Posted inWawancara / Lingkungan Hidup

Nadine Chandrawinata: Menjaga lingkungan itu sebuah kewajiban, bukan pilihan

Nadine Chandrawinata meyakini bahwa ketika kita menjaga lingkungan, maka lingkungan akan menjaga kita. Ia mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan tanpa pamrih, bukan untuk menjaga imaji di media sosial atau sekadar ikut-ikutan.

Tidak banyak figur publik yang terlibat dalam gerakan pelestarian lingkungan. Nadine Chandrawinata adalah salah satu sosok artis yang berkomitmen untuk menjaga lingkungan melalui seruan dan aksi nyata. Perempuan yang mewakili Indonesia dalam ajang Miss Universe 2006 itu menyadari bahwa menjaga lingkungan adalah aspek penting dalam kehidupan manusia di tengah ancaman krisis iklim yang semakin nyata.

Melalui Sea Soldier, organisasi yang dibentuknya, Nadine mengajak masyarakat untuk terlibat dalam aksi nyata menjaga lingkungan. Mulai dari membersihkan sampah di pantai dan laut, menjaga mangrove, menanam pohon, dan melakukan aksi protes terhadap sirkus lumba-lumba keliling. Bagi Nadine, menjaga lingkungan adalah sebuah panggilan.

Untuk mengetahui bagaimana Nadine memandang lingkungan sebagai sebuah sikap hidup yang mengakar dalam dirinya, The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) melakukan wawancara dengan perempuan yang pernah dipercaya menjadi Duta Sahabat Hak Asasi Manusia bidang lingkungan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) itu, pada Jumat, 15 Oktober 2021.

Bagaimana awal mula ketertarikan Anda pada isu lingkungan?

Kepedulian terhadap lingkungan sudah diperkenalkan orang tua saya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu keluarga saya sering road trip ke kampung halaman di Jember. Kami diajarkan untuk dekat dengan masyarakat dan alam. Hal itu turut membangun kesadaran saya bahwa keindahan alam tidak bisa bertahan kalau kita tidak menjaganya.

Saya mendapat lebih banyak kesempatan untuk terlibat dalam isu-isu lingkungan setelah terpilih sebagai Puteri Indonesia. Seperti pergi ke daerah–daerah terpencil yang sulit dijangkau dan menjadi pembawa acara TV dalam program travelling. Saya sangat beruntung dapat menikmati keindahan alam di berbagai tempat. Namun, saya juga prihatin melihat beberapa wilayah dengan kondisi lingkungan yang rusak karena semestinya masih bisa diselamatkan.

Mengapa Anda tertarik pada isu lingkungan?

Selama bertahun-tahun, saya menyadari ini sebagai sebuah panggilan. Setiap kali melihat tumpukan sampah, saya selalu risih. Hal itu mendorong saya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki passion yang sama. Sesuatu yang bisa saya berikan sebelum dipanggil Tuhan.

Dunia entertainment menjadi media edukasi tentang lingkungan karena pekerjaan yang saya lakukan banyak berhubungan dengan industri hiburan. Dulu saya pernah aktif di organisasi lingkungan seperti WWF dan Greenpeace, sebelum akhirnya membentuk yayasan Sea Soldier. Saya menyadari untuk membangun gerakan people power tidak gampang, jadi semua aktivitas saya baik di dunia entertainment dan yayasan memang saling berkaitan.

Sebagai seorang figur publik yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, apa saja tantangan yang dihadapi untuk menyuarakan isu lingkungan?

Sebenarnya sama dengan rekan-rekan NGO dan komunitas lainnya, tentu saja akan ada penolakan dari berbagai pihak karena gerakan yang kami lakukan. Lingkungan itu bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Setiap orang harus punya alasan sendiri kenapa harus menjaga lingkungan. Contoh kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, kita sudah diajarkan sejak kecil untuk melakukan itu tetapi masih saja membuang sampah sembarangan. Itu contoh pesan moral yang berlaku seumur hidup. Saya hanya membantu mengingatkan pesan-pesan seperti itu.

Walaupun ada penolakan, kami terus berjalan karena apa yang disuarakan adalah kebenaran. Apalagi saat ini dampak krisis iklim semakin nyata mengancam kehidupan kita.

Pernah mengalami penolakan secara langsung terhadap gerakan Anda?

Pernah. Kami pernah mendapat penolakan dari masyarakat ketika kebijakan tentang membawa tas belanja sendiri belum ditetapkan pemerintah. Saat itu kami melakukan gerakan menukar tas plastik dengan tas kain, tapi banyak yang tidak bersedia. Kami terus mencoba pendekatan lain, salah satunya dengan mengajak bicara pengguna plastik selama 2-5 menit untuk menjelaskan tentang bahaya sampah plastik. Perlahan banyak yang mau menukar tasnya.

Saya juga pernah mengalami penolakan dari pemerintah saat diminta untuk membantu mempromosikan pariwisata. Presentasi saya tentang kondisi bawah laut awalnya tidak disetujui. Menunjukkan kondisi laut yang tercemar dinilai akan merusak citra pariwisata. Padahal tujuan saya untuk memotivasi masyarakat lokal agar mereka menjaga daerahnya dari kerusakan lingkungan. Walaupun pada akhirnya usulan saya diterima, penolakan-penolakan seperti itu masih sering terjadi.

Anda juga memiliki bisnis sektor pariwisata di Raja Ampat. Bagaimana menggabungkan passion dalam bidang lingkungan sekaligus menerapkan konsep bisnis berkelanjutan?

Kami berusaha menerapkan konsep eco-tourism, walaupun belum 100 persen. Mulai dari memilah sampah organik dan non-organik, menggunakan panel surya sebagai sumber tenaga listrik, dan memanfaatkan area kosong untuk ditanami pohon. Kami berusaha mereduksi jejak karbon di lokasi penginapan. Konsep seperti itu sebenarnya dapat diterapkan banyak perusahan jika memiliki tim CSR yang baik. Konsep lainnya mengembangkan eco-living style, dengan cara mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam.

Mengapa belum banyak figur publik yang melakukan gerakan lingkungan? Padahal mereka sosok penting untuk membuat perubahan karena memiliki banyak fans.

Sebenarnya saya punya teman-teman di dunia hiburan yang juga peduli lingkungan, tapi memang caranya berbeda-beda. Misalnya, ada yang ke lokasi syuting membawa makanan dari rumah atau tidak menggunakan produk yang sulit didaur ulang.  Kalau saya sendiri punya kesempatan untuk turun ke jalan dan melakukan aksi nyata dengan menggunakan platform media sosial. Saya menghargai pilihan masing-masing orang.

Bagaimana upaya Anda untuk ikut membangun kesadaran tentang krisis iklim yang dampaknya semakin nyata mengancam kehidupan manusia?

Saya mencoba untuk menerjemahkan isu lingkungan dengan cara yang mudah dipahami. Misalnya melalui edukasi dalam skala rumah tangga tentang memilah sampah, mengajak berkebun dan membuat kompos dari sisa makanan. Sayangnya, masih banyak orang yang tidak mau melakukan hal sederhana seperti itu.

Bagaimana awal mula Anda membentuk organisasi Sea Soldier dan apa saja yang dilakukan?

Awalnya didorong oleh keresahan terhadap kondisi lingkungan. Sea Soldier punya empat program nasional, yaitu bersihkan warungku, say no to sirkus lumba-lumba keliling, lestarikan mangrove, dan lawan kepunahan hewan dan tumbuhan.

Empat program itu coba dikemas sesuai dengan kebudayaan setiap daerah. Karena Sea Soldier ada di lima kota, aksi kami tidak bisa dipisahkan dari kearifan lokal masing-masing daerah.  Kebanyakan orang berpikir budaya hanya sebatas tarian, pakaian adat, atau makanan tradisional. Padahal tidak hanya itu, budaya adalah pola pikir dan perilaku yang terbentuk di setiap daerah. 

Kami melakukan pendekatan budaya untuk mengajak masyarakat peduli terhadap lingkungan, supaya mereka tidak merasa terpaksa melakukan gerakan pelestarian lingkungan. Misalnya, kegiatan membersihkan pantai. Masyarakat perlu diajak untuk memahami bahwa membersihkan pantai bukan hanya tugas NGO, tapi menjadi kewajiban semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di daerah sekitar yang hidupnya bergantung pada laut.

Dari gerakan yang diinisiasi Sea Soldier, pernah ada perhatian dari pemerintah?

Pernah. Salah satunya aksi menolak sirkus lumba-lumba keliling. Gerakan serupa sebenarnya sudah dilakukan NGO lain, tapi gerakan yang dilakukan oleh Sea Soldier dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) pada 2018 lalu direspon pemerintah. Kami berhasil melakukan MoU dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, untuk mengeluarkan kebijakan larangan sirkus lumba-lumba keliling. Pada 2020, sirkus lumba-lumba akhirnya resmi dilarang.

Anda juga memperjuangkan kondisi laut dari sampah. Bisa diceritakan pengalaman Anda, bagaimana sampah-sampah memenuhi lautan Indonesia?

Bagi saya menjaga lingkungan itu sebuah kewajiban bukan pilihan. Sudah banyak berita yang mengangkat tentang sampah di laut, tapi masih banyak orang yang belum mengetahui kondisi laut begitu parah sampai berdampak pada ikan dan terumbu karang. Belakangan kekuatan sosial media sangat membantu untuk membangun kesadaran lebih banyak orang tentang kondisi laut Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja.

Gerakan perlindungan lingkungan juga tidak boleh terlepas dari peran pemerintah. Kita harus mendorong lahirnya lebih banyak kebijakan pemerintah yang dapat mencegah praktik perusakan lingkungan.

Bencana ekologis semakin sering terjadi di Indonesia akibat daya dukung  lingkungan yang semakin rendah. Bagaimana tanggapan Anda?

Yang dapat kita lakukan saat ini adalah menjaga keseimbangan lingkungan untuk menahan laju krisis iklim yang dapat mencegah terjadinya bencana alam. Dampak krisis iklim sangat merugikan manusia, seperti hilangnya keindahan alam yang tidak lagi bisa kita nikmati, punahnya flora dan fauna, dan tidak ada lagi hutan dan tanah yang subur untuk menyediakan kebutuhan kita.

Di sisi lain, pemerintah harus membuat aturan tegas agar eksploitasi lingkungan tidak terus terjadi. Perusahaan juga harus terlibat agar tidak hanya mementingkan keuntungan semata. Kami hanya bisa menjadi pengingat bagi pemerintah dengan terus bersuara dan melakukan aksi nyata di lapangan.

Bicara anak muda. Menurut Anda, bagaimana mengajak anak muda untuk terlibat aktif mengatasi krisis iklim?

Kolaborasi lintas generasi perlu dilakukan. Sementara itu, generasi milenial juga harus membuka diri untuk mau lebih tahu. Ini menjadi bekal awal untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan dan akhirnya dapat membangun kepedulian untuk ikut menjaga lingkungan.

Sampai kapan Anda akan terus menyuarakan tentang pelestarian lingkungan?

Untuk lingkungan, sepertinya saya akan melakukannya seumur hidup. Egois banget hanya menikmati apa yang alam sediakan tanpa ikut menjaganya. Saya meyakini ketika kita menjaga lingkungan, maka lingkungan akan menjaga kita. Saat melakukan sesuatu untuk lingkungan, lakukanlah tanpa pamrih. Bukan dengan tujuan membentuk image di sosial media atau hanya ikut-ikutan saja. Kalau kita melakukan gerakan menjaga lingkungan secara konsisten, kita juga yang akan merasakan manfaatnya.

1 comment found. See comment
Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

1 comment

Leave a comment