Lepek akan dilakukan tahun depan. Sepaku Semoi akan dibangun terlebih dahulu karena memang telah direncanakan akan dibangun 2020, sebelum ada rencana pemindahan ibukota. Pembangunan bendungan Sepaku Semoi menurut laman PU.go.id, menelan biaya sekitar Rp 700 miliar.
Rencana lainnya adalah memaksimalkan debit andalan sumber air baku dari lima bendungan dan satu intake yang telah beroperasi sebelumnya di wilayah Kota Balikapapan dan Samarinda serta Kabupaten Kutai Kartanegara. Keenam sumber air baku tersebut selama ini belum dipakai maksimal dan masih berpotensi sebagai support penyediaan air baku di calon ibukota negara.
Selain air permukaan, BBWS Kaltim III juga merencanakan menggunakan alternatif sumber air lainnya, yakni dari air hujan, air tanah, air buangan AC atau air limbah yang sudah diolah untuk dimanfaatkan kembali sebagai air untuk menyiram tanaman serta cuci kendaraan.
Chay Asdak, Ketua Forum DAS Nasional, saat ditemui di Bandung mengusulkan, selain menggunakan air permukaan, juga bisa mengandalkan air hujan dengan memanfaatkan curah hujan yang tinggi. Dosen Universitas Pajajaran Bandung ini juga menyarankan, menggunakan teknologi rain water harvesting pada bangunan vertikal pemerintahan, permukiman, dan komersial yang akan dibangun di wilayah IKN.
Air hujan yang ditampung pada tangki besar bisa dipergunakan kembali untuk system flushing gedung ataupun untuk keperluan lainnya. Air hujan ini bisa untuk efisiensi dan konservasi air.
Selain itu, Chay juga mengusulkan alternatif menggunakan air tanah. Meski dalam prakteknya masyarakat enggan menggunakan air tanah karena mengandung pirit, tapi jika diambil dengan kedalaman lebih dari 30 meter masih bisa didapatkan air berkualitas layak minum. Seperti pada sumur milik Ambo Sakak (59), tetangga sebelah rumah Pak Imam, warga Desa Tengin Baru, Sepaku yang mempunyai sumur berkedalaman 60 meter.
Neraca Air
Pembangunan tujuh bendungan dan satu Intake dari Sungai Mahakam, menurut perhitungan BBWS Kaltim III, akan mampu menyediakan air baku hingga 30.655 liter per detik. Jika ditambah dengan enam bendungan di kabupaten Kutai Kartanegara serta Kota Balikpapan dan Samarinda yang saat ini telah terpakai, akan ada tambahan sekitar 4.827 liter/detik.
Dengan demikian, total ketersediaan air baku yang disiapkan untuk IKN seluas 200.000 hektar, mencapai 35.492 liter/detik. Itu pun dengan catatan, jika semua bendungan telah beroperasi.
Bagaimana dengan kebutuhan masyarakat di wilayah administrasi seputar IKN seperti Kabupaten Kutai Kartanegara, Kab. Paser, Kab. Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan dan Samarinda?
BBWS Kaltim III telah menghitung kebutuhan domestik warga di lima wilayah administratif hingga tahun 2023 sebesar 6.941,56 liter/detik. Selanjutnya, kebutuhan air domestik untuk IKN, dengan tambahan 6 juta orang (asumsi : 1,5 juta orang membawa 4 anggota keluarga) yang akan bermigrasi pada 2024 mencapai 16.048,12 liter/detik. Total kebutuhan air mencapai 22.989,68 liter per detik.
Dari hitungan ketersediaan air mencapai 35.492 liter/detik dan kebutuhan air : 22.989,68 liter/detik, akan ada surplus pasokan air hingga 7,745,32 liter/detik. Hitungan daya dukung air tersebut mencukupi kebutuhan air IKN sekaligus lima wilayah adminstratif yang mengelilinginya.
Chay Asdak yakin, kuantitas air di IKN mendatang cukup memenuhi kebutuhan warga dan pendatang. “Hitungan itu baru untuk kebutuhan domestik. Untuk keperluan komersial, pemerintahan atau industry, bisa menggunakan air tanah ataupun air hujan”, ujar Chay.
Namun, itu adalah hitungan di atas kertas. Anang Muchlis, Ketua BBWS Kaltim III mengingatkan bahwa tujuh bendungan dan satu intake tersebut harus terbangun semua dan efektif terpakai dengan maksimal. Jika tidak, hitungan surplus kebutuhan air akan menjadi defisit dan tetap saja cerita defisit air akan terulang. Sebagai contoh, dari 6 bendungan yang ada (Manggar, Teritip, Aji Raden, Samboja, Intake kalhol dan Lempake), yang telah terbangun saat ini, dari total ketersediaan air 4.827 liter/detik, baru terpakai 2.325 liter/detik (48 persen). (Litbang Kompas)