Program pemerintah mengembangkan ekosistem kendaraan listrik untuk capai nol emisi perlu pertimbangkan dampak terhadap kelestarian lingkungan.

Meningkatnya mobilitas masyarakat Jakarta, berdampak buruk terhadap kualitas udara di Ibu Kota. Bahkan, Jakarta sempat menjadi kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia pada bulan Juni 2022. Polusi udara yang terbentuk ini diakibatkan oleh emisi yang berasal dari beberapa sektor.

CEO and Co-Founder Nafas Indonesia, Nathan Roestandy mengatakan “Mungkin kita lihat di satu tahun terakhir dulu. Jadi di 2021 rata-rata PM 2.5 adalah ukuran atau baku mutu pengukuran polusi udara yang digunakan oleh WHO dan juga negara-negara lain.

Rata-rata PM 2.5 di tahun 2021 di Jakarta itu di level 39, ini secara rata-rata ya jadi basically seluruh Jakarta. Ini bisa kita bandingkan dengan guideline WHO yaitu di angka 5. Jadi hampir 8 kali di atas ambang yang ditetapkan WHO. Dan sesuatu yang 8 kali itu ya pasti cukup buruk.” 

Nafas Indonesia telah mengembangkan aplikasi pemantau kualitas udara dengan jaringan sensor yang mencakup lebih dari 45 lokasi di Jakarta dan wilayah sekitarnya.

Pencemaran polusi udara di Jakarta tidak lepas dari adanya emisi yang bergerak. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, sebanyak 75 persen polusi udara di ibukota berasal dari emisi kendaraan bermotor roda dua dan roda empat. Asap knalpot kendaraan sendiri menyumbang sekitar 45 persen konsentrasi pm 2,5.

Sustainable Business and Corporate Engagement Manager WRI Indonesia, Nanda Noor menjelaskan “Kita lihat bahkan motor dan mobil di Jakarta itu setiap tahunnya ada peningkatan 2,5 sampai 7 persen jumlah baru. Nah, kalo kita liat jumlah motor dan mobil yang ada di Jakarta ini itu totalnya sekarang ada sekitar 17 juta kendaraan. 70 persen diantaranya adalah motor, sisanya mobil.”

Berdasarkan data dari WRI indonesia, sebanyak 13.000 kematian di jakarta akibat pm 2,5 pada tahun 2020. 

Dengan kondisi udara yang terus memburuk dan dapat berdampak fatal bagi kesehatan masyarakat, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menegaskan untuk memulai ekosistem kendaraan listrik dengan harapan dapat mencapai emisi nol pada tahun 2060.

“Untuk memulai membangun ekosistem kendaraan listrik. Dan kita harapkan sesuai dengan target kita nanti di 2030 untuk emisi karbon berada di angka 29 persen. Kemudian 2060 kita akan masuk ke emisi nol, net zero carbon,” kata Presiden Joko Widodo.

CNN Indonesia menemui Malvin (34), seorang pengemudi ojek daring yang sudah dua tahun terakhir menggunakan motor listrik. Ia memilih motor listrik sebagai armada untuk mencari penghasilan sehari-hari karena lebih ekonomis dan efisien dibandingkan dengan motor konvensional.

“Dulu saya melihatnya kalo kendaraan listrik ini mungkin ke depan akan jadi prioritas ya. Terus di sisi lain pengalaman temen-temen saya yang menggunakan motor biasa untuk mencari pendapatan di jalan seperti ini, itu dalam kurun waktu 1 2 tahun itu motornya udah mengalami kendala, turun mesin, rusak gitu. Jadi saya pikir saya menggunakan kendaraan listrik ini lebih ekonomis gitu kan karena dia sistemnya kan ngecas doang lebih hemat.”

Sedangkan Emir seorang karyawan di Jakarta sudah menggunakan mobil listrik selama kurang lebih 1.5 tahun. Penggunaan mobil listrik ini menurutnya memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri dibandingkan dengan mobil konvensional.

“Plusnya itu biayanya, yang keluar hemat banget. Kalaupun untuk after salesnya, servicenya kita diguaranteed juga ya untuk berapa tahun free 5 tahun free. Kemudian baterainya terjamin juga, bebas ganjil genap, kemudian pajaknya murah dan gak ada progresif. Sama yang terakhir faktor lingkunganlah lebih peduli dengan lingkungan,” kata Emir.

Sementara Perusahaan Listrik Negara (PLN) berupaya menyediakan stasiun pengisian ulang meski saat ini jumlahnya masih terbatas. “Kalau di Jakarta ini kurang lebih di 26 lokasi ya dengan 38 charger. Kalau di Indonesia bisa saya tambahkan ya ini ada di 59 kota dengan 117 lokasi sehingga total ada 150 unit untuk SPKLU,” papar Ririn Rachmawardini, Senior Manager Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN UID Jakarta Raya.

Namun sejauh ini, elektrifikasi kendaraan masih menyasar ke kendaraan pribadi. Sedangkan elektrifikasi di transportasi publik masih ketinggalan. Padahal menurut penelitian dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP Indonesia), elektrifikasi kendaraan mampu menekan penurunan emisi untuk mencegah krisis iklim di tahun 2050. 

Namun hal ini harus diiringi dengan penggunaan transportasi umum. Transport Assistant ITDP, Rifqi Khairul Anam menjelaskan “Di 2050, elektrifikasi memang berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Jadi kalo misalkan kita mau mencegah krisis iklim di 2050, melalui sektor transportasi perkotaan itu bisa dengan elektrifikasi.”

Sekretari Perusahaan dan Humas PT TransJakarta, Anang Rizkani Noor mengamini dengan adanya bus listrik ini juga mampu menekan biaya operasional hingga 35 persen dan dapat mengurangi emisi karbon hingga 50 persen.

Namun, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, Melky Nahar memperingatkan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi tambang demi mengeruk mineral seperti nikel, tembaga dan mangan sebagai bahan baku baterai mobil listrik mengancam kelestarian lingkungan. “Bisa menimbulkan kerugian yang dahsyat dan jangka panjang,” tegas Melky.

Liputan ini didukung oleh Internews’ Earth Journalism Network melalui program Asia-Pacific Story Grant 2022 dan pertama kali terbit di CNN Indonesia pada tanggal 6 Desember 2022.

Ilustrasi: Dua mobil listrik yang sedang melakukan pengisian ulang di stasiun pengisian ulang di sebuah kota. Sumber: Tagged:

About the writer

Aditya Heru Wardhana

Aditya Heru Wardhana is Supervising Editor at CNN Indonesia. He has a deep interest in environmental issues and climate change. He served as Executive Director of The Society of Indonesian Environmental...

There are no comments yet. Leave a comment!

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.